Pesisir Selatan — Bunda Literasi Kabupaten Pesisir Selatan, Lisda Hendrajoni, menegaskan pentingnya peran keluarga sebagai pondasi utama dalam membangun budaya literasi sejak dini. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan bertajuk “Literasi Parenting: Menanamkan Budaya Literasi dalam Keluarga”, yang digelar pada Rabu (5/11).
Dalam pemaparannya, Lisda menjelaskan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga mencakup keterampilan berpikir kritis, memahami informasi, serta menggunakannya untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurutnya, literasi merupakan bekal penting dalam membentuk generasi yang cerdas, kreatif, dan memiliki daya saing tinggi.
“Literasi adalah fondasi utama untuk mencetak generasi unggul yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman,” ujar Lisda yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR RI tersebut. Ia menegaskan, pemahaman literasi harus diperluas sebagai kemampuan berpikir reflektif dan produktif dalam menghadapi tantangan kehidupan modern.
Lisda juga mengutip Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang menegaskan pentingnya literasi sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Ia menilai, sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, dan keluarga sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem literasi yang berkelanjutan.
Dalam kesempatan itu, Lisda menyoroti peran pegiat literasi sebagai motor penggerak dalam membangun minat baca masyarakat. Mulai dari Bunda Literasi di tingkat kabupaten hingga nagari, Duta Baca, dan pengelola Taman Bacaan Masyarakat, semuanya memiliki peran strategis dalam menginspirasi masyarakat untuk mencintai kegiatan membaca.
Lebih jauh, Lisda menekankan bahwa keluarga memiliki peran sentral dalam membentuk kebiasaan membaca anak. Menurutnya, orangtua merupakan pendidik pertama yang berpengaruh besar terhadap minat baca dan kemampuan literasi anak. Keteladanan orangtua dalam membaca dan berdialog dengan anak menjadi langkah awal membangun budaya literasi di rumah.
“Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Jika orangtua membiasakan membaca dan membacakan buku, maka kebiasaan itu akan tertanam kuat dalam diri anak,” ujarnya. Ia mendorong orangtua untuk menciptakan rutinitas literasi sederhana, seperti membaca sebelum tidur, berdiskusi ringan, atau menulis catatan harian bersama anak.
Lisda menilai, literasi parenting bukan sekadar kegiatan akademik, melainkan proses emosional yang mempererat hubungan keluarga. Aktivitas membaca bersama anak dapat menjadi momen menyenangkan sekaligus sarana menumbuhkan keakraban dan komunikasi positif antara orangtua dan anak.
Ia menegaskan bahwa membangun budaya literasi tidak dapat dilakukan dengan cara memaksa. “Budaya membaca akan tumbuh jika dilakukan dengan rasa senang. Ketika literasi menjadi bagian dari gaya hidup keluarga, maka manfaatnya akan dirasakan dalam jangka panjang,” katanya.
Menurut Lisda, literasi tidak hanya berkontribusi pada prestasi akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter, empati, dan kepekaan sosial anak. Anak-anak yang memiliki kemampuan literasi baik akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, berakhlak, dan mampu beradaptasi di berbagai bidang kehidupan.
Di akhir kegiatan, Lisda Hendrajoni mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menumbuhkan semangat literasi di Pesisir Selatan. Ia berharap gerakan literasi dapat menjadi bagian dari budaya masyarakat, bukan sekadar program sementara. “Mari jadikan literasi sebagai budaya hidup keluarga dan masyarakat, agar generasi mendatang tumbuh menjadi generasi literat yang siap menghadapi masa depan,” pungkasnya.