Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa dalam pemerintahan desa adalah bukti keterlibatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan utama pembentukan lembaga badan permusyawaratan desa yang di Kabupaten Pesisir Selatan disebut sebagai Badan Permusyawaratan Nagari (Bamus Nagari) yang pada dasarnya adalah penjelmaan dari segenap warga masyarakat dan merupakan lembaga tinggi desa yang mampu memeperhatikan kepentingan masyarakat di sebuah wilayah khususnya pada sebua desa. Bamus Nagari merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari, Bamus Nagari dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya nagari, Bamus Nagari merupakan lembaga baru di nagari pada era otonomi daerah di Indonesia.
Bamus Nagari/ BPD memiliki peran yang cukup besar, dapat dilihat dari fungsi dan tugas BPD yang dikutip dari Permendagri 110 Tahun 2016. Bahwasanya BPD mempunyai tiga fungsi utama yakni : membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Dari fungsi tersebut, dapat dielaborasikan kedalam 13 tugas BPD antara lain : menggali aspirasi masyarakat; menampung aspirasi masyarakat; mengelola aspirasi masyarakat; menyalurkan aspirasi masyarakat; menyelenggarakan musyawarah BPD; menyelenggarakan musyawarah Desa; membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu; membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa; melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya; dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan.
Namun pada aplikasinya, fungsi dan tugasnya itu masih ada yang jauh dari kondisi ideal tersebut. Masih ada Bamus Nagari yang hanya berperan sebagai pelengkap administrasi saja. Berbagai alasan bisa ditemukan mengapa peran Bamus Nagari tersebut seperti itu. Misalnya, kurangnya kapasitas dari anggota Bamus Nagari itu sendiri dalam menguasai administrasi yang ada. Masih ditemukan di lapangan semua proses perencanaan dan penganggaran (Penyusunan APBNagari ) masih didominasi oleh aparatur nagari terutama Wali Nagari. Meskipun sebenarnya, dalam setiap tahapan penyusunan APBNagari misalnya, Bamus Nagari memiliki tugas dan fungsi yang cukup strategis. Diakui atau tidak keberadaan Bamus Nagari tidak lebih hanya sebagai tukang stempel berbagai kebijakan yang disusun oleh Wali Nagari, seperti yang diungkapkan sebelumnya.
Padahal, jika peran Bamus Nagari di nagari tidak berfungsi dengan baik, maka proses cek and balance dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari akan menjadi terganggu. Akibat yang terjadi adalah tidak terkontrolnya penggunaan sumber daya nagari oleh aparatur nagari seperti Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), dana bagi hasil Pajak yang tidak jarang berakibat pada tindakan korupsi karena penyalahgunaan APB Nagari baik oleh aparatur nagari maupun Wali Nagari dan ini sudah banyak terjadi di berbagai pemerintahaan desa/ nagari saat ini. Mandulnya peran Bamus Nagari juga mengakibatkan tidak ada kepercayaan dari masyarakat terhadap institusi itu sendiri, akibatnya masyarakat tidak merasakan adanya Bamus nagari yang semestinya dapat menjadi jembatan aspirasi masyarakat nagari.
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah serta regulasi turunannya telah memberikan payung hukum yang jelas sehingga Bamus Nagari tidak perlu ragu dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Wali Nagari. Adanya mekanisme ‘check and balance’ ini akan seperti yang sampaikan sebelumnya dapat meminimalisir penyalahgunaan keuangan dalam APB Nagari. Penguatan lembaga ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pelatihan anggotanya dalam menyusun perencanaan nagari bersama perangkat nagari, melakukan pengawasan jalannya pemerintahan nagari secara berkala dan terencana, memperkuat partisipasi dengan mengajak warga aktif dalam kegiatan pembangunan, menumbuhkan inisiatif warga dalam turut serta mengembangkan program pemberdayaan masyarakat nagari.Pemanfaatan pendamping desa yang ditugaskan di nagari menjadi salah satu sentral dalam penguatan kapasitas dari Bamus Nagari ini.
Untuk itu, pemilihan anggota Bamus Nagari ini harus benar-benar mewakili masyarakatnya. Anggota Bamus Nagari dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang tugas dan fungsi serta kemampuan teknis, terutama dalam merumuskan kebijakan yang dituangkan dalam peraturan desa. Anggota Bamus Nagari harus mengetahui dan paham tentang produk hukum yang ada di nagari, seperti peraturan nagari, peraturan Wali Nagari, maupun keputusan Wali Nagari dengan segala konsekuensi hukumnya. Langkah ini penting agar produk hukum yang dibuat tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi maupun merugikan kepentingan masyarakat.
Hubungan Bamus Nagari dengan Wali Nagari selaku mitra kerja strategis dalam pemerintahan nagari haruslah sejalan dan selaras, saling menguatkan dan tidak boleh saling meniadakan terutama dalam hal menentukan arah kebijakan pembangunan desa. Pada akhirnya kita berharap, kepada masyarakat pada beberapa nagari di Pesisir Selatan, yang sedang dan yang akan melakukan pemilihan Anggota Bamus Nagari ini perlu memahami perspektif ini . Untuk itu Bamus Nagari harus benar-benar bisa menjadi partner serta menjadi pilar utama dan jembatan koordinasi kerja pemerintah nagari dan masyarakat. Bamus Nagari tidak boleh mencari-cari kesalahan dari kebijakan atau program kegiatan yang dilaksanakan pemerintah nagari, karena tindakan yang demikian bisa menghambat pelaksanaan pembangunan dan pelayanan.