Terletak di pesisir Kecamatan Sutera, Nagari Amping Parak membentang di wilayah seluas lebih dari 2.800 hektare. Nagari ini berada pada ketinggian sekitar lima meter dari permukaan laut, wilayah ini memiliki curah hujan antara 1.000–3.000 mm per tahun dengan suhu rata-rata 28–34°C. Kondisi geografis ini menjadikannya daerah yang subur, tetapi juga rentan terhadap abrasi dan perubahan iklim.
Namun, di tengah tantangan itu, Amping Parak justru tampil sebagai pelopor. Nagari ini dikenal sebagai desa wisata pertama di Indonesia yang mengintegrasikan pariwisata dengan pengurangan risiko bencana (PRB). Inovasi tersebut dituangkan dalam regulasi nagari dan rencana induk pengembangan pariwisata yang berpihak pada pelestarian lingkungan. Dengan konsep itu, Amping Parak bukan hanya destinasi untuk berlibur, tetapi juga laboratorium hidup yang menunjukkan bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan alam secara berkelanjutan.
Baru-baru ini, langkah hijau kembali dilakukan. Telkom Regional Sumbar–Jambi bersama masyarakat Amping Parak melaksanakan penanaman ratusan bibit mangrove di sepanjang garis pantai nagari tersebut. Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Telkom dalam membangun desa digital berwawasan lingkungan, sejalan dengan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang berfokus pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi.
Bagi masyarakat pesisir, mangrove bukan sekadar pohon. Ia adalah benteng hidup dari abrasi, tempat berkembang biak biota laut, sekaligus penyerap karbon alami yang membantu menekan dampak pemanasan global. Menanam mangrove berarti menanam kehidupan baru bagi laut dan daratan.
General Manager Telkom Witel Regional Sumbar–Jambi, Muhammad Ihsan, menyebut kegiatan ini sebagai wujud nyata komitmen Telkom dalam menghadirkan nilai keberlanjutan bagi masyarakat.
“Melalui program ini, kami ingin mendorong masyarakat pesisir untuk tumbuh bersama, menjaga alam sambil mengembangkan potensi ekonomi melalui desa digital dan ekowisata yang berkelanjutan,” ujarnya.
Kegiatan ini tidak hanya menanam pohon, tetapi juga menumbuhkan kesadaran lingkungan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem pantai menjadi bagian penting dari program, sekaligus memperkuat fondasi ekonomi hijau berbasis ekowisata.
Amping Parak tidak lahir dari proyek besar, melainkan dari semangat peduli. Komunitas Pokmaswas Peduli Lingkungan menjadi motor penggerak perubahan dengan langkah kecil namun konsisten. Mereka menanam, menjaga, dan mendidik hingga akhirnya karya nyata itu mendapat pengakuan nasional.
Pada tahun 2024, Nagari Amping Parak meraih penghargaan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) sebagai bukti keberhasilan masyarakat lokal dalam menjaga keseimbangan antara konservasi dan ekonomi.
Wakil Bupati Pesisir Selatan, Dr. Risnaldi Ibrahim, menyampaikan apresiasi atas sinergi yang terjalin.
“Kelompok ini dulunya mungkin tidak dianggap, namun mereka terus berbuat hingga akhirnya berjaya. Kini mereka mengharumkan nama daerah dengan kerja nyata,” ujarnya.
Kolaborasi dengan Telkom menghadirkan dimensi baru: penguatan teknologi digital di kawasan wisata. Dengan dukungan digitalisasi, promosi daring, serta pelatihan bagi pelaku wisata lokal, Amping Parak kini bergerak menuju model ekowisata modern yang tetap berakar pada nilai konservasi.
Langkah ini juga mendukung visi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dalam mewujudkan Nagari Pandai Digital, sebuah program yang diinisiasi oleh Bupati Hendrajoni untuk memperluas jangkauan digital hingga ke pelosok nagari.
Wakil Bupati berharap, sinergi dengan Telkom dapat mengatasi persoalan blank spot di sejumlah wilayah pesisir sehingga pemerataan akses teknologi bisa terwujud.
“Melalui Telkom, kami berharap daerah pesisir tak hanya terlindung dari abrasi, tetapi juga terhubung dengan dunia melalui jaringan digital yang inklusif,” tutur Dr. Risnaldi.
Kisah Amping Parak memberi pelajaran bahwa pembangunan berkelanjutan harus berpijak pada kesadaran kolektif. Teknologi dan alam bukan dua kutub yang berlawanan, tetapi dua kekuatan yang saling melengkapi.
Di sini, wisata bukan sekadar hiburan, melainkan ruang belajar. Mangrove bukan sekadar tumbuhan, tetapi simbol ketahanan dan harapan.
Setiap bibit mangrove yang tumbuh di pesisir Amping Parak menyimpan pesan sederhana namun dalam: bahwa masa depan hijau dan tangguh hanya bisa tumbuh dari tangan-tangan yang peduli.