Capaian MDGs Bidang Kesehatan Dan Tantangannya
Painan, Maret 2013.
Pencapaian (Millenium Development Goals) MDGs bidang kesehatan di Pessel sampai tahun 2013 relatif membaik. Ini merefleksikan komitmen daerah dalam mensejahterakan rakyat. Kesehatan yang dijabarkan dalam berbagai indikator dilaporkan membaik. Sebagian indikator membaik, namun perlu gerakannya dipercepat.
Misalnya angka kematian ibu dan anak bisa ditekan, namun penyakit infeksi dan masalah gizi masih prevalen. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan, soalnya biaya masih menjadi penghambat utama pelayanan kesehatan.
Program pemberantasan penyakit menular, termasuk HIV/AIDS, Malaria, TB, DBD rupanya dihadapkan pada masih banyaknya hambatan. Prevalensi DBD, malaria dan TB rupanya masih tinggi, sementara epidemi DBD dan Malaria dibeberapa kecamatan sulit masuk kedalam populasi rendah.
Gambaran yang terjadi dilapangan akhir akhir ini, menyiratkan prognosis pencapaian MDGs di Pessel masih merangkak. Tantangan utamanya adalah bagaimana pemerintah dapat menterjemahkan komitmen awal MDGs dan kebijakan intervensi efektif menjadi program rutin pelayanan kesehatan yang langsung menjamah masyarakat. Rupanya, untuk program rutin yang sudah di susun, Dinas Kesehatan Pessel di hadapkan pada peliknya persoalan sarana, peralatan dan infrastruktur kesehatan. Contoh kecilnya adalah penyediaan tempat berobat atau di Pessel disebut Pos Kesehatan Nagari (Poskesri). Rupanya, separoh penduduk Pessel di nagari yang berobat ke Poskesri saat ini dilayani tempat darurat dirumah warga. Pasalnya dari 280 Poskesri yang dipunyai, terdapat sekitar 149 unit Puskesri di daerah ini tidak punya bangunan.
Ranti, (38), warga Pasir Ganting, Inderapura adalah salah satu pasien yang dapat pelayanan dibangunan menumpang tersebut. Ia mengakui, saat memeriksakan kandungannya, harus dilayani dirumah warga oleh Bidan Desa. Hingga kini kampung kategori tertinggal tersebut belum memiliki gedung Poskesri tersendiri.
"Idealnya pemeriksaan atau pelayanan kesehatan dan ibu hamil di bangunan tersendiri. Bila menumpang seperti ini, kadang kami pasien agak ragu untuk diperiksa, selain ada penghuni lain yang lalu lalang, maka persoalan lain adalah tidak representatifnya tempat pelayanan," kata Ranti.
Tapi menurutnya, karena ia butuh pelayanan terpaksa juga harus mendapat pelayanan di tempat "darurat" tersebut.
Informasi yang dihimpun, sebagian besar Bidan Desa yang ditugaskan di Poskesri tersebut ternyata memang masih memanfaatkan rumah warga yang ditumpang sewa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, atau malah ada yang di bangunan darurat.
Terkait dengan itu, Kepala Dinas Kesehatan Pessel, Syahrizal Antoni mengakui, dari 280 unit Poskesri yang ada saat ini hanya sekitar 131 unit saja yang sudah memiliki bangunan sendiri, 149 belum. Bila dihitung, maka masyarakat Pessel di nagari lebih separoh dilayani di rumah warga. " Jika dirinci lagi, maka dari 131 Puskesri yang ada bangunannya tersebut, hanyalah 95 unit saja bangunannya dalam kondisi baik," katanya.
Sementara itu menurutnya, sisanya 11 unit mengalami rusak sedang dan 25 unit lainnya mengalami kerusakan berat. "Jadi untuk pelayanan kesehatan di nagari, Pessel memang masih terkendala oleh belum tersedianya bangunan Puskesri yang cukup," katanya lagi.
Ia juga menyebutkan ketersediaan dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan Puskesri sangat terbatas. Dalam dua tahun ini hanya bisa dibangun sepuluh unit diantaranya enam unit pada Tahun 2010 dan empat unit lagi tahun 2011 lalu. Sementara itu dari dana APBD tidak ada pengalokasian dana.
Diulasnya, dengan jumlah 280 unit Puskesri dirasakan sudah mencukupi untuk memberikan bantuan pelayanan kepada masyarakat karena disamping itu ada juga Puskesmas Pembantu dan Puskesmas di kecamatan. Puskesmas di Pesisir Selatan saat ini berjumlah 18 unit dan Pustu sebanyak 82 unit.
Menyoal ketersediaan tenaga medis di Puskesri, baru sekitar 80 persen yang sudah ada bidan sementara 20 persen lainnya belum." 223 unit Puskesri sudah ditempatkan bidan desa sementara 57 unit lainnya belum mempunyai bidan tetap," akunya.
Inilah salah satu tantangan utama MDGs. Pemerintah sebenarnya telah menerjemahkan komitmen awal dan kebijakan intervensi efektif menjadi program rutin pelayanan kesehatan yang langsung menjamah masyarakat. "Rupanya, untuk program rutin yang sudah di susun Dinas Kesehatan Pessel dihadapkan pada peliknya persoalan sarana, peralatan dan infrastruktur kesehatan," katanya(09)