• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Jangan Diam, Lawan dengan 5D!

27 April 2025

120 kali dibaca

Jangan Diam, Lawan dengan 5D!

Kasus pelecehan seksual bukan sekadar berita. Ia adalah kenyataan pahit yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Teranyar, publik dikejutkan dengan dugaan pelecehan yang dilakukan oleh dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad terhadap keluarga pasien. Kejadian ini mencederai rasa aman di tempat yang seharusnya paling melindungi seperti rumah sakit.

Di tempat yang seharusnya menjadi ruang aman—seperti rumah sakit, sekolah, atau kantor—kita berharap mendapat perlindungan, bukan ancaman. Ironisnya, justru orang-orang yang seharusnya menjaga dan melindungi, malah menjadi pelaku. Ketika kepercayaan disalahgunakan oleh mereka yang memiliki kuasa atau otoritas, rasa aman runtuh, dan korban kerap kali bungkam karena takut, malu, atau tidak dipercaya. Inilah mengapa penting bagi kita semua untuk membuka mata: bahwa pelecehan bisa terjadi di mana saja, bahkan di tempat yang paling tak kita duga.

Kita tidak boleh tinggal diam. Karena tidak ada satu pun manusia yang pantas dilecehkan. Yang salah adalah pelaku, titik. Hentikan budaya menyalahkan korban dengan dalih apa pun—cara berpakaian, situasi, atau relasi. Karena pelecehan adalah tindakan sepihak yang tak bisa dibenarkan.

Untuk itulah Gerakan 5D hadir: sebagai alat, sebagai pegangan, dan sebagai panggilan untuk kita semua. Metode ini telah terbukti sebagai cara aman, praktis, dan efektif dalam menghadapi pelecehan, baik sebagai korban maupun saksi.

 

Apa sih sebenarnya 5D itu? Ia bukan sekadar rangkaian huruf dan istilah teknis, 5D adalah bentuk perlawanan, jalan keluar, dan bukti bahwa kita tak harus menjadi penonton saat pelecehan terjadi di depan mata. Sebab, berdiam diri bukan pilihan. Kita semua bisa menjadi bagian dari solusi.

Inilah 5D: Lima Tindakan, Satu Tujuan

1. Dialihkan

Alihkan perhatian pelaku dengan interupsi halus—ajak bicara korban, jatuhkan barang, buat gangguan kecil.

2. Ditegur

Jika aman, konfrontasi langsung. Teguran singkat namun tegas bisa menghentikan tindakan tak pantas.

3. Dokumentasikan

Catat, rekam, atau simpan kronologi kejadian. Pastikan keamanan dan kerahasiaan korban tetap terjaga.

4. Dilaporkan

Arahkan korban untuk melapor atau bantu hubungi pihak berwenang. Jangan biarkan mereka melawan sendirian.

5. Ditenangkan

Berikan empati. Dukung korban secara emosional, dengarkan tanpa menghakimi, yakinkan bahwa mereka tidak bersalah.

Gerakan 5D adalah ajakan untuk membuka mata, bergerak, dan berdiri bersama. Karena setiap suara yang bersatu bisa menjadi dinding perlindungan yang kuat.

5D mengajarkan kita bahwa keberanian tak selalu harus lantang, kadang cukup dengan berpihak, cukup dengan hadir. Ia membuka mata kita bahwa membantu tak harus jadi pahlawan, cukup jadi manusia yang tak membiarkan kejahatan lewat begitu saja.

Pelecehan seksual bukan sekadar pelanggaran moral—ia adalah luka yang meninggalkan trauma mendalam. Tapi luka itu tak harus dibiarkan membusuk dalam diam. Kita semua punya suara, dan suara itu bisa menjadi pelindung, penggerak, sekaligus perlawanan. Saat kita memilih untuk peduli, untuk bertindak, untuk tidak lagi menyalahkan korban, di situlah perubahan bermula. Mari hentikan pelecehan, mulai dari keberanian terkecil dengan membela, mendengar, dan berdiri di sisi yang benar.