Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah berkali-kali diguncang oleh wabah penyakit menular yang bersumber dari hewan atau yang dikenal dengan istilah zoonosis. Pandemi COVID-19 menjadi peringatan keras bagi umat manusia bahwa hubungan antara manusia, hewan, dan lingkungan sangatlah erat dan saling mempengaruhi. Indonesia, sebagai negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan aktivitas manusia yang padat, memiliki potensi besar terhadap munculnya penyakit zoonosis baru. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah kini semakin serius menerapkan pendekatan One Health, sebuah strategi kolaboratif lintas sektor yang mengintegrasikan kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan untuk mencegah serta mengendalikan wabah di masa depan.
Zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Beberapa contoh penyakit zoonosis yang sudah dikenal di Indonesia antara lain rabies, flu burung, leptospirosis, dan antraks. Dalam konteks global, penyakit seperti Ebola, MERS, SARS, hingga COVID-19 juga berasal dari hewan. Meningkatnya mobilitas manusia, perdagangan satwa liar, serta kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan urbanisasi telah memperbesar risiko penularan penyakit tersebut. Hewan liar yang kehilangan habitatnya sering berinteraksi dengan manusia atau hewan ternak, sehingga virus yang semula hidup di alam bisa beradaptasi dan menyebar ke populasi manusia.
Pendekatan One Health hadir sebagai solusi strategis untuk mencegah terjadinya pandemi di masa depan. Konsep ini menekankan bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan ekosistem tempat keduanya hidup. Dengan kata lain, menjaga keseimbangan alam sama pentingnya dengan meningkatkan pelayanan kesehatan manusia. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah mengintegrasikan kebijakan One Health dalam berbagai program nasional. Kolaborasi ini melibatkan tenaga medis, dokter hewan, ahli lingkungan, akademisi, serta masyarakat untuk bersama-sama mendeteksi dan mengendalikan penyakit zoonosis sedini mungkin.
Salah satu langkah nyata pemerintah dalam menerapkan One Health adalah penguatan sistem surveilans terpadu antara sektor kesehatan manusia dan hewan. Melalui jaringan laboratorium dan pusat kesehatan hewan, pemerintah dapat mendeteksi munculnya penyakit baru di kalangan hewan sebelum meluas ke manusia. Misalnya, sistem deteksi dini flu burung yang dilakukan di peternakan unggas telah membantu mencegah penularan ke manusia. Selain itu, kerja sama antara Kemenkes dan FAO (Food and Agriculture Organization) juga mendorong pengembangan mekanisme pelaporan lintas sektor untuk memastikan informasi penyakit dapat disebarkan secara cepat dan akurat.
Selain surveilans, strategi One Health juga berfokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia di berbagai sektor. Pelatihan lintas disiplin diberikan kepada dokter, dokter hewan, petugas karantina, dan petugas lingkungan agar mampu bekerja sama dalam menangani kasus zoonosis. Pendekatan ini menciptakan komunikasi yang lebih efektif antarinstansi sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan secara terkoordinasi. Tidak hanya di tingkat pusat, pemerintah daerah juga mulai menerapkan sistem respons cepat jika ditemukan kasus penyakit menular yang berpotensi zoonosis. Hal ini sangat penting mengingat sebagian besar kasus pertama kali muncul di tingkat lokal sebelum berkembang menjadi epidemi.
Di sisi lain, perubahan perilaku masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan pencegahan zoonosis. Masih banyak praktik berisiko yang dilakukan masyarakat, seperti konsumsi daging hewan liar, penanganan hewan ternak tanpa perlindungan, serta pengelolaan limbah peternakan yang tidak higienis. Pemerintah bersama organisasi masyarakat dan media terus melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai bahaya zoonosis. Kampanye seperti vaksinasi hewan peliharaan, penggunaan alat pelindung saat berinteraksi dengan hewan, serta pentingnya menjaga kebersihan lingkungan menjadi bagian penting dari upaya pencegahan.
Sektor peternakan memiliki peran krusial dalam strategi ini. Peternakan yang sehat dan berstandar biosekuriti tinggi dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit. Oleh karena itu, pemerintah mendorong penerapan praktik peternakan berkelanjutan, termasuk pengawasan ketat terhadap peredaran hewan dan produk hewan. Program vaksinasi hewan ternak juga diperluas untuk mencegah penyakit seperti rabies, brucellosis, dan antraks. Dalam jangka panjang, penguatan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan aman menjadi bagian dari sistem kesehatan nasional yang tangguh terhadap ancaman zoonosis.
Lingkungan hidup juga tidak kalah penting dalam konteks One Health. Kerusakan hutan dan pencemaran air telah terbukti memperbesar peluang penularan penyakit dari hewan ke manusia. Oleh sebab itu, strategi pencegahan pandemi tidak hanya berbicara soal vaksin dan obat, tetapi juga konservasi lingkungan. Upaya rehabilitasi hutan, pengendalian perdagangan satwa liar, serta pengawasan terhadap penggunaan pestisida dan bahan kimia berbahaya merupakan langkah nyata dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan melindungi habitat hewan liar, kita juga melindungi diri dari potensi penyakit baru yang dapat muncul dari gangguan ekosistem.
Pandemi COVID-19 menjadi contoh nyata bagaimana lemahnya koordinasi dan sistem kesehatan global dapat berujung pada krisis besar. Pelajaran ini mendorong pemerintah Indonesia untuk memperkuat diplomasi kesehatan melalui kerja sama regional dan internasional. Indonesia aktif dalam berbagai forum global seperti WHO, OIE, dan ASEAN Health Sector Cooperation untuk berbagi informasi serta memperkuat kesiapsiagaan terhadap ancaman pandemi. Melalui mekanisme berbagi data lintas negara, deteksi dini terhadap potensi zoonosis dapat dilakukan lebih cepat dan efisien.
Tantangan penerapan One Health di Indonesia masih cukup besar. Koordinasi lintas sektor sering kali terhambat oleh birokrasi dan perbedaan prioritas antarinstansi. Selain itu, keterbatasan anggaran dan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil menjadi kendala serius dalam membangun sistem pencegahan yang tangguh. Namun, dengan adanya komitmen nasional yang kuat dan dukungan dari masyarakat internasional, implementasi One Health di Indonesia terus mengalami kemajuan.
Ke depan, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan kebijakan berbasis bukti ilmiah dalam mengelola risiko zoonosis. Pendanaan riset untuk identifikasi virus baru dan pengembangan teknologi vaksin lokal harus ditingkatkan. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat berperan aktif dalam memberikan rekomendasi kebijakan yang adaptif terhadap perubahan lingkungan dan pola interaksi manusia-hewan. Tidak kalah penting, partisipasi masyarakat perlu terus digalakkan karena pencegahan zoonosis dimulai dari perilaku sehari-hari yang sehat dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Pada akhirnya, strategi One Health bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tenaga kesehatan, melainkan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Konsep ini mengajarkan bahwa keseimbangan antara manusia, hewan, dan alam merupakan fondasi utama bagi keberlanjutan kehidupan. Dengan menguatkan sinergi lintas sektor, memperkuat sistem kesehatan, dan menjaga kelestarian lingkungan, Indonesia dapat lebih siap menghadapi ancaman wabah di masa depan. Kewaspadaan terhadap zoonosis harus menjadi bagian dari budaya nasional dalam menjaga kesehatan publik. Sebab, mencegah satu wabah bukan sekadar menyelamatkan generasi saat ini, tetapi juga melindungi masa depan umat manusia dari pandemi berikutnya.