Painan, April ----
Penyelengaraan Ujian Nasional (UN) perlu untuk di evaluasi karena pelaksanaan UN disyaratkan untuk dilaksanakan bila standar nasional pendidikan yang lainnya telah terpenuhi. Hal ini menjadi temuan Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI). Karena itu Komite III DPD meminta Pemerintah untuk mengkaji ulang pelaksanaan ujian nasional (UN). Selama ini, penyelengaraan UN masih menuai perdebatan dari sejumlah kalangan, kata Ketua Komite III DPD-RI, Hadi Selamat Hoot ketika melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Pesisir Selatan, Kamis (29/3).
Selain itu, katanya, juga terdapat putusan Mahkamah Agung (MA) yang mempersyaratkan bahwa UN hanya dapat diselanggarakan bila standar nasional pendidikan lainnya telah terpenuhi, meski demikian, pemerintah tetap menyelenggarakan.
Kunker ke Pesisir Selatan yang diikuti anggota Komite III antara lain, Emma Yohana, Elviana, Darmayanti Lubis, Aidil Fiti Syah, Ahmad Jajuli, Lalu Supardan, Sofian Yahya serta Staf Ahli, Rahmat Irfansyah itu bertujuan untuk melakukan pemantauan penyelenggaraan UN yang akan dilaksanakan mulai 16 April mendatang.
Menurut Hadi, penyelenggaraan UN selama ini membawa implikasi terdapat berbagai kritikan dan distorsi.
Komite III DPD-RI yang memiliki salah satu tugasnya sebagai pengawasan di bidang pendidikan dan representasi daerah, berkomitmen melakukan evaluasi atas penyelenggaraan UN.
Hardi Selamat Hoot, juga menyorot sertifikasi guru yang mempersyaratkan seorang guru untuk sertifikasi harus mengajar 24 jam seminggu. Dengan jam mengajar 24 jam itu kapan lagi mereka (guru) dapat meluangkan waktu mendidik anak-anaknya, mempersiapkan materi pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran dan lainnya, ujar Hadi.
Kemudian, katanya lagi, sertifikasi guru juga harus memenuhi kualifikasi pendidikan S-1 atau D-IV. Sehingga para guru tua yang telah lama mengajar, namun tidak memenuhi kualifikasi pendidikan tersebut maka tidak bisa disertifikasi.
Ini yang jadi dilema, guru tua tersebut sudah memiliki pengalaman dan kebaktiannya juga sudah terukur sejak lama, namun karena mereka tidak S-1 atau D-IV maka mereka tidak mendapat sertifikasi, ujarnya.
Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai sejak tahun 2007 setelah diterbitkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Untuk tahun 2011 landasan yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan sertifikasi guru adalah Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2008 tentang guru.
Bagi sebagian besar guru, aturan tersebut cukup memberatkan. Di negara manapun, tidak ditemukan sertifikasi dalam jabatan. Yang ada hanya, sertifikasi sebelum jabatan. Makanya, DPD-RI meminta pemerintah melakukan kajian tentang sertifikasi guru tersebut.
Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan sertifikasi guru dan didukung dengan adanya kajian atau studi, maka dilakukan beberapa hal perubahan mendasar pada pelaksanaannya, termasuk proses penetapan dan pendaftaran peserta.(07)(07)Â