Painan, Februari 2013. Siswa SD Tanjuang Durian Lakitan Tengah sekolah ke kampung tetangga yakni Aie Kalam. Untuk bisa mengikuti pelajaran dengan baik siswa dari sejumlah tempat harus berangkat setelah subuh.
Bagi orang tua murid dari Aie P
atai dan Bukik Gadang bahkan sengaja membagi jatah piket mengantar rombongan anak anak mereka untuk bersekolah. Artinya cukup satu atau dua orang dewasa saja yang pergi mengantar kelompok anak anak itu.
Jarak dari Hulu Aie Patai ke pusat Kampung Tanjuang Durian sekitar 1,7 Km dan perjalan dilanjutkan kekampung tetangga sekitar 2 Km lagi. Hulu Aie Patai sendiri berada dalam kungkungan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Maka tak pelak jalan yang dilalui anak anak untuk dapat bersekolah adalah hutan lebat dan semak belukar.
"Tantangan terbesar kami saat mengantar anak anak adalah ancaman hewan dari hutan. Kami melewati jalan setapak dimana pada sisi kiri dan kanan jalan setapak itu dedaunan pohon dan semak nyaris bertaut, dan sulit menduga adanya hewan berbahaya," kata Simon orang tua siswa.
Menurutnya, siswa sering memergoki sejumlah babi hutan diperjalanan, bahkan ular. Soalnya pada pagi hari babi hutan tengah pulang ke "jumun" (sarang-red) setelah mencari makanan dari dalam kampung. "Tapi biasanya babi hutan itu tidak mengganggu sepanjang kita juga tidak mengganggu mereka," ungkap Simon.
Tantangan selanjutnya menurut Simon adalah bila hari hujan. Mereka tidak bisa menebak kondisi air sungai pada sejumlah tempat penyeberangan. Biasanya, air sering meluap di hiliran Aie Patai yang berada di gerbang Kampung Tanjuang Durian. "Bila air disini besar maka anak anak terpaksa pulang saja, karena tidak ada jembatan untuk dilewati," katanya.
Terkait dengan sarana pendidikan di sana, Rafles, Kepala Kampung Tanjung Durian menyebutkan, dikampung yang dipimpinnya itu memang tidak ada Sekolah Dasar sehingga siswa harus belajar jauh ke Kampung Aie Kalam. Mungkin ini satu satunya kampung di Pessel yang tidak punya sarana pendidikan.
"Ada dua tempat siswa yang harus menempuh perjalan berat kese kolah, pertama mereka yang bermukim di Hulu Aie Patai dan anak anak dari Bukik Gadang. Dari kedua tempat, jarak tempuh sama yakni sekitar 6,5 Km pulang pergi," katanya.
Menurutnya, ia melalui pemerintah nagari telah sering mengajukan permohonan agar Kampung Tanjuang Durian dibangun Gedung Sekolah Dasar ke pemerintah kabupaten. "Awalnya kami diberikan soslusi yakni dengan membangun sekolah filial dengan dana swadaya. Tapi kampung kami tidak punya biaya untuk itu pak," kata Rafles.
Disebutkan Rafles, jumlah siswa baru yang mendaftar ke SD di kampung tetangga setiap tahun sekitar 30 siswa, bahkan lebih. "Kini jumlah anak anak kami yang menuntut ilmu di SD Aie Kalam tidak kurang dari 100 siswa. Oleh sebab itu, jika pemerintah berkenan bantulah kami dengan membangun sekolah disini," katanya penuh harap.(09)(09)