Menjelang Pilkada serentak 2024, isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi semakin krusial, terutama dalam menjaga integritas proses demokrasi di Kabupaten Pesisir Selatan tidak terkecuali, di mana peran ASN sebagai pelayan publik yang netral harus ditegakkan dengan ketat. Perhatian besar tertuju pada pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam konteks demokrasi yang sehat, netralitas ASN adalah salah satu pilar utama untuk memastikan bahwa proses pemilu berjalan dengan adil, jujur, dan bebas dari intervensi birokrasi.
ASN merupakan tulang punggung pemerintahan yang memiliki peran strategis dalam melaksanakan kebijakan publik. Ketika ASN terlibat dalam politik praktis, khususnya dalam mendukung salah satu calon, hal ini dapat menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilu. Tidak hanya merusak integritas pemilu, keterlibatan ASN dalam politik praktis juga dapat menimbulkan konflik kepentingan yang merugikan masyarakat luas.
Menjelang Pilkada, tantangan yang dihadapi oleh ASN dalam menjaga netralitas semakin berat. Tekanan politik dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar birokrasi, sering kali menjadi ujian tersendiri. Tidak jarang, ASN dihadapkan pada dilema antara mempertahankan netralitas atau mengikuti arahan atasan yang memiliki afiliasi politik tertentu.
Di Kabupaten Pesisir Selatan, Sekretaris Daerah Kabupaten Pessel, Mawardi Roska, menegaskan bahwa ASN tidak boleh terlibat dalam politik praktis atau menunjukkan keberpihakan selama proses Pilkada berlangsung. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan profesionalisme ASN dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik.
Mawardi dengan tegas mengingatkan bahwa ASN di jajaran Pemkab Pessel harus menjauhi segala bentuk keterlibatan dalam kampanye politik. Menurutnya, kampanye aktif bersama kandidat adalah tindakan yang jelas melanggar aturan mengenai netralitas ASN. Jika seorang ASN terbukti melanggar aturan ini, sanksi yang diberikan tidak hanya berupa teguran. Mawardi menegaskan bahwa konsekuensi hukum bisa berupa hukuman pidana, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Aturan tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 494, yang menyatakan bahwa ASN, anggota TNI dan Polri, Kepala Desa, Perangkat Desa, serta anggota Badan Permusyawaratan Desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye dapat dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 12 juta. Selain itu, netralitas ASN juga telah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Namun, Mawardi meyampaikan jika ada ASN yang ikut mendengarkan kampanye hal tersebut masih normatif, asalkan tidak terlibat aktif. "Kalau sekedar mendengarkan kampanye itu masih wajar, karena ASN juga memiliki hak politik. Asalkan jangan ikut terlibat aktif, seperti ikut memberikan orasi, ikut yel-yel ataupun ikut terlibat mengumpulkan dan menggerakkan massa," jelasnya. Pernyataan ini menjadi pengingat penting bagi seluruh ASN di Pesisir Selatan agar tetap menjaga netralitas dan fokus pada tugas utama mereka, yakni melayani masyarakat tanpa memihak salah satu kontestan politik.
Mengingat tantangan yang ada, ASN dituntut untuk tetap berpegang pada prinsip profesionalisme dan integritas. Mereka harus menghindari segala bentuk tindakan yang dapat ditafsirkan sebagai keberpihakan politik. Hal ini termasuk tidak ikut serta dalam kampanye, tidak menggunakan atribut yang mendukung salah satu calon dan tidak terlibat dalam aktivitas politik yang dapat mencederai netralitasnya.
Sekretaris Kabupaten Pesisir Selatan, Mawardi Roska, menegaskan kepada ASN di wilayahnya untuk tidak terlibat politik aktif dalam Pilkada 2024. Ia menyebutkan bahwa keterlibatan ASN dalam kampanye politik dapat berakibat pada sanksi pidana, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Pemerintah, melalui instansi terkait seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), memiliki peran penting dalam memastikan netralitas ASN selama Pilkada. Pengawasan yang ketat serta sanksi tegas bagi pelanggar harus diberlakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Selain itu, sosialisasi mengenai pentingnya netralitas ASN juga harus terus digencarkan. ASN harus diberikan pemahaman yang mendalam mengenai konsekuensi hukum dan etika jika mereka terlibat dalam politik praktis.
Menjaga netralitas ASN menjelang Pilkada 2024 adalah tugas bersama yang membutuhkan komitmen tinggi dari setiap ASN, dukungan dari pemerintah, serta pengawasan yang efektif. Dengan memastikan ASN tetap netral, kita bisa mendukung terwujudnya Pilkada yang demokratis, adil, dan berintegritas, yang pada akhirnya akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Indonesia.