• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Benarkah Anak Usia Dini Tidak Mungkin Berbohong?

06 November 2024

256 kali dibaca

Benarkah Anak Usia Dini Tidak Mungkin Berbohong?

Di tengah perkembangan teknologi dan kemudahan akses informasi, banyak cerita muncul mengenai guru yang dituntut secara hukum oleh orang tua siswa karena anak mengaku telah dipukul atau mengalami perlakuan kasar di sekolah. Namun, apakah kejadian ini selalu salah guru, ataukah ada kemungkinan bahwa anak mungkin berbohong karena alasan tertentu?
Mungkin banyak orang yang menganggap anak usia dini, seperti anak usia 5 hingga 10 tahun, belum mampu berbohong. Namun, pandangan ini ternyata kurang tepat. Menurut ahli psikologi perkembangan, pada usia ini anak justru mulai memiliki kapasitas untuk berbohong sebagai bagian dari perkembangan kognitif dan emosional mereka. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih jauh alasan anak bisa berbohong, serta bagaimana fenomena ini bisa terkait dengan kasus-kasus yang melibatkan pernyataan anak tentang perlakuan yang mereka alami di sekolah.

Secara alami, anak-anak kecil terutama yang berusia sekitar 5 tahun ke atas, sedang berada pada tahap perkembangan yang pesat dalam hal kognitif dan sosial. Di usia ini, anak mulai mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi serta memahami konsep dasar tentang kebenaran dan kepalsuan. Menurut ahli psikologi perkembangan, kemampuan untuk “mengarang” atau berbohong adalah bagian dari kemampuan anak dalam memahami sudut pandang orang lain, suatu proses yang disebut theory of mind.

Anak-anak berusia dini mulai memahami bahwa orang lain tidak selalu tahu apa yang mereka ketahui atau rasakan, dan hal ini memungkinkan mereka untuk “menciptakan” versi cerita yang bisa diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, anak usia dini mungkin berbohong, terutama ketika mereka merasa ada sesuatu yang ingin mereka hindari, seperti kemarahan atau hukuman dari orang tua.

Banyak penelitian psikologi menunjukkan bahwa anak-anak sering berbohong untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan, misalnya hukuman atau rasa malu. Terdapat beberapa alasan mendasar mengapa anak-anak bisa berbohong. Mengutip dari alodokter, Anak-anak berbohong tidak selalu karena alasan buruk sering kali, mereka melakukannya karena belum mampu membedakan kenyataan dan khayalan. Bisa juga anak berbohong disebab kan faktor orang tua. Di kutip Dari bukunya Isna & Nurla: 2012 yang berjudul mencetak karakter anak sejak janin, menjelaskan seringkali perilaku berbohong anak disebabkan orang tua, jika orang tua sering berbohong maka anak dengan sendirinya akan mengartikan bahwa perilaku tidak jujur merupakan hal yang wajar dan di benarkan.

Beberapa alasan umum lainnya, kecenderungan anak berbohong meliputi imajinasi tinggi yang membuat sulit membedakan realitas, rasa takut dihukum, menghindari tanggung jawab, mencari perhatian, keinginan mendapatkan sesuatu, takut mengecewakan orang tua, dan masalah emosional seperti depresi atau bullying. Penting bagi orang tua untuk memahami alasan di balik kebohongan ini dan membimbing anak agar tidak terbiasa berbohong, sehingga perilaku ini tidak berlanjut menjadi kebiasaan. 

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kasus di mana orang tua siswa menuntut guru secara hukum karena tuduhan perlakuan yang tidak pantas terhadap anak mereka. Dalam banyak kasus, kesaksian anak menjadi faktor kunci. Namun, apakah benar kesaksian ini selalu akurat?
Menurut Dr. Kang Lee, seorang ahli psikologi perkembangan, anak-anak di bawah usia 10 tahun sering kali tidak memiliki akurasi penuh dalam mengingat dan melaporkan suatu kejadian. Ingatan anak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional, dan ini membuat mereka dapat menciptakan atau mengubah cerita berdasarkan asumsi atau interpretasi pribadi.

Apakah Semua Kasus Tersebut Murni Salah Guru? Tidak semua kasus tersebut murni kesalahan guru. Beberapa kasus terjadi karena anak merasa cemas atau terancam setelah menerima peringatan dari guru, terutama jika guru tersebut memiliki cara disiplin yang tegas. Dalam situasi seperti ini, seorang anak mungkin merasa lebih nyaman memberi tahu orang tuanya bahwa ia "dipukul" atau "dimarahi secara kasar" daripada menjelaskan detail lengkap yang sebenarnya.

Untuk mengatasi situasi ini dengan bijak dan menghindari kesalahpahaman, penting bagi orang tua, guru, dan pihak sekolah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat. Pertama, ajarkan anak tentang kejujuran sejak dini dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran dan mengajak mereka berbicara secara terbuka tanpa rasa takut. Selanjutnya, bangun komunikasi yang terbuka antara orang tua dan pihak sekolah untuk memastikan adanya dukungan dan menghindari kesalahpahaman. Terakhir, ajari anak untuk memahami dan mengenali perasaan mereka, sehingga mereka dapat mengekspresikan perasaan dengan jujur tanpa merasa perlu berbohong. Orang tua dan guru dapat membantu anak mengekspresikan emosi secara benar dan terbuka.

Anak-anak usia dini memang bisa berbohong, dan ini bukan sesuatu yang luar biasa atau selalu menunjukkan niat buruk. Seringkali, kebohongan anak merupakan refleksi dari ketakutan atau cara mereka merespons situasi tertentu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kasus pengaduan orang tua terhadap guru, penting bagi semua pihak untuk memahami latar belakang cerita anak secara menyeluruh, mengidentifikasi fakta, dan mengedepankan komunikasi yang terbuka serta mendukung perkembangan anak yang sehat secara psikologis. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana dan mengapa anak-anak berbohong, diharapkan kita bisa lebih bijak dalam menghadapi situasi seperti ini dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan suportif bagi anak-anak.