• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
PARIWISATA ITU LOGIKA EKONOMI, BUKAN SEKADAR ESTETIKA

17 November 2025

5 kali dibaca

PARIWISATA ITU LOGIKA EKONOMI, BUKAN SEKADAR ESTETIKA

Oleh: Suryatmono, S.Si  

Pesisir Selatan memiliki anugerah yang tak dimiliki banyak daerah lain, garis laut berlekuk indah, pulau-pulau perawan, serta kultur maritim yang kuat. Namun, di balik pesona itu, pemerintah daerah menghadapi kenyataan yang lebih keras, yaitu: anggaran terbatas, investasi yang belum pulih, pemilik lahan yang tak selalu sejalan, dan destinasi yang “cantik di poster tapi berat di operasional”. Karena itu, pertanyaannya menjadi sederhana namun menentukan: destinasi mana diprioritaskan? yang harus Dalam konteks ini, pembahasan bukan lagi tentang “mana yang paling indah”, melainkan “mana yang paling menghasilkan” dan “mana yang paling siap” untuk ditingkatkan menjadi destinasi mandiri. Tempat wisata yang bukan hanya menarik pengunjung, tetapi juga mengisi kas daerah, menciptakan lapangan kerja, dan membawa ekonomi lokal bergerak tanpa terus disubsidi oleh APBD.

1. Pantai Carocok: Batu Fondasi yang Tak Boleh Ditinggal Carocok Painan ibarat ruang tamu kabupaten. Ia sudah dikenal, sudah memiliki arus kunjungan stabil, dan sudah memiliki modal infrastruktur paling lengkap dibanding destinasi bahari lainnya. Namun, masalahnya adalah ketergantungan yang berlebbihan pada biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi, sementara retribusi yang masuk tidak sebanding. Solusi untuk Carocok bukan menambah bangunan atau “event musiman”, tetapi mengubah model bisnis atau perilaku insan pariwisata diasana: menertibkan aktivitas informal, membuat zonasi spending kegiatan yang menambah wisatawan, serta menggandeng pelaku usaha agar pemerintah tidak lagi menanggung semua ongkos operasional. Carocok harus dipertahankan sebagai ujung tombak, tapi tidak lagi menjadi pusat pengeluaran daerah.

2. Pulau Cingkuk : Berlian yang Perlu Disiplin dan Kepastian Tata Kelola P. Cingkuk sudah memiliki brand kuat sebagai ikon wisata bahari Painan. Namun, tarik-menarik kepentingan lahan dan belum stabilnya pola investasi menjadikannya “destinasi cantik yang rapuh”. Untuk naik kelas, P. Cingkuk butuh kepastian tata kelola: siapa mengelola, bagaimana pembagian pendapatan, siapa bertanggung jawab atas fasilitas wisata dan perlindungan lingkungan? Jika problem tata kelola dibereskan, P. Cingkuk bisa menjadi produk yang sangat menguntungkan yang menopang PAD dengan wisata baharinya. Jika tidak, ia hanya akan menjadi spot viral sesaat tanpa dampak ekonomi jangka panjang.

3. Pulau Semangki dan Pulau Pemutusan: Potensi Besar, Tetapi Biaya Akses Tinggi Kedua pulau ini adalah “surga tersembunyi” Pesisir Selatan. Tetapi dalam ekonomi pariwisata, lokasi yang indah tanpa akses mudah berarti biaya tinggi. Pelayanan angkutan perahu, standar keamanan, dermaga, SOP layanan wisata, hingga fasilitas dasar semuanya harus dipenuhi agar wisatawan mau datang ke lokasi dan tentunya itu semua mahal. Artinya, Semangki dan Pemutusan bukan prioritas “jangka pendek”. Keduanya lebih cocok sebagai “destinasi investasi” di rencana dan ditawarkan kepada investor swasta dengan model KPBU yang jelas. APBD terlalu kecil untuk mengembangkan pulau-pulau yang infrastrukturnya harus dibangun dari nol. Jika sudah ada investasi di sana harus ditindaklanjuti dengan hadirnya investor untuk mengelola secara penuh, dengan pola kerjasama yang saling menguntungkan dengan pemerintah.

4. Pulau Pulau di Kawasan Mandeh: Butuh Keberpihakan Strategis Kawasan Mandeh pernah digadang sebagai “Raja Ampat-nya Sumatera Barat”, tetapi berkembang kurang stabil karena belum fokus pada satu destinasi unggulan. Salah satu pulau yang ada di kawasaan Mandeh dapat menjadi kandidat terbaik untuk menjadi titik sentral pengembangan karena: (1) akses dari dermaga Mandeh relatif feasible, (2) potensi aktivitas wisata petualangan dan konsep berwawasan kelestarian lingkungan yang tinggi, (3) daya tarik alamnya kuat untuk wisatawan premium atau segmen pasar yang lebih mampu membayar mahal. Jika pemerintah daerah memilih satu destinasi untuk dipoles habis habisan, Pulau pulau kawasan Mandeh cocoknya bukan untuk wisata massal,

tetapi untuk pariwisata premium dan special. Kondisi demikian pulau diasana hanya akan bisa dilakukan jika dikelola secara bisnis, yang memiliki jaraingan simpul simpul pariwisata dunia, yang eksklusif, bukan dengan administrasi/birokrasi pemerintahan. Kapan Harus Mengambil Keputusan Berani? Kebijakan pariwisata tidak bisa mengandalkan logika “setiap destinasi harus dikembangkan sama rata”. Itu tidak realistis. Pemerintah harus mulai memakai pendekatan selektif:

1. Fokus pada destinasi yang paling siap menghasilkan PAD cepat, yaitu untuk Kawasan Pantai Carocok dan P. Cingkuk .

2. Dorong investor masuk untuk destinasi dengan tingkat risiko dan potensi keuntungan., dimana semakin besar risiko yang melekat pada sebuah instrumen investasi, semakin besar pula potensi keuntungan yang ditawarkannya atau high-cost high-return. Khusus untuk Semangki dan P. Pemutusan

3. Siapkan sebagai P. flagship premium, dan special-branding,

bukan destinasi wisata massal, khususnya untuk pulau pulau yang ada Kawasan Bahari Mandeh

4. Bangun tata kelola yang pasti, bukan hanya bangunan fisik. Pariwisata bahari hanya bisa mandiri jika mengikuti logika ekonomi, bukan sekadar estetika. Secara kompetitif Pesisir Selatan punya semua syarat untuk menjadi pemain utama wisata bahari Sumatera Barat. Yang diperlukan sekarang bukan mimpi baru, tetapi keberanian untuk memilih, dan konsistensi untuk mengembangkan pilihan itu sampai tuntas. Dalam pariwisata, destinasi yang setengah jadi tidak akan pernah menghasilkan apa-apa, selain tagihan perawatan yang terus menguras anggaran daerah. Terimakasih,

 

*Catatan: Penulis ASN Perencana, Tulisan sifatnya opini, tidak mewakili pihak mana pun.