• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm

14 Desember 2010

450 kali dibaca

Masa Depan PesisirSelatan Di Balik Isu Bencana

Masa Depan PesisirSelatan Di Balik Isu Bencana
Oleh : YON AHMADIARSIH

Seorang ilmuan Jepang Masaaki Imai (2001) dalam bukunya “Kaizen, Kunci sukses Jepang Dalam Persaingan”, mengatakan bahwa setiap pandangan ke arah masa depan pada hakikatnya bergantung pada ketelitian pemahaman seseorang akan masa lalu. Bila kecenderungan-kecendungan pada masa lalu didefenisi secara tepat, orang akan memperoleh suatu kesinambungan (kaizen) kecenderungan-kecenderungan ini dalam masa depan. Tetapi tidak sebagai perkembangan-perkembangan dalam garis lurus. Beberapa kecendrungan menyangkal yang lain-lain, dan semunya mungkin melengkung ke atas atau ke bawah bergantung pada situasi kondisi atau keadaan. Lagi pula satu-satunya kepastian yang akan dapat kita ramal atau prediksi akan terjadi, yang barangkali secara drastis mengubah kecenderungan-kecenderungan ini. Masa depan tentu saja pada umumnya tidak jelas, tetapi dengan memandang tajam ke depan ke dalam dengan kabutnya, orang dapat melihat bidang-bidang masalah besar tertentu.
Salah satu bidang yang demikian terletak dalam masalah bencana alam, yang akhir-akhir ini selalu menimpa negeri ini dengan hebat secara estafet seperti telah terjadwal dan diprotokoli dengan pasti rentetan peristiwa yang terjadi. Tsunami di Aceh yang cukup dahsyat, Gempa di Sumatera Barat di pengujung tahun 2009, bajir bandang di Wasior, Tsunami di Mentawai, dan Merapi di Jogyakarta sangat membekas ke dalam benak kesadaran manusia negeri ini.
Dengan adanya isu-isu atau prediksi-prediksi bencana alam akhir-akhir ini dari para ahli baik secara keilmiahan maupun secara kepercayaan yang mencoba meraba-raba menebak apa yang akan terjadi selanjutnya di bumi ini, khususnya di Pesisir Selatan telah membuat heboh dan ketidak tenangan dalam masyarakat untuk melaksanakan aktifitas kehidupannya sehari-hari. Hal ini disebabkan petama dengan kurangnya kemampuan para pemimpin kita untuk dapat melaksanakan komunikasi ideal yang merujuk pada kearifan lokal dan baik diterima oleh masyarakat, sehingga tidak lagi menimbulkan kepanikan. Kedua, para pemimpin dan masyarakat kita dewasa ini hampir secara universal tidak lagi memiliki kearifan lokal (localgenius) karena mereka telah memandang apapun juga dalam bentuk wujud atau materi yang lazim kita kenal dengan materialisme. Para pemimpin dan masyarakat kita lebih banyak mengagungkan jabatan/pangkat, kekuasaan, harta, ketenaran, dan kegagahan. Semua itu dengan tanpa disengaja membawa mereka larut dan tenggelam dalam keduniawian yang mereka miliki, maka gempa. tsunami dan badai-badai lebih besar sekarang ini, akan mengakibatkan kehancuran yang jauh lebih besar ketimbang sebelumnya. Suatu hal yang sangat wajar kegilasahan manusia tentang bencana yang akan menimpa, kita harus menelaah secara terperinci apa yang harus kita perbuat dalam hal itu.Tetapi bencana-bencana alam yang cukup untuk mempengaruhi masa depan tampaknya sangat mustahil dan tidak demikian hebat mengancam ketimbang berbagai bencana yang mungkin dibuat sendiri oleh manusia.
Suatu bidang masalah besar untuk semua daerah adalah organisasi intern masyarakat, terutama masyarakat yang besar seperti Pesisir Selatan yang wilayahnya luas memanjang dari Padang sampai Bengkulu. Masyrakat modern amat sangat rumit untuk ditanggulangi, apalagi mereka telah mengenal teknologi informasi canggih dewasa ini, sehingga ada tanda-tanda akan menjadi tidak terkelola dan ambruk karena keruwetanya sendiri (Efendi Gozali,2000). Daerah-daerah demokrasi yang memerlukan pemilihan pimpinan dan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah yang amat sulit oleh masa rakyat yang banyak sekali, sungguh-sungguh tidak praktis dan sulit dijalankan, dan kesulitan-kesulitan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai batas akhir kemungkinan daerah ini dapat diatur dalam kondisi seperti ini. Mungkin sudah saatnya para pemimpin, elite, kaum intelektual muda dan masyarakat di Pesisir Selatan untuk menorehkan sejarah dalam upaya membagi daerah administrasi pemerintahan menjadi beberapa bagian kabupaten/kota.
Rezim-rezim yang lebih otoriter, yang menempatkan pengawasan masyarakat dan ekonomi di tangan beberapa gelintir orang, biasanya ternyata tidak efisien (Anthony Giddens,1984). Tetapi dalam bidang masalah yang khusus ini, tanpaknya Pesisir Selatan relatif mampu – barangkali yang paling mampu dari semua daerah yang besar-besar. Seperti yang kita lihat, Pesisir Selatan menaggulangi masalah pemekaran dengan cukup baik. Mungkin individualisme akan bertambah dan kemakmuran yang semakin dibutuhkan dewasa ini. Sektor pertanian dan kelautan yang menjadi kegelisahan munkin mengurangi efisiensinya dewasa ini. Tetapi secara menyeluruh masyarakat Pesisir Selatan dapat memandang ke depan dengan keyakinan yang berkenan dengan masalah-masalah pemekaran kabupaten menjadi beberapa bagian daerah administrasi pemerintahan. Dewasa ini pemekaran kabupaten adalah sebuah mimpi atau masa depan yang sangat menjanjikan bagi masyarakat Pesisir Selatan, meskipun dalam hal ini mungkin akan menghadirkan berbagai macam masalah nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa orang bahwa pemkaran wilayah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Bidang masalah yang besar berikutnya yang akan kita hadapi adalah terkait dengan masalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Di sini kita semua daerah pada akhirnya menghadapi kesulitan-kesulitan yang sama, tetapi beberapa di antaranya akan terancam ketimbang yang lain. Mungkin ada suatu daerah yang paling terancam dengan diberlakukannya pemekaran. Namun semua itu bukanlah bagian yang gawat dari masalah ini, seperti di banyak daerah lain. Hal ini membawa kita pada masalah kerjasama daerah tidak hanya sumber daya manusia dan sumber daya alam, tetapi juga mengenai perdagangan dan investasi serta keamanan dan ketentraman. Kerja sama daerah bergantung pada sikap daerah-daerah lain, tetapi ini merupakan di mana masyarakat kita sendiri tidak melaksanakannya sebaik yang seharusnya dilakukannya. Mereka harus insyaf akan kegagalan ini, tetapi mungkin tidak menyadari bahwa penyebab utama adalah perasaan ketersendirian dan keunikannya sendiri. Sejauh soal-soal masa depan Pesisir Selatan semuanya terletak dalam tangan masyarakat Pesisir Selatan sendiri, ini adalah masalah terbesar dari masalah-masalah yang harus dihadapi. Dugaan saya pribadi, berdasarkan sikap-sikap kaum intelektual muda Pesisir Selatan, adalah bahwa pada akhirnya mereka dengan baik akan memnuhi tantangan itu dan bahwa, bila malapetaka tidak menimpa kita, paling tidak itu bukanlah usaha atau perbuatan mereka sendiri.
Tulisan ini kami apresiasikan dan dedikasikan kepada pembaca khususnya masyarakat PesisirSelatan sebagai kado akhir tahun dari kami yang sedang mendalami ilmu pengetahuan di Kajian Wilayah Jepang Universtas Indonesia.(yon)