Di tengah derasnya arus globalisasi dan keterbukaan pasar, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menghadapi tantangan besar: bertahan di pasar yang semakin kompetitif. Produk impor dengan harga murah dan kemasan menarik semakin mudah masuk ke pasar lokal. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk tidak sekadar memberi ruang, tetapi benar-benar menghadirkan strategi konkret dalam memperkuat daya saing UMKM lokal.
Menurut data terkini, jumlah pelaku UMKM di Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 66 juta unit. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berada di kisaran 61 persen, dan sektor ini juga menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja nasional, atau setara dengan 117 juta pekerja. Selain itu, hingga pertengahan 2024, sekitar 25,5 juta UMKM telah masuk dalam ekosistem digital, menunjukkan transformasi besar dalam cara usaha rakyat beradaptasi terhadap perkembangan zaman. Data ini menunjukkan bahwa UMKM tidak hanya berjumlah besar, tetapi memiliki peran strategis dalam menopang ekonomi nasional dan daerah yang banyak bergantung pada ekonomi rakyat.
Namun, di balik potensi besar itu, tekanan global menjadi semakin nyata. Produk-produk impor dan industri berskala besar memiliki keunggulan dari sisi efisiensi produksi, kualitas kemasan, hingga akses pemasaran yang luas. Sementara itu, banyak UMKM di daerah masih beroperasi dalam skala kecil dengan keterbatasan sumber daya dan inovasi produk. Ketimpangan daya saing ini menjadi persoalan mendasar yang perlu dijawab melalui kebijakan daerah yang strategis dan berkelanjutan, bukan sekadar program pelatihan atau bantuan sementara.
Pendekatan pemberdayaan UMKM kini perlu bergeser dari pola bantuan menuju pembangunan ekosistem usaha yang menyeluruh. Pemerintah daerah harus memperkuat konektivitas pasar digital dan memastikan UMKM tidak hanya hadir di marketplace, tetapi juga memiliki kemampuan dalam hal pengemasan, pemasaran, dan sistem pembayaran daring.
Kolaborasi antara UMKM, dunia industri, dan perguruan tinggi juga penting untuk meningkatkan riset produk, desain, serta akses bahan baku yang lebih efisien. Selain itu, branding kolektif produk lokal atau merek payung daerah dapat membantu meningkatkan daya jual di pasar nasional maupun internasional. Akses pembiayaan juga perlu dirancang lebih inovatif, misalnya melalui skema kredit klaster UMKM yang melibatkan BPR atau BUMD agar risiko lebih rendah dan pengawasan lebih mudah.
Digitalisasi menjadi faktor pembeda utama antara UMKM yang tumbuh dan yang tertinggal. Pemerintah daerah dapat berperan dengan membuka pusat pendampingan digital di tingkat kecamatan, mengintegrasikan data UMKM agar proses evaluasi bisa dilakukan secara real-time, serta menyusun program pelatihan yang berbasis kebutuhan nyata pelaku usaha. Transformasi digital tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan ketahanan usaha di tengah perubahan ekonomi global.
Selain aspek teknologi, penguatan nilai lokal juga menjadi faktor penting. Daya tarik UMKM sering kali terletak pada keunikan produk yang mencerminkan budaya dan identitas daerah. Produk seperti kopi khas, kerajinan tangan, atau kuliner tradisional dapat menjadi pembeda yang kuat bila dikemas secara modern tanpa kehilangan nilai autentiknya. Pemerintah daerah dapat berperan dengan mengidentifikasi klaster unggulan dan memfasilitasi promosi serta sertifikasi produk, sehingga nilai budaya daerah menjadi kekuatan ekonomi.
Tantangan lain yang tak kalah penting adalah perbaikan regulasi dan infrastruktur bisnis. Banyak pelaku UMKM masih menghadapi kesulitan dalam proses perizinan, akses bahan baku, maupun biaya logistik yang tinggi. Infrastruktur digital yang belum merata juga membatasi potensi pertumbuhan UMKM di desa-desa. Pemerintah daerah perlu memastikan regulasi yang ramah bagi pelaku usaha mikro, menyediakan fasilitas produksi bersama, serta memperbaiki infrastruktur jalan, jaringan internet, dan logistik untuk menunjang kegiatan ekonomi rakyat.
Peningkatan daya saing UMKM harus dipandang sebagai proyek pembangunan jangka panjang. Pemerintah daerah perlu memiliki peta jalan ekonomi lokal yang menekankan pengembangan klaster unggulan, penguatan lembaga pendukung seperti koperasi dan asosiasi pelaku usaha, serta pembukaan jaringan distribusi antardaerah bahkan internasional. Dengan langkah terukur dan berkesinambungan, pemberdayaan UMKM tidak hanya berdampak pada peningkatan ekonomi, tetapi juga memperkuat kemandirian dan kedaulatan ekonomi daerah.
Pada akhirnya, menghadapi era perdagangan bebas dan digitalisasi global, UMKM tidak boleh berjalan sendiri. Pemerintah daerah memiliki peran vital sebagai arsitek ekosistem ekonomi rakyat — menciptakan ruang tumbuh yang adil, adaptif, dan inovatif. Dengan data yang kuat dan strategi yang jelas, daerah seperti Pesisir Selatan dapat menjadikan tantangan global sebagai peluang untuk membangun kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal.