Setiap tanggal 26 Juni, dunia memperingati Hari Anti Narkotika Internasional (HANI), atau secara resmi dikenal sebagai International Day Against Drug Abuse and Illicit Trafficking. Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan sebuah seruan global yang kian mendesak. Sebab di balik momen ini, dunia dihadapkan pada fakta mencemaskan, penyalahgunaan narkoba terus meningkat, baik secara global maupun nasional.
Hari Narkoba Internasional pertama kali ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 42/112 pada 7 Desember 1987. Tujuan utamanya adalah membangun kerja sama internasional dalam menghadapi ancaman narkoba yang lintas batas, tak mengenal usia, wilayah, ataupun status sosial. Sejak saat itu, 26 Juni menjadi tonggak kesadaran kolektif dunia, bahwa melawan narkotika bukan hanya tugas satu negara, tapi tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
Kenyataan yang Tak Bisa Diabaikan. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) 2024, jumlah penyalahguna narkotika secara global telah mencapai 296 juta jiwa, naik 12 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini setara dengan 5,8% penduduk dunia usia 15–64 tahun. Indonesia pun tak luput dari gelombang ini. Survei Nasional 2023 mencatat bahwa 3,3 juta jiwa penduduk Indonesia di usia produktif pernah menyalahgunakan narkoba. Yang lebih mengkhawatirkan, lonjakan tertinggi justru terjadi di kalangan usia 15–24 tahun, generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa.
Data ini bukan sekadar statistik. Di balik setiap angka, ada masa depan yang terancam, keluarga yang hancur, dan potensi bangsa yang tergadai. Inilah krisis sosial yang mendesak, yang tak bisa lagi ditanggapi dengan basa-basi.
Narkoba racun yang Menyamar sebagai Kenikmatan. kerap datang dengan wajah ramah menjanjikan pelarian dari tekanan hidup, sensasi sesaat, atau euforia instan. Tapi sesungguhnya, ia adalah racun yang perlahan melumpuhkan, merusak tubuh, mengacaukan pikiran, dan merampas masa depan. Penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan sistem saraf pusat, memicu gangguan mental, kerusakan organ tubuh, bahkan berujung pada kematian.
Tak sedikit pengguna yang akhirnya hidup di rumah sakit jiwa, terjerat kasus hukum, atau kehilangan nyawa. Lebih dari itu, narkoba meretakkan nilai keluarga, melemahkan ikatan sosial, dan menggerus kepercayaan masyarakat. Apa yang tampak sebagai masalah individu, sesungguhnya menciptakan efek domino dari kriminalitas, konflik keluarga, hingga beban sosial yang tak berujung.
Di Indonesia, ancaman yang Semakin Dekat. Narkoba bukan lagi persoalan kota besar, Ia telah menyusup ke desa-desa, masuk ke sekolah-sekolah, dan menyasar usia yang semakin muda. BNN mencatat, pengguna narkoba di Indonesia didominasi oleh mereka yang berada di usia 15–35 tahun usia produktif yang menjadi tulang punggung pembangunan. Ketika generasi muda terjerat narkoba, yang terancam bukan hanya satu masa depan, tapi nasib bangsa secara keseluruhan.
Saatnya Berinvestasi dalam Pencegahan, tema global Hari Narkoba Internasional 2025 menyuarakan pesan kuat “The Evidence is Clear, Invest in Prevention, Break the Cycle, Stop Organized Crime.” (Bukti Sudah Jelas: Investasi pada Pencegahan, Putus Rantai Bahaya, Hentikan Kejahatan Terorganisir.)
Pencegahan adalah investasi terbaik. Bukan hanya dalam bentuk anggaran, tapi juga waktu, perhatian, dan kepedulian terutama terhadap generasi muda. Menyelamatkan satu anak dari jerat narkoba adalah menyelamatkan satu masa depan. Dan saat kita berhasil mencegah, kita juga turut memutus rantai pasokan, melemahkan jaringan pengedar, serta mengurangi kekuatan kejahatan terorganisir yang selama ini diuntungkan dari lemahnya sistem pencegahan.
Keluarga dan Masyarakat Garda Terdepan, pencegahan dimulai dari rumah. Keluarga adalah benteng pertama, dengan komunikasi yang hangat, kasih sayang yang cukup, dan pengawasan yang bijak. Di sekolah, guru berperan membentuk karakter dan memberikan edukasi tentang bahaya narkoba. Masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat juga memegang peranan penting dalam membentuk lingkungan yang sehat, religius, dan peduli terhadap sesama.
Program kampung bebas narkoba, penyuluhan rutin, serta penguatan nilai budaya dan keagamaan adalah contoh nyata dari benteng sosial yang mampu menahan laju peredaran narkotika di akar rumput.
Bergerak Bersama, Jangan Lengah, momentum Hari Narkoba Internasional bukan sekadar peringatan simbolik. Ia adalah momentum untuk bergerak bersama, menyalakan kesadaran kolektif, dan menyatukan langkah. Tidak cukup hanya mengandalkan aparat atau lembaga tertentu. Setiap keluarga, sekolah, dan komunitas harus ikut ambil bagian dalam perang panjang melawan narkoba.
Sebagaimana pepatah bijak mengingatkan “Lebih baik mencegah satu anak dari kecanduan narkoba, daripada menyembuhkan seribu pecandu yang sudah terjerat.”
Maka, mari mulai dari diri sendiri, dari rumah, dari lingkungan terdekat. Jadikan 26 Juni bukan sekadar tanggal di kalender, tetapi titik balik bagi kesadaran dan keberanian untuk melindungi masa depan. Agar generasi muda Indonesia bisa tumbuh, berkembang, dan bersinar tanpa narkoba.