• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Energi Hijau di Indonesia: Dari Tren ke Kebutuhan

24 September 2025

55 kali dibaca

Energi Hijau di Indonesia: Dari Tren ke Kebutuhan

Dalam beberapa dekade terakhir, wacana mengenai energi hijau semakin sering terdengar, baik di ruang akademik, pertemuan pemerintah, maupun dalam obrolan sehari-hari masyarakat. Jika dahulu energi hijau hanya dipandang sebagai sebuah tren global yang identik dengan negara maju, kini kesadaran akan pentingnya sumber energi yang ramah lingkungan sudah menjadi kebutuhan mendesak, termasuk di Indonesia.

Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah, sebenarnya memiliki potensi luar biasa untuk menjadi salah satu pemain utama dalam transisi energi hijau. Namun, potensi saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan keseriusan dalam perencanaan, kebijakan, serta implementasi di lapangan. Perubahan iklim yang semakin nyata dampaknya mulai dari meningkatnya suhu, cuaca ekstrem, hingga ancaman terhadap ketahanan pangan menjadi alarm bahwa Indonesia harus bergerak lebih cepat.

Dari Ketergantungan Energi Fosil ke Kesadaran Baru

Sejak lama, energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Batu bara bahkan sering disebut sebagai “komoditas emas hitam” yang menopang kebutuhan energi listrik nasional. Namun, keberhasilan itu menyimpan risiko besar: pencemaran udara, emisi karbon yang tinggi, serta keterbatasan cadangan yang lambat laun akan habis.

Ketergantungan pada energi fosil juga membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global. Saat harga minyak dunia melonjak, subsidi energi yang ditanggung negara ikut membengkak. Akibatnya, beban APBN meningkat dan ruang fiskal untuk pembangunan sektor lain menjadi sempit.

Di titik inilah, energi hijau mulai dilihat bukan hanya sebagai pilihan idealis, tetapi sebagai kebutuhan strategis.

Potensi Energi Hijau di Indonesia

Indonesia berada di posisi yang sangat unik. Letak geografis, iklim tropis, serta kekayaan alam memberikan peluang besar untuk mengembangkan berbagai sumber energi hijau. Beberapa potensi itu antara lain:

  1. Energi Surya
    Dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi sepanjang tahun, energi surya menjadi salah satu peluang terbesar. Panel surya bisa dipasang di atap rumah, gedung perkantoran, hingga area industri. Jika dikelola serius, energi surya bisa menjadi penyumbang signifikan bagi kebutuhan listrik nasional.

  2. Energi Angin
    Wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara, memiliki potensi besar untuk pembangkit listrik tenaga bayu (angin). Beberapa proyek sudah berjalan, tetapi skalanya masih terbatas dibandingkan kebutuhan nasional.

  3. Energi Air
    Sungai-sungai besar yang mengalir dari Sabang sampai Merauke membuka peluang pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Selain itu, bendungan multifungsi juga bisa berperan ganda: menyediakan irigasi, mengendalikan banjir, sekaligus menghasilkan listrik.

  4. Bioenergi
    Sebagai negara agraris, Indonesia punya limbah pertanian yang berlimpah. Dari sekam padi, ampas tebu, hingga kelapa sawit, semuanya bisa dimanfaatkan untuk energi biomassa atau biofuel.

  5. Energi Panas Bumi (Geothermal)
    Indonesia termasuk salah satu negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Letak geografis di cincin api Pasifik membuat sumber energi ini sangat potensial. Sayangnya, pemanfaatannya masih belum maksimal.

Dari Tren ke Kebutuhan

Sebelumnya, energi hijau sering dipandang sekadar sebagai bagian dari tren global. Negara maju mengampanyekan gaya hidup ramah lingkungan, masyarakat kota besar memamerkan panel surya di rumah, atau perusahaan multinasional berlomba-lomba menggunakan sertifikasi hijau sebagai bagian dari citra.

Namun, situasi global saat ini membuat energi hijau bukan lagi sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak. Indonesia sudah merasakan dampak krisis energi dan perubahan iklim secara nyata. Pemadaman listrik bergilir di beberapa daerah, meningkatnya harga BBM, hingga polusi udara yang menyesakkan di kota besar adalah contoh kecil yang dirasakan langsung masyarakat.

Lebih jauh, kebutuhan energi hijau juga terkait dengan target pembangunan nasional. Pemerintah telah berkomitmen dalam Paris Agreement untuk menurunkan emisi karbon. Target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 menjadi tolok ukur penting. Tanpa percepatan, target itu sulit tercapai.

Tantangan dalam Transisi

Meski potensinya besar, jalan menuju energi hijau di Indonesia tidaklah mudah. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:

  1. Biaya Awal Tinggi
    Investasi pembangkit energi hijau seperti surya, angin, dan panas bumi membutuhkan modal besar di awal. Meski biaya operasionalnya lebih murah dalam jangka panjang, keterbatasan dana menjadi kendala.

  2. Infrastruktur dan Teknologi
    Tidak semua daerah memiliki infrastruktur yang memadai. Misalnya, jaringan transmisi listrik dari PLTA atau PLTB belum tentu bisa menjangkau daerah terpencil.

  3. Regulasi yang Belum Konsisten
    Kebijakan pemerintah kadang masih tumpang tindih. Di satu sisi mendorong energi hijau, di sisi lain masih memberi subsidi besar untuk energi fosil.

  4. Kesadaran Publik
    Banyak masyarakat yang masih melihat energi hijau sebagai hal yang mahal atau sekadar gaya hidup, bukan kebutuhan. Padahal, jika dilakukan bersama-sama, biayanya bisa lebih terjangkau.

Harapan dan Arah Masa Depan

Meski tantangan besar, langkah-langkah positif sudah mulai terlihat. Pemerintah mendorong program transisi energi nasional melalui pembangunan pembangkit listrik EBT, penyediaan insentif untuk kendaraan listrik, hingga kampanye hemat energi. Beberapa daerah juga mulai mengembangkan inisiatif lokal, misalnya desa mandiri energi yang memanfaatkan panel surya atau biogas.

Di sisi lain, peran swasta dan masyarakat juga sangat penting. Perusahaan besar yang beroperasi di Indonesia sudah mulai beralih menggunakan energi hijau untuk memenuhi standar global. Masyarakat juga bisa ikut serta, mulai dari hal kecil seperti menggunakan peralatan listrik hemat energi, menanam pohon, hingga memasang panel surya di rumah jika memungkinkan.

Yang terpenting, energi hijau tidak boleh lagi dipandang sebagai pilihan tambahan, melainkan kebutuhan utama. Masa depan Indonesia tidak bisa terus bergantung pada energi fosil yang kotor, mahal, dan terbatas. Generasi mendatang berhak mendapatkan lingkungan yang bersih, udara yang sehat, dan sumber energi yang berkelanjutan.

Energi hijau di Indonesia sedang berada di persimpangan penting: apakah hanya menjadi tren sesaat yang diperbincangkan tanpa aksi nyata, atau benar-benar diwujudkan sebagai kebutuhan untuk menjamin masa depan bangsa.

Dengan potensi alam yang besar, dukungan kebijakan yang tepat, serta partisipasi masyarakat, Indonesia bisa menjadi teladan dalam transisi energi hijau di kawasan Asia Tenggara. Pilihan ada di tangan kita semua apakah ingin terus bergantung pada energi lama yang merusak, atau berani melangkah menuju masa depan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.