Pentingnya peran media sosial dalam upaya diseminasi informasi program/ kegiatan saat ini mulai disadari oleh berbagai pihak, baik swasta maupun lembaga pemerintahan. Hal ini seiring dengan semakin berkembangnya pengguna internet baik di dunia khususnya di Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite mengungkapkan bahwa pada Januari 2021 lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah "melek" alias aktif menggunakan media sosial.
Dari jumlah total 274,9 juta penduduk di Indonesia, lebih kurang 170 juta diantaranya telah menjadi pengguna media sosial. Ini berarti, angka penetrasinya sekitar 61,8 persen. Jumlah tersebut terus meningkat sebanyak 27 juta atau 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara penetrasi internet hingga Januari lalu mencapai 73,7%. Pada tahun 2020 saja, pengguna platform media sosial Youtube sebanyak 88 ?ri 170 juta tersebut, disusul Facebook sebanyak 82% , Instagram sebanyak 79 %, disusul Twitter 56?n Tiktok 25%.
Besarnya pengguna sosial yang aktif itu pada awalnya agak mengkhawatirkan media arus utama (mainstream). Sebab semua warganet bisa menjadi penyampai informasi yang aktual dan cepat daripada media mainstream tersebut. Namun kenyataannya, munculnya hoax karena kurangnya kurasi dan literasi dari warganet menjadi kelemahan dari media sosial ini. Namun, pada perkembangannya terjadi semacam simbiosis mutualisme antara warganet dan media mainstream dalam memperoleh informasi dan berita. Warganet justru menggunakan media mainstream sebagai sumber informasi di media sosialnya demikian sebaliknya jurnalis media mainstream juga menggunakan media sosial sebagai sumber tulisan untuk beritanya.
Media sosial menjadi semakin penting posisinya bagi lembaga/instansi dan pejabat pemerintahaan untuk mengelola reputasi instansi. Namun rata-rata warganet yang memberikan sentimen negatif kepada kedua pihak diatas lebih sulit ditangani di media sosial daripada di media mainstream. Masih terjadi ketidaksamaan “Tone/nada” antara warganet dengan lembaga/instansi dan tokoh masyarakat. Tone/nada tersebut dapat berupa gaya bahasa, bentuk interaksi, maupun kekuatan keterikatan dan lain sebagainya. Untuk itu perlu taktik dalam menyamakan tone tersebut agar tercipta sebuah kesepahaman melalui pembuat opini.
Hampir semua Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini, tidak ada yang tidak melek media sosial. Sebagaimana kita ketahui dari data diatas bahwa lebih kurang 170 juta pengguna media sosial tersebut, 99,1 persen atau 168,5 juta penggunanya mengakses melalui gawai/smartphone. Dengan kata lain ASN juga termasuk didalamnya. Smartphone menjadi sesuatu yang lumrah bahkan penting bagi mereka. Ini sebenarnya bisa menjadi peluang bagi lembaga/instansi maupun pejabat pemerintahan dalam mengelola reputasi tersebut.
ASN yang menggunakan media sosial menjadi peluang karena “tone/nada” tersebut sama dengan warganet lainnya.Instansi dapat memanfaatkan mereka untuk menyampaikan pesan berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Ada beberapa alasan mengapa mereka efektif dalam menyampaikan pesan tersebut, pertama karena ASN kredibel menyampaikan informasi. Mereka tentunya memahami teknis program dan kegiatan yang dikerjakan lembaga/instansinya. Kedua mereka memiliki rasa memiliki dan tanggung jawab kepada lembaga/instansinya tersebut karena tugas atau penempatan mereka untuk bekerja di organisasinya. Ketiga , ASN dapat dibina menjadi agen komunikasi secara berkelanjutan dalam jangka panjang, pengalaman mereka bekerja di suatu lembaga/ instansi menjadi modal utamadalam menyampaikan pesan-pesan tersebut. Keempat, melalui sistem yang ada di kepegawaian ASN, mereka dapat saling membagi pengetahuan antar lembaga/instansi mengenai isu pesan untuk diseminasi program/ kegiatan.
Namun kesemua itu dapat berjalan jika instansi/ lembaga tersebut dapat memberikan semacam reward/ penghargaan kepada mereka. Walaupun ini dapat menjadi bagian dari salah satu tugas mereka, namun reward/ penghargaan ini menjadi sesuatu yang penting. Solusinya dapat berupa pemberian insentif khusus bagi ASN yang ditugaskan ini, atau bisa dalam bentuk promosi kenaikan jabatan, maupun rekomendasi dalam melanjutkan pendidikan. Jika diberdayakan dengan baik menjadi agen komunikasi ini, maka kesepahaman antara warganet , lembaga/instansi dan pejabat pemerintahan melalui pesan-pesan pembangunan dapat tercipta dengan baik. Siapkah kita menjadi agen komunikasi pemerintah?