• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm

17 Juni 2025

179 kali dibaca

Laku Beradab: Jejak Adat Dalam Gerak Perempuan Minang

Laku Beradab: Jejak Adat Dalam Gerak Perempuan Minang

(Bagian 1: sumbang duduk)

Oleh: Suci Mawaddah Warahmah, S.Sos

Apa yang dianggap biasa di satu tempat, belum tentu layak di tempat lain. Begitulah cara adat Minangkabau memandang sumbang sebuah istilah yang tak sekadar berarti keliru, tetapi lebih pada perilaku yang janggal, terasa ganjil, dan tak sesuai dengan nilai yang diwariskan turun-temurun.

Dalam kebudayaan Minangkabau, dikenal satu pedoman tak tertulis yang sangat penting, terutama bagi perempuan: Sumbang Duo Baleh. Dua belas larangan halus ini bukan aturan hitam putih yang jika dilanggar langsung dihukum, melainkan penuntun etika dan tata krama yang diam-diam membentuk martabat. Tidak bersalah secara hukum, namun cukup untuk membuat seseorang ditegur secara halus, atau menjadi sorotan lirikan tetua.

Warisan ini datang dari tambo, nasihat yang diucap dari mulut ke mulut, dari orang tua kepada anaknya terutama seorang ayah kepada putrinya. Isinya pun sangat mendasar, seperti cara duduk, berdiri, berbicara, berpakaian, hingga cara menjawab pertanyaan. Namun jangan salah, dari hal-hal yang tampak sepele itulah sebenarnya terletak jati diri perempuan Minangkabau yang sesungguhnya.

Lahir dari akar budaya yang kental dengan nilai-nilai moral, Sumbang Duo Baleh sesungguhnya mencerminkan betapa tinggi penghormatan adat Minangkabau terhadap perempuan. Dalam sistem adat yang matrilineal, perempuan bukan hanya penjaga garis keturunan, tetapi juga simbol kehormatan keluarga dan kaum. Oleh karena itu, setiap gerak-gerik, ucapan, hingga sikap perempuan diatur dengan lembut melalui nilai-nilai sumbang ini. Bukan untuk mengekang, tapi untuk menjaga—agar perempuan tumbuh anggun dalam marwah, dan tidak terseret oleh pandangan yang bisa merendahkan harkatnya. Di balik larangan halus itu, ada pelukan budaya yang ingin melindungi, bukan menghukum.

Kini, di tengah arus zaman yang mengalir deras, warisan ini tetap punya tempatnya. Apalagi negara melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, telah menegaskan pentingnya menjaga adat dan nilai lokal sebagai bagian dari kekayaan bangsa. Maka menjaga Sumbang Duo Baleh bukan hanya soal menghormati leluhur, tapi juga tentang merawat akal budi di tengah perubahan.

Di tengah nilai-nilai luhur yang menjalin erat kehidupan masyarakat Minangkabau, setiap tindakan perempuan senantiasa dipandang sebagai cerminan harga diri keluarga dan kaum. Maka tak heran, bahkan perkara yang tampak sederhana seperti cara duduk pun tak luput dari perhatian adat. Sumbang duduak, salah satu dari dua belas sumbang yang diwariskan secara turun-temurun menjadi pengingat bahwa etika dimulai dari hal-hal kecil. Duduk tidak sekadar soal kenyamanan, tapi tentang adab, kewibawaan, dan kehormatan diri. Melalui lensa budaya, agama, dan psikologi, mari kita telusuri makna yang tersembunyi di balik cara seorang perempuan Minangkabau mengambil tempatnya di dunia.

Dalam pandangan adat Minangkabau, cara seseorang duduk mencerminkan kepribadian. Duduk sembarangan, apalagi di hadapan orang banyak, bisa dianggap sebagai sumbang duduak suatu perilaku yang dinilai janggal, tidak sopan, dan kurang beradab. Duduk yang sopan bagi perempuan minang kabau itu duduk basimpuah (Bersimpuh). Di pandang sumbang jika ia duduk Baselo (bersila) seperti laki-laki, duduk mancangkuang (Jongkok), duduk mangangkang (membuka kaki lebar) duduk Mengangkat kaki atau duduk dengan posisi yang mengundang perhatian berlebihan. semuanya dianggap melanggar kesantunan yang dijunjung tinggi.

Secara budaya, hal ini tidak lepas dari pandangan bahwa perempuan Minangkabau memikul kehormatan suku dan keluarga. Duduk yang santun dan anggun menjadi lambang dari budi pekerti yang baik, serta menunjukkan bahwa seseorang memahami posisinya di tengah masyarakat

Ditinjau dari sudut pandang psikologi sosial, cara duduk seseorang memberi pesan nonverbal yang kuat tentang sikap, nilai diri, dan bagaimana ia ingin dilihat oleh lingkungan. Duduk dengan posisi terbuka dan ceroboh dapat memberi kesan dominan, cuek, bahkan agresif, yang bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Bagi remaja perempuan, pembiasaan sikap duduk yang santun berperan dalam pembentukan citra diri yang positif serta pengendalian diri dua hal yang penting dalam perkembangan psikologis mereka.

Dalam Islam, adab dalam bertingkah laku sangat dijunjung tinggi. Rasulullah SAW sendiri dikenal sebagai pribadi yang memiliki adab terbaik, baik dalam berbicara, berjalan, maupun duduk. Dalam banyak hadis, Nabi mencontohkan tata cara duduk yang sopan, tidak menjulurkan kaki kepada orang lain, atau tidak duduk dalam posisi yang menunjukkan keangkuhan.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Bukhari). Duduk dengan adab, dengan sopan, merupakan bagian dari akhlak itu. Bahkan, dalam suasana majelis, seseorang dianjurkan untuk duduk dengan rendah hati, merapatkan barisan, dan memberi ruang bagi yang lain.

Maka Sumbang Duduak bukan perkara remeh. Ia adalah pintu masuk bagi penghormatan diri. Jika kita bisa memperbaiki cara duduk kita, mungkin kita juga sedang belajar memperbaiki cara hidup kita dengan tenang, sopan, dan menghormati orang lain.

Dengan demikian, sumbang duduak bukan sekadar larangan adat, tapi juga pembentukan karakter. Ia mengajarkan bahwa perempuan mulia bukan hanya karena pakaian atau gelarnya, melainkan karena tutur dan sikapnya dalam keseharian termasuk saat ia memilih untuk sekadar duduk.

Di tengah arus modernitas yang melaju tanpa henti, nilai-nilai kecil namun bermakna seperti sumbang duduak sering kali terabaikan. Padahal, dari cara seseorang duduk, kita bisa menilai seberapa dalam ia menghargai dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat Minangkabau, perempuan bukan hanya penjaga rumah, tapi juga penjaga martabat adat. Maka, tidak heran jika adat begitu cermat mengatur hal-hal yang tampak sederhana, namun sesungguhnya membentuk pondasi karakter.

Sumbang duduak mengingatkan kita bahwa etika bukan hanya soal apa yang diucapkan, tapi juga tentang bagaimana tubuh menyampaikan pesan. Duduk dengan anggun, menundukkan pandangan, menjaga postur, semua adalah wujud penghormatan pada diri, orang lain, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan.

Dan dari satu bentuk duduk yang benar, lahirlah generasi yang tahu diri, tahu tempat, dan tahu bagaimana bersikap. Itulah perempuan Minangkabau yang sejati anggun dalam diam, kuat dalam kesantunan.