Ini adalah tulisan kedua saya mengenai pariwisata halal. Sudah hampir 2 tahun sejak tulisan pertama saya diterbitkan pada halam ini. Pada tulisan pertama dulu saya mengkritik pemahaman bias salah seorang tokoh politik di Sumatera Barat tentang konsep dari pariwisata halal di Sumatera Barat. Adapun di Sumatera Barat sendiri telah dituangkan kedalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pariwisata Halal. Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga S.Uno secara simbolis melakukan pencanangan pariwisata halal di Mesjid Samudera Illahi pada tanggal 23 April 2021 sebagai tanda dimulainya agenda tersebut di Kabupaten Pesisir Selatan.
Pengembangan pariwisata halal Indonesia menjadi salah satu program prioritas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sudah dilaksanakan sejak lima tahun yang lalu. Berdasarkan data GMTI 2019 menunjukkan bahwa hingga tahun 2030, jumlah wisatawan muslim diproyeksikan akan menembus angka 230 juta di seluruh dunia. Pada tahun tersebut, sebanyak 200,3 juta perjalanan telah dilakukan oleh wisatawan Muslim global dengan pengeluaran mengalami kenaikan sebanyak 2,7 persen menjadi 194 miliar dolar AS. Berdasarkan pada target capaian 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang harus diraih di tahun 2019, kementerian ini menargetkan 25% atau setara 5 juta dari 20 juta wisman adalah wisatawan muslim dari konsep pengembangan pariwisata halal di Indonesia.
Pesisir Selatan sendiri mengambil peluang dari pengembangan pariwisata tersebut.Menurut Bupati Pesisir Selatan Dr. Rusma Yul Anwar, pihaknya secara konsisten mengembangkan kawasan wisata yang ada di Pesisir Selatan dari waktu ke waktu.Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan berupaya dalam pengembangan amenitas (fasilitas pendukung) dan atraksi yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan. Pembangunan masjid terapung Samudera Illahi merupakan upaya untuk melayani pengunjung wisata khusus yang beragama Islam dalam menunaikan ibadah. Ini adalah merupakan salah satu bukti Pesisir Selatan konsisten dengan pariwisata halal.
Konsep pengembangan pariwisata halal Indonesia sendiri merupakan konsep wisata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan pengalaman wisata muslim. Indonesia sbg negara muslim terbesar berpotensi utk menjadi leader dalam industri wisata halal dunia. Namun persepsi masyarakat Indonesia sendiri mengenai wisata halal masih belum sepenuhnya sepenuhnya benar. Sebagian besar masih menganggap bahwa wisata halal adalah suatu hal yang eksklusif dan hanya ditujukan utk muslim saja. Inilah yang menjadi tugas kita bersama khususnya pelaku wisata muslim untuk meluruskan pemahaman bahwa pariwisata halal bukan mau mengekslusifkan. Ini penambahan amenitas, agar wisatawan muslim pun merasa puas berwisata di destinasi tersebut. Konsep itu diantaranya: layanan makanan dan minuman halal, fasilitas ibadah berkualitas, toilet bersih dengan air memadai, bebas dari islamophobia, memberi nilai manfaat sosial, program ramadan, pengalaman unik bagi wisatawan muslim, bebas dari aktivitas non halal, penyediaan area rekreasi dengan privasi.
Sebagai daerah dengan mayoritas muslim, kiranya perlu memahami lebih luas tentang konsep wisata halal ini. Pesisir Selatan memiliki semua komponennya yang membuat para wisatawan terkesan, suara azan yang bersahutan pada waktunya, infrastruktur yang memiliki nilai sejarah, keramahtamahan masyarakat, upacara perkawinan, kuliner halal yang beragam dan tentunya alam yang indah. Materi konsepnya sudah ada, tinggal bagaimana mengemas semua itu menjadi sebuah perjalan wisata yang terpadu dan mendapat dukungan aksesibilitas, setidaknya wisatawan yang berkunjung bisa menikmati daerah kita selama 3-4 hari. Dapat dibayangkan pergerakan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita.
Pengembangan desa/ nagari wisata di beberapa titik dapat menjadi alternatif pengembangan pariwisata di Pesisir Selatan. Beberapa kajian tentang pariwisata mengatakan, bahwa segmentasi/ trend pariwisata ke depan pasca pandemi Covid-19 ini akan lebih kepada localize atau wisatawan memilih destinasi yang jaraknya tidak terlalu jauh. Personalize atau wisatawan akan lebih memilih jenis pariwisata pribadi atau hanya dalam lingkup keluarga. Customize atau berwisata dengan pilihan minat khusus seperti wisata berbasis alam, dan smaller in size atau pariwisata dengan jumlah pengunjung di setiap destinasi wisata yang tidak terlalu masif. Semua konsep tersebut sangat cocok dan dapat diterapkan di desa/nagari wisata. Yang perlu segera dilakukan adalah bagaiman instansi terkait dapat memetakan nagari yang akan dijadikan sebagai lokasi pengembangan desa wisata tersebut.
Kita harus bisa membentuk nagari-nagari wisata tersebut sebagai salah satu kekuatan pariwisata nasional sehingga dapat membuka lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat melalui atraksi berbasis narasi (storynomic tourism). Mengapa? Karena perkembangan media sosial mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat, dimana dia tidak hanya menampilkan foto-foto di media sosial tetapi juga bisa membuat cerita/ narasi tentang pengalamannya di daerah wisata yang dikunjunginya itu.
Konsep pariwisata halal dengan pembentukan desa/nagari wisata dapat dijadikan sebagai sebuah solusi pasca pandemi Covid-19 nanti. Karena perubahan yang terjadi dimana wisatawan akan lebih memilih destinasi ke tempat terbuka. Pertanyaannya siapkah kita membuat konsep yang tepat untuk mewujudkan itu semua? Mungkin bisa jadi renungan lagi bagi semua pihak terkait. Mari wujudkan pariwisata halal ini. Wisata halal di Pesisir Selatan,kenapa tidak?