• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Metadata, Tata Kelola Data Daerah

02 November 2025

332 kali dibaca

Metadata, Tata Kelola Data Daerah

Iktisar data atau metadata kini menjadi ornamen penting yang tak bisa lagi dipandang sebelah mata oleh pemerintah daerah. Di era digital yang menuntut ketepatan dan transparansi, metadata ibarat jantung yang memompa informasi bagi pengambilan kebijakan.

Bagi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, metadata bukan hanya istilah teknis, melainkan fondasi bagi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan. Tanpa metadata, data sektoral hanya menjadi tumpukan angka yang tak bernyawa.

Sederhananya, metadata dapat diibaratkan seperti keberadaan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bagi sebuah mobil. STNK tak hanya menunjukkan legalitas, tapi juga menggambarkan karakter kendaraan: jenis, warna, nomor rangka, hingga tahun pembuatan.

Ketika seseorang membaca STNK, ia seolah membaca identitas lengkap kendaraan. Begitu pula dengan metadata—membaca metadata berarti memahami esensi data yang sesungguhnya.

Analogi lain yang sederhana dapat ditemukan dalam kartu inventaris ruang (KIR) di kantor pemerintah. Di sana tertera kursi, meja, pendingin udara, komputer, hingga infokus, lengkap dengan kondisinya: baik, rusak ringan, atau berat.

Ketika aparatur atau publik membaca KIR, sesungguhnya mereka tengah membaca metadata. Mereka tak sekadar melihat daftar barang, melainkan memahami aset dan kondisinya secara ringkas namun informatif.

Lalu, apa hubungan metadata dengan Pemerintah Daerah? Jawabannya, sangat erat. Sebagai badan publik, pemerintah daerah wajib menjaga ketertiban data, termasuk deskripsinya. Metadata menjadi panduan agar data tak sekadar tersimpan, tetapi bisa dimaknai dan dimanfaatkan.

Ambil contoh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKPAD). Idealnya, instansi ini memiliki metadata lengkap mengenai seluruh kendaraan dinas—roda dua, tiga, hingga empat—beserta kondisinya.

Dengan metadata yang rapi, BPKPAD dapat menghitung kebutuhan biaya pemeliharaan setiap kendaraan dalam satu tahun anggaran. Tak ada lagi kebingungan antara data aset dan realisasi belanja perawatan.
Ketika Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) datang memeriksa, mereka tinggal mencocokkan metadata dengan data realisasi. Audit pun menjadi lebih cepat dan transparan.

Contoh lain bisa kita lihat pada Dinas Pertanian. Untuk menentukan jumlah bantuan bibit, metadata produksi pertanian menjadi kunci. Dengan metadata yang akurat, mereka bisa mengetahui kebutuhan benih jagung atau padi hingga tingkat nagari.

Tanpa metadata, pengadaan bisa meleset dari kebutuhan lapangan. Bantuan menjadi tidak tepat sasaran, sementara anggaran tetap terserap. Inilah kerugian paling nyata dari lemahnya pengelolaan metadata.
Karena itu, metadata sejatinya menjadi fondasi bagi setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai produsen data.

Metadata memastikan bahwa perencanaan berbasis data benar-benar matang, bukan sekadar formalitas administratif.

Dengan metadata, antara input dan output menjadi sejajar. Bahkan, outcome atau hasil jangka panjang bisa diukur. Perencanaan menjadi terarah, dan evaluasi menjadi objektif.

Namun, hingga evaluasi statistik sektoral tahun 2024, nilai indeks metadata Kabupaten Pesisir Selatan baru mencapai 2,56 dari skala 5. Angka ini memang meningkat dibanding tahun 2023 yang hanya 1,6, tapi masih jauh dari ideal.
Artinya, pekerjaan rumah masih menumpuk.

Pengelolaan metadata belum menjadi budaya di setiap OPD. Masih banyak data yang berdiri tanpa konteks, seperti angka tanpa cerita.
Tanggung jawab tentu tidak semata berada di pundak Kasubag Perencanaan dan Pelaporan. Metadata semestinya menjadi perhatian seluruh jajaran pejabat administrator dan jabatan pimpinan tinggi (JPT).

Pejabat strategis di OPD harus menjadi penggerak utama. Kasubag perencanaan hanya akan bekerja optimal jika kepala OPD sendiri yang menyalakan tuasnya. Kepemimpinan digital dimulai dari atas.
Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selaku Wali Data daerah akan terus mengingatkan pentingnya pembenahan metadata.

Kominfo tak akan lelah “nyinyir” dalam arti positif—menagih, mendorong, dan memastikan data daerah tertata.
Keyakinannya sederhana: dengan data sektoral yang lengkap dan terstruktur, OPD akan lebih mudah menyusun rencana. Tak perlu lagi menebak baseline atau mengulang survei yang seharusnya sudah tersedia.

Metadata menjadi panduan yang memudahkan, bukan beban tambahan. Ia memperkuat sinergi antar-OPD, mempercepat perencanaan, dan mempermudah evaluasi.

Pada akhirnya, metadata adalah nafas baru dalam tata kelola pemerintahan berbasis data. Ia menjembatani niat baik pembangunan dengan realitas di lapangan.
Bagi Pemkab Pesisir Selatan, membangun budaya metadata bukan sekadar kewajiban teknis, tapi investasi jangka panjang menuju pemerintahan yang lebih cerdas, efisien, dan akuntabel.

 

Ditulis oleh: Wendi, S.H., M.Hum.