• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Progresivitas  Indikator Capaian Makro Pesisir Selatan Pada RPJDP 2005-2025

06 September 2023

696 kali dibaca

Progresivitas Indikator Capaian Makro Pesisir Selatan Pada RPJDP 2005-2025

Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah (RPJPD) Kabupaten Pesisir Selatan, 2005-2025 telah memasuki periode akhir. Sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Daerah menyusun rancangan awal RPJPD paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhir. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan telah mulai melaksanakan langkah-langkah persiapan penyusunan dokumen tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan tentunya disesuaikan dengan muatan, substansi dan penyesuaian waktu agenda nasional dan provinsi  secara integral. Implementasi dari langkah-langkah tersebut telah diawali pada kegiatan orientasi penyusunan RPJPD di Aula Bapedalitbang, Jum’at (1/9). Pada kegiatan tersebut memaparkan data yang bisa menjadi gambaran untuk mengidentifikasi kembali permasalahan daerah dan menjaring aspirasi publik yang digunakan untuk menyusun pembangunan dalam 20 tahun ke depann

Ada 6 indikator capaian makro pembangunan jangka panjang Kabupaten Pesisir Selatan 2005-2025 yang bisa menjadi acuan dalam menyusun RPJPD Kabupaten Pesisir Selatan berikutnya. Dalam hal ini data yang didapat penulis hingga tahun 2022. Indikator tersebut antara lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tingkat Kemiskinan, Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Perkapita dan Gini Ratio. Indikator makro bisa dipakai untuk menganalisis capaian pembangunan suatu daerah. Selain itu juga indikator makro ini juga bisa menilai sejauh mana realisasi pembangunan, yang menjadi faktor kinerja suatu pemerintah daerah berdasarkan asumsi yang telah direncanakan.

Pertama, kita melihat dari Indeks Pembangunan Manusia. IPM Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2005 sebesar 68,4, dan tahun 2022 kemarin mengalami peningkatan 70,84, walaupun masih rendah dari angka IPM Provinsi Sumatera Barat sebesar 73,26. Namun dalam perjalanannya,  mulai dari 2005 hingga 2009 masih memakai metode perhitungan agregasi IPM dengan rata-rata aritmatik. Terdapat penambahan indikator yakni Harapan Lama Sekolah (HLS). Akibatnya IPM 2005 seperti disebutkan diawal hingga tahun 2010 meningkat menjadi 70,61. Sebuah progres positif. Namun ketika ditambahkan indikator HLS dan perubahan metode perhitungan agregasi IPM menjadi rata-rata geometrik pada tahun 2010, IPM menurun signifikan menjadi 65,09. Akibatnya kepala daerah pada saat itu begitu disorot kinerjanya oleh berbagai pihak dengan berbagai motif. Padahal, jika kita memahami perubahan metode perhitungan agregasi IPM ini maka sangat wajar terjadi penurunan IPM karena penambahaan indikator tersebut. Kalau kita memakai perspektif perhitungan dari tahun 2010 dengan IPM 65,09 hingga 2022 (data terakhir) dengan IPM 70,84 maka akan terlihat lompatan kinerja yang baik. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan selama 15 tahun terakhir bergerak sesuai dengan perencanaanya.

Kita memfokuskan pada komponen IPM yang dihitung mulai dari tahun 2010 ini juga terdiri dari, komponen ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Ketiga komponen ini mengalamai tren peningkatan yang positif. Komponen pendidikan diukur dari Rata-Rata Lama Sekolah  (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS). Terjadi peningkatan masing-masingnya 1,15?n 0,82%. Artinya, ini mengindikasikan kualitas pendidikan penduduk Kabupaten Pesisir Selatan semakin baik. Kendati demikian, kita tidak boleh berpuas diri, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan harus konsisten keberlanjutannya. Komponen kesehatan diukur dari perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) dengan rata-rata pertumbuhan 0,24% per tahun. Tahun 2022 UHH Kabupaten Pesisir Selatan telah mencapai 71,25 tahun dari perhitungan awal tahun 2010 UHH-nya 69,5%. Artinya masyarakat Pesisir Selatan rata-rata telah mencapai peluang hidup sampai umur 71 tahun. Namun ada kelemahan pada angka morbiditas (kesakitan) yang menjadi variabel komponen kesehatan ini dengan nilainya yang masih tinggi yakni 25,41%. Ini perlu menjadi perhatian untuk perencanaan RPJPD selanjutnya. Secara umum pertumbuhan positif ini hendaknya juga dipertahankan atau bisa ditinggkatkan dengan tetap konsisten dalam penyediaan akses layanan kesehatan dan kelengkapan sarana prasarananya. Komponen ekonomi yang dihitung dari pengeluaran perkapita dengan pertumbuhan 1,77%. Komponen ini adalah nilai tertinggi dari kedua komponen diatas. Artinya ada indikasi peningkatan pada kemampuan daya beli masyarakat yang juga berkolerasi denga kesejahteraannya. Namun perlu dicermati juga pengeluaran ini tidak serta merta mencerminkan peningkatan pendapatan, karena pendapatan ini juga dipengaruhi oleh kepemilikkan asset dan hutang yang ada.

Kedua, Tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan, pada tahun 2005 angka kemiskinan sebesar 12,43?n pada tahun 2022 menjadi 7,11%.  Dapat digambarkan bahwa tingkat kemiskinan Pesisir Selatan bukanlah sekedar persentase dan jumlah penduduk miskin, namun memiliki dimensi lain berupa tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan itu sendiri. Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Selatan tidak hanya berusaha memperkecil jumlah penduduk miskin beserta persentasenya tetapi juga harus mampu mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan masyarakatnya.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa guna pemenuhan kebutuhan masyarakat. Untuk hal ini perlu menjadi perhatian untuk perencanaan kedepannya karena daerah ini selalu mengalami perlambatan ekonomi 1,5?n diperparah pada saat pandemi Covid-19 pada tahun 2020 yang menurun hingga -1,11%.  Kabupaten Pesisir Selatan masih bergantung kepada kebijakan dari Pemerintah (Pusat), khususnya persoalan perekonomian ini, dengan kata lain, semua kebijakan melalui program dan kegiatan yang dikeluarkan Pusat sangat berdampak kepada perekonomian Pesisir Selatan. Harus ada terobosan jangka panjang untuk hal ini. Dan penulis melihat ada 2 kunci perspektif pembangunan yang harus dipikirkan bersama, industri dan jasa. Untuk kedua hal ini akan dijabarkan dalam tulisan selanjutnya.

Keempat, gini ratio. Metode ini digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan atau pemerataan pendapatan. Jika angka gini ratio semakin mendekati angka 1 maka ketimpangannya semakin tinggi. Pada tahun 2011 gini ratio Pesisir Selatan sebesar 0,264 dan perkembangannya berfluktuasi hingga tahun 2022 sebesar 0,246. Artinya tingkat pendapatan antara yang berpendapatan tinggi dengan berpendapatan rendah semakin mendekat dan merata. Sebuah perkembangan yang baik.

Kelima, pendapatan perkapita. Komponen ini menjadi indikator dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Penghitungannya, total penghasilan daerah, dibagi dengan jumlah penduduk seluruhnya di daerah itu. Nilainya itu menjadi cerminan rata-rata pendapatan daerah tersebut. Semakin tinggi nilai pendapatan perkapita semakin sejahtera masyarakatnya. Ada peningkatan laju pertumbuhan perkapita penduduk Kabupaten Pesisir Selatan 2005-2022, dengan pertumbuhan 0,1% untuk nilai Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan 0,11% untuk nilai Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) . Pada tahun 2005 ADHK sedikit dibawah Rp 5 juta dan di tahun 2022 ADHK mencapai Rp 20 juta. Pada tahun 2005 ADHB sebesar Rp 5 juta dan di tahun 2022 menjadi sekitar Rp 32 juta.

Keenam, tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja yang berumur 15 tahun ke atas.Ada 4 indikator, yaitu penduduk yang aktif mencari kerja, penduduk yang sedang mempersiapkan usaha/pekerjaan baru, penduduk yang tidak mencari pekerjaan, dan penduduk yang tidak aktif mencari pekerjaan dengan alasan sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Semakin tinggi indikator mencerminkan semakin banyak tenaga kerja yang tersedia yang tidak termanfaatkan. Pada tahun 2006 TPT sebesar 8,92 dan tahun 2022 sebesar 4,61. Dalam perjalanannya sepanjang tahun 2006-2022 dinamika fluktuatifnya begitu tinggi di Pesisir Selatan. Indikator diatas menjadi parameter tentang kinerja pasar dan kondisi bisnis yang dipengaruhi oleh , perkembangan teknologi, siklus bisnis dan resesi suatu wilayah.

Secara umum, data diatas menggambarkan perkembangan pembangunan Kabupaten Pesisir Selatan 2005-2025. Ini menjadi perhatian kita semua masyarakat Pesisir Selatan dalam membangun negeri ini. Untuk itu perlu partisipasi publik melalui penyerapan aspirasi. Dalam menjaring aspirasi publik ini Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan melakukan langkah yang progresif dimana Bapedalitbang menyerap aspirasi masyarakat tidak hanya melalui pertemuan langsung tetapi juga meminta partisipasi masyarakat secara on line melalui pengisian kuisioner on line. Sebagaimana kita ketahui, RPJPD yang baik merupakan alat penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Rencana ini harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk ekonomi, sosial, lingkungan, infrastruktur, dan budaya. Perlu pemikiran yang progresif dan aspiratif  serta inklusif dalam mewujudkannya.