Pesisir Selatan, 29 Oktober 2018--Sulitnya pengendalian terhadap harga gas elpiji 3 kilogram sesuai Harga Eceren Tertinggi ((HET), sudah semestinya disikapi oleh pihak pertamina melalui agen dan pangkalan, menerapkan pola penjualan tertutup.
Sebab melalui pola itu, tujuan pemerintah untuk membantu masyaralat miskin dalam mendapatkan jaminan bahan bakar pengganti minyak tanah bersubsidi akan tepat sasaran.
Harapan itu disampaikan Kepala bagian (Kabag) Perekonimian sekretariat daerah kabupaten (Setdakab) Pesisir Selatan (Pessel), Rosdi kepada pesisirselatan.go.id Senin (29/10) terkait kelangkaan gas elpiji 3 kilogram yang berdampak terhadap tingginya harga penjualan sebagai mana juga sering dialami daerah itu.
Dikatakanya bahwa penjulan tertutup dilakukan dengan cara memberikan batasan terkait siapa saja yang bisa membelinya.
" Pola itu bisa ditiru dari penerapan yang dilakukan terhadap penerima beras sejahtera (Rastra) atau penerima program bantuan sosial lainnya. Melalui pola itu, bantuan yang disalurkan bisa tepat sasaran, disamping juga sesuai dengan kuota yang telah ditentukan," kataya.
Disampaikanya bahwa penerapkan penjualan dengan sistem terbuka sebagai mana saat ini, semua masyarakat bisa membeli barang bersubsidi yang semestinya hanya bagi masyarakat miskin.
" Akibatnya, gas elpiji 3 kilogram yang disubsidi khusus bagi masyarakat miskin ini, menjadi langka yang pada akhirnya membuat harganya pun menjadi selangit, bahkan menembus hingga Rp 25 ribu per tabung, dari harga eceran tertinggi (HET) yang semestinya cuma Rp 17.500," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa wacana itu sebelumnya telah pernah dimunculkan, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan dan realisasi, termasuk juga di daerah itu.
" Dampak yang terjadi bukan saja kelangkaan di masyarakat, tapi juga terjadi penjualan melebihi jauh dari HET yang semestinya. Saya katakan demikian, sebab di Kota Painan saja yang memiliki HET Rp 17.500, bisa dijual oleh pemilik pangkalan kepada masyarakat hingga Rp 25 ribu per tabung," ujarnya.
Disampaikanya bahwa pemerintah dengan Pertamina telah beberapa kali melakukan pertemuan untuk membahas persoalan-persoalan yang dikeluhkan masyarakat tersebut.
" Tapi pertemuan dan itu tidak menghasilkan kesimpulan apa-apa, dan keluhan masyarakat masih terus berlanjut. Bahkan dari tim Perekonomian kabupaten bersama beberapa pihak terkait lainya, telah pula turun ke lapangan mendatangi pangkalan elpiji, namun tidak merubah kondisi yang ada," sesalnya.
Anggota Komisi I DPRD Pessel, Erman Syawar mengatakan bahwa persoalan penjualan elpiji 3 kilogram melampaui HET tidak rahasia lagi di masyarakat, termasuk juga di Pessel.
" Namun apa yang dikeluhkan masyarakat tersebut tidak menemui solusi sampai saat ini. Bahkan yang dikeluhkan masyarakat tidak hanya persoalan harga yang melampaui HET, tapi juga kelangkaanya. Dari itu sudah semestinya wacana itu disikapi oleh Pertamina, supaya bahan bakar yang bersubsidi ini benar-benar tepat sasaran," ungkapnya.
Ditambahkanya bahwa saat ini sudah terkesan di masyarakat bahwa harga gas elpiji 3 kilogram itu memang di atas Rp25 ribu per tabung.
" Sebab langka atau tidak langka, pedagang tetap menjualnya di atas Rp25 ribu per tabung. Itu untuk Kota Painan yang HET nya cuma Rp 17.500. Sedangkan untuk Kecamatan Sutera, Lengayang, Batangkapas hingga Lunang Silaut menembus harga hingga di atas Rp 30 ribu per tabung," tutupnya. (05)