Dunia digital ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi, ia memberi akses tanpa batas terhadap pengetahuan dan hiburan. Namun di sisi lain, ia juga menyimpan bahaya yang tidak selalu terlihat, terutama bagi anak-anak. Tanpa perlindungan yang tepat, internet bisa menjadi ruang yang membahayakan tumbuh kembang generasi muda.
Menyadari tantangan tersebut, pemerintah pusat melalui enam kementerian menandatangani Nota Kesepahaman pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak, atau yang lebih dikenal sebagai PP TUNAS, (31/7). Langkah ini menjadi tonggak penting dalam upaya menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ramah bagi anak-anak Indonesia.
Apa Itu PP TUNAS?
PP TUNAS merupakan regulasi pemerintah yang dirancang untuk melindungi anak-anak dari risiko dunia digital. Aturan ini mewajibkan setiap platform digital atau Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk melakukan verifikasi usia pengguna, agar anak-anak tidak dengan mudah mengakses layanan yang belum sesuai dengan tahapan perkembangan mereka.
PP TUNAS merupakan singkatan dari Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Peraturan yang diterbitkan pada tahun 2025 ini menjadi wujud komitmen pemerintah Indonesia dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman, sehat, dan ramah bagi anak-anak. Indonesia semakin memperkuat komitmen tersebut melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 yang secara resmi ditetapkan pada 28 Maret 2025 dan mulai berlaku pada 1 April 2025.
Regulasi ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi negara dalam melindungi anak-anak dan kelompok rentan di dunia maya, serta menghadirkan ruang digital yang tidak hanya aman, tetapi juga sehat dan berkeadilan. Di tengah semakin intensifnya penggunaan internet oleh anak usia dini, PP TUNAS hadir sebagai respons nyata terhadap kebutuhan mendesak untuk memastikan anak-anak tetap terlindungi, bahkan ketika mereka berselancar di dunia maya.
Selain itu, PP TUNAS mengatur kewajiban penyedia platform untuk menghadirkan pengamanan teknis yang mampu menyaring konten berdasarkan usia, serta mencegah paparan terhadap materi yang bersifat negatif seperti kekerasan, pornografi, pelecehan daring, hingga bentuk-bentuk eksploitasi digital. Dengan adanya regulasi ini, negara berharap ruang digital menjadi tempat yang lebih aman dan ramah untuk anak tumbuh dan belajar.
PP TUNAS memberi kewenangan pada pemerintah untuk memberikan sanksi administratif, bahkan pemutusan akses terhadap platform digital yang tidak ramah anak. Regulasi ini disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 28 Maret 2025 dan mulai dijalankan secara lintas sektor oleh kementerian terkait.
Mengapa Masyarakat Perlu Tahu?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, dan 35,57 persen lainnya sudah mengakses internet. Fakta ini mencerminkan bahwa paparan digital pada anak sudah sangat tinggi, bahkan sejak usia yang sangat muda.
Sayangnya, banyak anak berselancar di internet tanpa pendampingan orang dewasa. Akibatnya, mereka rentan terpapar berbagai risiko seperti konten kekerasan, pornografi, informasi palsu (hoaks), cyberbullying, hingga pelecehan digital. Beberapa bahkan menjadi korban eksploitasi dan perdagangan anak secara daring. Di sinilah pentingnya peran semua pihak, bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga masyarakat daerah, termasuk di Daerah.
Orang tua memiliki peran penting dalam mengawasi, mendampingi, dan membatasi waktu anak dalam menggunakan gawai. Membuka ruang dialog dan membangun rasa aman di rumah menjadi fondasi agar anak tidak sembunyi-sembunyi dalam aktivitas daringnya.
Di lingkungan sekolah, guru dapat mengintegrasikan literasi digital dalam pembelajaran agar anak-anak tidak hanya pandai menggunakan teknologi, tetapi juga paham bagaimana bersikap bijak dan bertanggung jawab saat berselancar di internet.
Sementara itu, masyarakat dan komunitas dapat menciptakan suasana sosial yang mendukung tumbuh kembang anak dengan mendorong interaksi langsung, permainan tradisional, dan ruang terbuka yang lebih sehat daripada layar gawai.
Pemerintah daerah juga memiliki peran strategis dalam menerjemahkan semangat PP TUNAS ke dalam kebijakan lokal. Mulai dari menghadirkan ruang publik yang ramah anak, menyelenggarakan pelatihan digital bagi orang tua, hingga mendorong kampanye edukatif yang menyentuh lapisan masyarakat paling dasar.
Dalam sambutannya saat penandatanganan nota kesepahaman, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa perlindungan anak di ruang digital bukan tanggung jawab satu pihak.
"Hari ini menjadi langkah nyata kolaborasi lintas sektor sesuai pesan Presiden agar kita selalu kompak dalam melindungi anak Indonesia di ruang digital," ujarnya dalam acara Festival Lindungi Anak di Era Digital: Digital Aman, Anak Hebat di TMII, Jakarta Timur (31/7/2025).
Meutya juga menegaskan bahwa seperti halnya mengemudi yang membutuhkan usia minimal, penggunaan sosial media pun seharusnya memiliki batas usia tertentu demi keselamatan anak-anak di ruang digital yang kompleks dan kadang menyesatkan.
Dengan hadirnya PP TUNAS, perlindungan anak di ruang digital kini memiliki payung hukum yang jelas dan mekanisme pengawasan yang lebih tegas. Namun, keberhasilan regulasi ini tidak hanya ditentukan oleh aturan di atas kertas, melainkan oleh kesadaran dan keterlibatan semua pihak dalam menerapkannya. Kolaborasi antara pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat menjadi kunci agar ruang digital benar-benar menjadi tempat yang aman, sehat, dan bermanfaat bagi generasi penerus bangsa. Sebab pada akhirnya, masa depan digital Indonesia bergantung pada bagaimana kita menjaga anak-anak hari ini.