• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Menumbuhkan Masyarakat Cerdas dan Beradab Melalui Gerakan Literasi di Pesisir Selatan

06 November 2025

11 kali dibaca

Menumbuhkan Masyarakat Cerdas dan Beradab Melalui Gerakan Literasi di Pesisir Selatan

Oleh: Yoni Syafrizal

Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, kemampuan literasi menjadi kunci utama untuk membentuk masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya saing. Kabupaten Pesisir Selatan menjadi salah satu daerah yang mulai menyadari pentingnya hal tersebut. Melalui berbagai inisiatif pemerintah, semangat untuk menumbuhkan budaya baca dan literasi digital mulai bergerak dari kota hingga ke nagari.

Literasi, pada hakikatnya, bukan hanya soal membaca buku. Literasi adalah kemampuan memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara bijak. Dalam era digital saat ini, literasi berkembang lebih luas menjadi keterampilan berpikir kritis, memverifikasi kebenaran informasi, dan memanfaatkan teknologi untuk hal produktif. Tanpa literasi yang kuat, masyarakat mudah terombang-ambing oleh derasnya arus data dan hoaks yang berseliweran.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan melihat tantangan ini sebagai peluang. Melalui kegiatan seperti Festival Literasi Daerah, masyarakat diajak untuk lebih dekat dengan dunia baca-tulis dan mengenal pentingnya literasi digital. Program ini tidak sekadar agenda seremonial, melainkan bagian dari strategi besar untuk membangun peradaban baru yang berbasis pengetahuan dan nilai-nilai moral.

Langkah ini sejalan dengan visi daerah melalui Program Nagari Pandai, yang berupaya menjadikan setiap nagari sebagai pusat pembelajaran masyarakat. Program ini berfokus tidak hanya pada peningkatan kecerdasan akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter, etika, dan kemampuan berpikir kritis. Dengan pendekatan seperti ini, literasi tidak berhenti di ruang baca, tetapi hidup di tengah masyarakat.

Salah satu wujud nyata gerakan ini adalah penyediaan akses membaca yang lebih luas. Mobil pustaka keliling, perpustakaan nagari, hingga pojok baca di masjid menjadi sarana yang mendekatkan buku kepada masyarakat. Inovasi-inovasi ini tidak hanya memudahkan masyarakat mengakses bacaan, tetapi juga mengubah persepsi bahwa membaca bukanlah kegiatan elitis, melainkan kebutuhan sehari-hari.

Lebih jauh, gerakan literasi ini juga memperluas jangkauan ke ranah digital. Transformasi menuju literasi digital menjadi keharusan di tengah perubahan zaman. Masyarakat tidak cukup hanya bisa membaca, tetapi juga perlu memahami cara memanfaatkan teknologi secara cerdas — baik untuk pembelajaran, pengembangan usaha, maupun komunikasi sosial yang beretika.

Anak muda menjadi target utama dalam gerakan ini. Generasi yang lahir di era gawai membutuhkan panduan agar teknologi yang mereka gunakan tidak menjadi jebakan, tetapi menjadi alat tumbuh dan berkembang. Pemerintah daerah, bersama lembaga pendidikan dan komunitas literasi, berupaya mengarahkan energi generasi muda agar lebih banyak digunakan untuk belajar, berkarya, dan berinovasi.

Namun, literasi tidak akan hidup tanpa keteladanan. Peran guru, orang tua, dan tokoh masyarakat menjadi faktor penting dalam membentuk budaya baca dan sikap kritis. Di sekolah, guru bukan hanya pengajar, melainkan pembimbing moral. Di rumah, orang tua yang memberi contoh membaca akan menumbuhkan semangat serupa pada anak. Sedangkan di masyarakat, tokoh-tokoh lokal dapat menjadi motor penggerak kegiatan literasi.

Selain itu, literasi juga erat kaitannya dengan pembangunan karakter. Masyarakat yang gemar membaca dan terbiasa berpikir kritis cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan, lebih bijak dalam bersikap, dan lebih menghargai ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, gerakan literasi selalu dikaitkan dengan upaya membangun masyarakat beradab.

Festival literasi dan berbagai kegiatan sejenis juga memberi ruang bagi kreativitas lokal. Lomba menulis, bedah karya, dan diskusi publik menjadi ajang untuk mengekspresikan ide-ide baru serta memperkuat jati diri daerah. Dari sinilah muncul generasi penulis muda dan pegiat literasi yang menjadi wajah baru kemajuan Pesisir Selatan.

Dukungan terhadap gerakan ini tidak bisa hanya datang dari pemerintah. Dunia pendidikan, komunitas, sektor swasta, dan masyarakat umum perlu berkolaborasi. Setiap pihak memiliki peran — dari menyediakan fasilitas baca, menyelenggarakan pelatihan, hingga menciptakan lingkungan yang menghargai ilmu dan ide.

Gerakan literasi di Pesisir Selatan sesungguhnya adalah gerakan membangun masa depan. Ia bukan sekadar program tahunan, tetapi investasi sosial jangka panjang. Masyarakat yang literat akan lebih siap menghadapi perubahan global, lebih tangguh dalam berpikir, dan lebih berdaya dalam bertindak.

Pada akhirnya, literasi bukan hanya urusan membaca dan menulis, melainkan cara hidup. Ia mengajarkan manusia untuk berpikir sebelum bertindak, mencari kebenaran sebelum mempercayai, dan memahami sebelum menilai. Jika budaya ini benar-benar tumbuh di setiap nagari, maka cita-cita Pesisir Selatan untuk menjadi daerah Nagari Pandai bukan lagi sekadar slogan, tetapi kenyataan yang hidup di tengah masyarakatnya.