Painan, Oktober ----
Pukat Harimau masih saja beraktivitas di wilayah laut Pesisir Selatan (Pessel)sejak lama sehingga mengurangi terhadap pendapatan nelayan tradisonal. "Diperkirakan puluhan unit pukat harimau beroperasi secara leluasa di sekitar wilayah tangkapan nelayan di kabupaten ini," kata seorang nelayan Pessel, Markis di Painan kemarin.
Dikatakan, para nelayan di sana mengeluhkan pendapatannya menurun karena beroperasinya kapal pukat harimau itu di bawah tiga mil di laut Pessel. Diharapkan pihak terkait agar menertibkan dengan waktu yang dekat supaya kerusakan laut Pessel tidak bertambah parah. Khusus di pesisir bagian paling ujung selatan kabupaten itu aktivitas kapal pukat harimau tersebut belum tersentuh oleh penegak hukum dan pihak lainnya dalam melakukan penertipan.
Akibat beraktivitasnya pukat harimau di daerah itu, nelayan tradisional khususnya di perairan laut bagian selatan kabupaten itu hingga kini perekonomian mereka dari nelayan tidak lagi berdaya sehingga banyak diantara mereka (nelayan) yang beralih profesi ke pekerjaan lain bahkan putus mata pencaharian.
Disinyalir sejumlah kapal pukat harimau bisa leluasa beroperasi hingga di bawah tiga mil laut karena oknum pemiliknya diduga sengaja memanipulasi data spesifikasi alat tangkap mereka. Mereka (nelayan pukat harimau) berasal dari luar daerah di kabupaten itu.
Kepala Dinas Kelautan dan Prikanan (DKP) Pesisir Selatan, Edwil Noer ketika dikonfirmasi Jumat (14/10) mengaku telah mengetahui aktivitas pukat harimau tersebut di pesisir kabupaten ini sejak lama, namun pihaknya belum bisa melakukan tindakan penertiban karena kapal operasional untuk itu masih mengalami kerusakan.
Jangankan di pesisir bagian ujung (Simungo), di Linggo Sari Baganti dan beberapa daerah pesisir lainnya di kabupaten ini banyak kapal pukat harimau beraktifitas, tapi apa boleh buat, kita belum bisa bergerak mengambil tindakan, karena kapal operasional DKP rusak, kata Edwil.
Ia menyebutkan, pengoperasian pukat harimau di wilayah tangkapan nelayan tradisional tersebut bertentangan dengan peraturan pemerintah, karena alat tangkap yang digunakan pukat harimau itu hanya boleh dioperasikan pada kawasan perairan di atas 10 mil dari garis pantai.
Aktivitas pukat harimau tersebut membuat populasi biota laut dan terumbu karang di sekitar perairan Pesisir Selatan semakin merosot, sehingga turut berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan tradisional di sekitar pesisir bagian selatan kabupaten itu.
Pukat harimau merupakan cara menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang sangat besar. Cara seperti itu dilarang oleh pemerintah karena ikan-ikan kecil yang tidak bisa dikonsumsi ikut terjaring sehingga merugikan nelayan tradisional dan merusak terumbu karang serta biota laut lainnya. "Kalau terumbu karang sudah rusak tentunya tidak ada tempat bagi ikan untuk berlindung, bermain atau berkembang biak," sebut Edwil.
Menurut Edwil, kapal pukat harimau yang beraktivitas di perairan laut kabupaten ini sudah berlangsung sejak lama. Beberapa waktu lalu pernah dilakukan penertiban oleh penegak hukum dan pihak terkait lainnya.
Kapal pukat harimau yang beroperasi di pesisir wilayah ini setidaknya ada 60-an unit, mereka datang dari Bantal Provinsi Bengkulu.(04)