• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Kebijakan Inklusif untuk Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Pesisir

27 Oktober 2025

5 kali dibaca

Kebijakan Inklusif untuk Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Pesisir

Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi, terutama di wilayah pesisir yang kehidupannya bergantung pada laut dan sumber daya alam sekitar. Di Kabupaten Pesisir Selatan, perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai penopang ekonomi keluarga melalui berbagai aktivitas produktif seperti mengolah hasil laut, berdagang di pasar tradisional, serta terlibat dalam kegiatan pertanian dan usaha mikro. Namun, di tengah besarnya kontribusi tersebut, perempuan pesisir masih menghadapi berbagai tantangan yang menghambat potensi mereka untuk berkembang secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang inklusif, berpihak, dan berkelanjutan agar perempuan di wilayah pesisir dapat berdaya dan berperan aktif dalam pembangunan daerah.

Kebijakan inklusif berarti kebijakan yang tidak diskriminatif dan membuka ruang partisipasi bagi semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan yang sering kali termarjinalkan dalam proses pembangunan. Dalam konteks Pesisir Selatan, kebijakan inklusif dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, pelatihan, modal usaha, dan peluang kerja. Selain itu, kebijakan tersebut juga harus mempertimbangkan kondisi sosial-budaya masyarakat pesisir yang kental dengan nilai tradisional, di mana peran perempuan sering kali dibatasi oleh norma-norma sosial yang mengakar kuat. Pendekatan yang sensitif terhadap budaya lokal menjadi penting agar program pemberdayaan tidak ditolak oleh masyarakat, tetapi justru diterima sebagai bagian dari perubahan sosial yang positif.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi perempuan pesisir adalah keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pelatihan keterampilan. Banyak perempuan di daerah pesisir yang putus sekolah karena faktor ekonomi, jarak, atau budaya yang menempatkan laki-laki sebagai prioritas dalam pendidikan. Padahal, peningkatan pendidikan perempuan menjadi kunci untuk membuka peluang yang lebih luas dalam dunia kerja maupun kewirausahaan. Pemerintah daerah perlu memperkuat kebijakan pendidikan inklusif yang menjangkau desa-desa pesisir melalui program beasiswa, pelatihan vokasi, dan pendidikan nonformal berbasis keterampilan. Misalnya, pelatihan pengolahan hasil laut, pengemasan produk lokal, serta penggunaan teknologi digital untuk pemasaran dapat menjadi langkah nyata dalam meningkatkan kapasitas perempuan pesisir.

Selain pendidikan, akses terhadap permodalan juga menjadi isu krusial dalam pemberdayaan perempuan. Banyak perempuan di Kabupaten Pesisir Selatan memiliki ide usaha yang potensial, seperti membuat produk olahan ikan, kerajinan tangan, atau usaha kuliner, tetapi terkendala modal dan akses terhadap lembaga keuangan formal. Di sinilah peran kebijakan pemerintah menjadi penting. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan modal dari BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari), dan pelatihan manajemen keuangan harus diarahkan secara inklusif kepada perempuan. Pemerintah daerah juga dapat berkolaborasi dengan lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang lebih ramah terhadap masyarakat kecil dan tidak menjerat dengan bunga tinggi. Pendekatan semacam ini tidak hanya memperkuat posisi ekonomi perempuan, tetapi juga membantu mereka keluar dari ketergantungan pada pihak-pihak informal seperti rentenir.

Dari sisi sosial dan budaya, pemberdayaan perempuan pesisir juga harus diarahkan untuk memperkuat kepercayaan diri dan peran mereka di ruang publik. Banyak perempuan di daerah pesisir masih menghadapi pandangan konservatif yang membatasi partisipasi mereka dalam kegiatan sosial dan pemerintahan. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan sosial yang mendorong perubahan mindset masyarakat tanpa menimbulkan resistensi. Misalnya, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh adat, pemuka agama, dan organisasi masyarakat dalam kampanye kesetaraan gender dan pentingnya peran perempuan dalam pembangunan nagari. Program seperti pelatihan kepemimpinan perempuan, pembentukan kelompok usaha bersama, atau forum perempuan nagari dapat menjadi wadah untuk memperkuat solidaritas dan partisipasi aktif kaum perempuan.

Sektor ekonomi kreatif dan digital juga membuka peluang baru bagi perempuan pesisir untuk berdaya. Dengan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial di pedesaan, perempuan kini memiliki akses untuk memasarkan produk mereka secara lebih luas. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pelatihan literasi digital agar perempuan pesisir mampu memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan usaha, seperti membuka toko online, menggunakan media sosial untuk promosi, atau berpartisipasi dalam platform pasar digital lokal. Selain memberikan pelatihan, kebijakan pemerintah juga perlu mendukung infrastruktur teknologi seperti jaringan internet yang merata di seluruh wilayah nagari. Dengan begitu, perempuan tidak hanya menjadi konsumen digital, tetapi juga produsen yang mampu bersaing di pasar daring.

Aspek perlindungan sosial juga menjadi bagian penting dalam kebijakan inklusif. Banyak perempuan pesisir yang bekerja di sektor informal tanpa jaminan sosial, seperti nelayan perempuan, pedagang kecil, atau pekerja rumah tangga. Mereka rentan terhadap guncangan ekonomi, bencana alam, maupun perubahan iklim yang memengaruhi hasil laut dan pertanian. Pemerintah daerah perlu memperluas cakupan program perlindungan sosial yang inklusif gender, seperti asuransi nelayan perempuan, bantuan sosial bagi ibu tunggal, serta layanan kesehatan ibu dan anak yang mudah dijangkau di daerah terpencil. Di sisi lain, kebijakan mitigasi bencana juga harus melibatkan perempuan, karena mereka sering menjadi kelompok yang paling terdampak saat bencana melanda wilayah pesisir.

Pemberdayaan perempuan juga tidak bisa dilepaskan dari dimensi lingkungan. Di Pesisir Selatan, perempuan memiliki kedekatan langsung dengan sumber daya alam karena mereka terlibat dalam aktivitas sehari-hari seperti mencari hasil laut, mengelola air bersih, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dengan melibatkan perempuan dalam program konservasi seperti penanaman mangrove, pengelolaan sampah, atau pertanian organik, kebijakan pemerintah tidak hanya memperkuat partisipasi perempuan tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan. Pendekatan ini sekaligus menciptakan model pembangunan berkelanjutan yang berbasis partisipasi dan kearifan lokal.

Untuk mewujudkan kebijakan inklusif yang efektif, sinergi antara berbagai pihak sangat diperlukan. Pemerintah daerah, organisasi perempuan, lembaga swadaya masyarakat, dunia pendidikan, dan sektor swasta harus bekerja sama dalam merancang program yang relevan dengan kebutuhan perempuan pesisir. Monitoring dan evaluasi kebijakan juga penting untuk memastikan bahwa program yang dijalankan benar-benar memberikan dampak positif dan tidak berhenti pada tataran seremonial. Keberhasilan pemberdayaan perempuan di Pesisir Selatan akan menjadi contoh nyata bahwa pembangunan yang adil dan inklusif dapat dicapai jika seluruh elemen masyarakat diberi ruang untuk berpartisipasi secara setara.

Dengan kebijakan yang berpihak, lingkungan sosial yang mendukung, serta akses terhadap pendidikan dan teknologi, perempuan di wilayah pesisir akan mampu menjadi agen perubahan bagi keluarganya, komunitasnya, dan daerahnya. Pemberdayaan perempuan bukan hanya tentang meningkatkan ekonomi, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih adil, berdaya, dan berkeadilan sosial. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki potensi besar untuk menjadi model daerah yang menerapkan kebijakan inklusif berbasis gender, di mana perempuan dan laki-laki berjalan berdampingan dalam membangun masa depan yang lebih baik untuk seluruh warganya.