Painan, Januari 2014.
Penyalagunaan penerbitan dokumen Surat Keterangan Asal Usul (SKAU), akan memberikan dampak besar dan mengancam keselamatan hutan. Dari itu pengawasan dari Dinas Kehutanan Energi Sumber Daya Mineral (Dishut ESDM), terhadap penerbitan dokumen itu harus diperketat.
Hal itu disampaikan Bupati Pesisir Selatan (Pessel) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Nasrul Abit kepada pesisirselatan.go.id Selasa (7/1) di Painan.
Dikatakanya bahwa saat ini di daerah itu sebanyak tujuh walinagari telah mengantongi legalitas penerbitan dokumen SKAU yang berada pada hutan hak. Sebelum meraka diangkat dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan atas nama Bupati untuk menerbitkan SKAU, maka kepada dinas terkait diingatkan agar memaksimalkan pengawasan.
" Penyalahgunaan kewenangan penerbitan SKAU akan memberikan dampak besar terhadap kerusakan hutan. Dari itu Dishut ESDM diminta untuk melakukan pengawasan ketat terhadap penerbitan SKAU itu nantinya. Sebab di Pessel ada tujuh walinagari yang sudah memiliki legalitas penerbitan SKAU," katanya.
Dijelaskanya bahwa tujuh walinagari itu diantaranya Salido Saribulan, Taratak tampatiah, Setara nanggalo, Koto Ranah, Padang XI Pungasan, Air Haji Tenggara, dan Nagari Ampang Tulak Tapan. Legalitas penerbitan SKAU itu diberikan berdasarkan kepada Peraturan Menteri Kehutanan No.P.30/MENHUT-II/2012, tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak.
Dinyatakan bahwa hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara. Sebelum mendapatkan legalitas itu, ke tujuh walinagari ini telah mengikuti pembekalan pengukuran dan pengenalan jenis kayu.
" Namun untuk dapat diangkat atau ditetapkan melalui SK oleh Kepala Dinas Kehutanan atas nama Bupati untuk menerbitkan SKAU, harus didasari kepada permintaan dari masyarakat, dan ini juga tidak boleh diakal-akali," kata Bupati lagi.
Kepala Dishut ESDM Pessel, Maswar Dedi yang dihubungi pesisirselatan.go.id secara terpisah menjelaskan bahwa pihaknya melalui petugas petugas pengawasan di lapangan terkait pemanfaatan SKAU, sangat serius dalam melakukan pengawasan.
" Pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab kami pada Dishut ESDM, ini kami lakukan secara serius, karena bila dokumen SKAU ini disalahgunakan, akan berdampak besar bagi daerah dan masyarakat. Tujuh walinagari yang sudah memiliki legalitas penerbitan SKAU itu, berada pada hutan hak berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.30/MENHUT-II/2012. Namun SK nya baru bisa diterbitkan bila sudah ada permintaan atau usulan dari masyarakat sesuai ketentuan," jelasnya.
Dikatakanya bahwa sebelum penerbitan SKAU itu dilakukan, sipermohon harus bisa membuktikan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
" Sedangkan jenis pengangkutan kayu pada hutan hak itu terdiri dari, cempedak, dadap, duku, jambu, jengkol, kelapa, kecapi, kenari, mangga, manggis, melinjo, nangka, rambutan, randu, sawit, sawo, sukun, trembesi, waru, karet, jabon, sengon dan petai," terang Dedi lagi," tutupnya. (05)