• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Nilai Tawar Petani Lemah di Pessel, Pabrik CPO Hanya Mampu Mengakomodir 3 Persen Hasil Panen Masyarakat

30 September 2022

343 kali dibaca

Nilai Tawar Petani Lemah di Pessel, Pabrik CPO Hanya Mampu Mengakomodir 3 Persen Hasil Panen Masyarakat

Pesisir Selatan--Lemahnya nilai tawar petani kelapa sawit di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) membuat gairah ekonomi masyarakat pemilik lahan di daerah itu hingga saat ini masih lemah dan, sulit bangkit.

Hal itu bukan saja akibat dari kualitas sebagian panen Tandan Buah Segar (TBS) petani yang dinilai masih rendah, namun juga akibat dari masih terbatasnya jumlah pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO).

Hal itu disampaikan Bupati Pessel, Rusma Yul Anwar, dengan didampingi Kepala Dinas Pertanian, Madrianto, saat melakukan kunjungan ke Kecamatan Pancung Soal, Jum'at (30/9) siang.

Disampaikannya bahwa pihaknya melalui Dinas Pertanian, pedagang sawit, anggota DPRD Pessel, serta juga pihak terkait lainnya sudah beberapa kali duduk bersama melakukan pembahasan dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Duduk bersama itu dilakukan dalam hal penetapan harga.  Namun upaya itu tidak membuahkan hasil karena lemahnya nilai tawar petani akibat terbatasnya pabrik pengolahan CPO. Di Samping terbatas, 5 pabrik CPO yang ada di Pessel juga merupakan milik dari dua perusahaan, dengan kepemilikan lahan inti dengan luas masing-masing mencapai puluhan ribu hektar. Dua Perusahaan itu adalah PT Incasi Raya, dan PT Kemilau Permata Sawit," ujarnya.

Karena inti dari persoalan rendahnya nilai tawar petani itu akibat minimnya pabrik CPO, serta juga hanya dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang memiliki jaminan TBS pada lahan mencapai puluhan ribu hektare, maka solusinya di daerah itu perlu ada penambahan pabrik CPO.

"Idealnya ada penambahan pabrik CPO di daerah ini sebanyak 3 unit lagi yang khusus menampung hasil panen milik petani. Sebab dengan mengandalkan pabrik milik perusahaan, membuat hasil panen masyarakat sering loading di pabrik. Karena untuk mengolah hasil panen milik perusahaan sendiri saja mereka kewalahan, apalagi ditambah dengan panen masyarakat," ucapnya.

Dia menambahkannya bahwa penambahan 3 unit pabrik CPO itu sudah dilakukan penjajakan ke Jakarta beberapa kali terhadap para pemilik modal.

"Penjajakan ini kita lakukan karena potensi lahan yang dimiliki oleh petani bisa kita dijadikan sebagai jaminan. Pihak investor tidak akan merugi, sebab panen TBS dari lahan milik petani melimpah," ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian Pessel, Madrianto, menambahkan bahwa di daerah itu luas lahan perkebunan kelapa sawit totalnya mencapai 78 ribu hektar.

"Dari jumlah itu, seluas 41 ribu hektare merupakan lahan swadaya milik masyarakat. Nah dari jumlah itu hanya sebesar 3 persen dari lahan swadaya itu yang bermitra dengan pihak perusahaan tersebut. Karena masih sangat banyak yang belum bermitra, sehingga kita terus mendorong kelompok masyarakat bisa bermitra, baik melalui penjualan TBS murni dengan perusahaan maupun melalui koperasi menjadi plasma," ujarnya.

Berdasarkan Permentan Nomor 1 tahun 2018 dan Pergub Sumbar Nomor 28 tahun 2020 terkait penetapan harga sawit. Pemerintah kabupaten sebagai user dari regulasi yang sudah ditetapkan, artinya pemerintah kabupaten tidak bisa melakukan intervensi langsung untuk penetapan harga sawit swadaya tersebut karena tidak memiliki kewenangan.

"Penetapan itu bisa dilakukan apabila ada kesepakatan langsung antara pemerintah kabupaten dengan pihak pabrik kelapa sawit. Tentu ini menjadi tanggung jawab dari semua stakeholder yang ada bagaimana penetapan harga sawit swadaya ini bisa dilakukan, agar petani swadaya bisa mendapatkan harga yang layak. Karena upaya itu sulit tercapai, maka solusinya adalah dengan mengundang pihak investor untuk mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit di daerah ini," timpalnya.