• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm

22 Februari 2016

519 kali dibaca

Kerusakan Terumbu Karang Dan Manggrove Sudah Mengkuatirkan

Painan, Februari 2016    

Pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) melalui Dinas Keluatan dan Perikanan (DKP), terus melakukan penekanan terhadap kerusakan terumbu karang dan hutan manggarove.

Program penghijauan pantai dan pelestarian hutan mangrove, merupakan salah satu langkah strategis yang musti lakukan. Sebab bila dibiarkan begitu saja, maka kerusakan yang sudah mencapai angka 80 persen pada tahun 2013 lalu untuk jenis terumbu karang, dan 30 persen pada hutan manggrove, akan sulit dibendung.

Kepala DKP Pessel, Yozki Wandri mengatakan kepada pesisirselatan.go.id Senin (22/2) bahwa tiga tahun lalu tingkat kerusakan terumbu karang dan hutan manggrove di daerah itu sudah berada pada posisi yang cukup mengkuatirkan. Berkat pengawasan dan kesadaran masyarakat nelayan yang disertai dengan upaya pelestarian, membuat kekuatiran itu bisa diantisipasi.

" Tahun 2013 kerusakan terumbu karang di perairan laut Pessel, telah mencapai angka 80 persen dari luas kawasan laut yang ada. Kondisi ini juga dialami oleh hutan mangrove yang ketika itu juga sudah mencapai angka 30 persen pula. Karena akan memberikan dampak yang besar terhadap kelangsungan ekosistem yang ada di laut, maka perlu dilakukan penjagaan dan pelestarian , serta juga budidaya," katanya.

Dijelaskanya bahwa melalui program budidaya, pelestarian dan pengawasan yang sudah dilakukan, sehingga kekuatiran laju kerusakan semakin parah dapat ditekan.

" Kerusakan terumbu karang akan berdampak terhadap kelangsungan ekosistem yang ada di laut. Dari itu upaya pelestarian dengan cara tidak merusak serta mengembangkan kembali terumbu-terumbu  karang melalui rekayasa teknologi perlu dialkukan," katanya.

Ditambahkanya bahwa kerusakan terumbu karang yang sudah mencapai angka 80 persen dari total terumbu karang yang dimiliki oleh peisir patai Pessel pada tahun 2013 itu, sudah dilakukan penelitianya oleh Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta. Dari penelitian itu tergambar bahwa penyebeb kerusakanya karena ulah dan perilaku manusia sendiri yang tidak bertanggung jawab.

" Dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta, ternyata kerusakan terumbu karang yang sudah mencapai angka 80 persen itu akibat ulah masyarakat nalayan itu sendiri. Dalam mencari ikan, mereka melakukan jalan pintas dengan cara di racun dan bahan peledak. Cara itu jelas merusak ekosisten dan kelestarian ekositem yang ada termasuk terumbu karang itu sendiri," jelasnya.

Karena keberadaan terumbu karang merupakan hal penting yang harus dilestarikan agar keberlangsungan ekosistem laut tetap terjaga. Sehingga kepada masyarakat nelayan diminta untuk tidak lagi melakukan pengrusakan.

" Sebab jika terumbu karang sudah tidak ada lagi, ikan-ikan akan punah. Dampaknya adalah bagi nelayan itu sendiri, karena akan sulit untuk mendapatkan ikan dan lama-kelamaan akan mematikan sumber perekonomian," imbaunya.

Ditambahkanya bahwa khusus terumbu karang, pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan sudah melakukan upaya transpalansi. Langkah itu sudah dilakukan sejak tahun 2012, dengan tujuan agar terumbu karang yang sudah rusak bisa kembali pulih.

" Traspalansi atau pencangkokan terumbu karang sudah dilakukan dibeberapa titik disepanjang pesisir pantai daerah ini sejak tahun 2012 lalu. Ini dilakukan agar kerusakan terumbu karang bisa kembali pulih, termasuk kawasan yang terdapat disekitar perairan pulau Aua Kecamatan IV Jurai," terangnya.

Kondisi yang juga cukup memprihatinkan dan tidak kalah penting harus dilestarikan adalah hutan bakau atau Mangrove. Hingga saat ini kerusakanya sudah mencapai angka 30 persen pula, padahal keberadaanya sangat penting untuk menyanggah pantai dari ancaman abrasi.

" Luas hutan bakau atau mangrove yang tersisa saat ini tidak lebih dari 400 hektar lagi. Lahan yang tersisa itu juga sudah ada yang dibabat untuk keperluan sesaat oleh masyarakat pinggir pantai. Makanya pada luas lahan yang tersisa itu, hutanya tidak lagi lebat bahkan juga terancam punah," ujarnya.

Ditambahkanya bahwa titik kerusakan yang cukup parah terlihat diperairan pesisir pantai Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan Bantang Kapas, Sutera, Lengayang dan dibeberapa titik pula di Kecamatan Ranah Pesisir.

Karena kelestarian hutan manggrove perlu dijaga dan dilestarikan, sehingga kepada masyarakat diminta kesadaranya untuk tidak melakukan perusakan.

Disebutkanya bahwa pada tahun 2015 lalu pihaknya melalui bantuan pusat juga telah melakukan program penghijauan pantai seluas 15 hektare. Kegiatan program penghijauan pantai melalui penanaman cemara laut dan menggrove itu, dilakukan di empat lokasi.  

" Empat lokasi dengan total lahan seluas 15 hekter itu, terdapat di Pantai Ampiang Parak dan Pantai Sungai Sirah Kecamatan Sutera, serta Pantai Sumedang dan Pantai Nyiur Melambai di Kecamatan Ranah Pesisir. Sedangkan khusus di Pantai Amping Parak, luas kawasan yang sudah terhijaukan mencapai 7,7 hekter. Program ini dikembangkan melalui pemberdayaan kelompok masyarakat di empat lokasi ini," terangnya.

Karena akan memberikan manfaat yang besar terhadap kelangsungan ekonomi masyarakat nelayan dan juga terhadap kelestarian pesisir pantai, maka dia berharap agar masyarakat secara umum ikut menjaga tanaman yang telah dikembangkan itu. (05)