Painan, Februari 2013.
Sebuah keluarga nelayan di Gurun Panjang, Nagari Lakitan, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan memperoleh bntuan dari Badan Amil Zakat Daerah (Bazda). Bantuan tersebut berupa biaya bedah rumah senilai Rp15 juta. Kabid Pendayagunaan Bazda H Kamaruddin dan disaksikan Sekretaris Nagari Lakitan menyerahkan bantuan tahap pertama sebesar Rp5 juta Sabtu (23/2) lalu kepada Julhendri (54).
H Kamruddin berpesan kepada penerima, agar memanfaatkan zakat itu sebaik mungkin. Menurutnya, penyerahan bantuan akan berlangsung sebanyak tiga tahap. Tahap kedua tergantung pada laporan tahap pertama.
Julhendri merupakan keluarga yang sangat memprihatinkan dan serba kekurangan. Istrinya Yusnimar (45) beserta lima anaknya masing masing Riki (18), Iqbal (16), Iqwal (14), Tina (12) dan Japri (2) tinggal pada rumah tidak layak huni. Rumah itu didirikannya 13 tahun lalu. Kondisi fisik rumahnya sangat memprihatinkan, bisa dikatakan rumah itu sangat tidak layak huni.
Secara keseluruhan rumah itu jauh dari kesan sebagai tempat tinggal. Atap rumah terbuat dari rumbia. Kondisi atapnya sudah rusak yang ditandai dengan banyaknya bagian atap itu yang bolong. Pada sisi lain, susunan dedaunan rumbia itu kelihatan tidak rapi akibat "dikisai" angin.
Lantas dinding rumahnya juga sangat tidak layak untuk melindungi keluarga itu dari panas dan dingin. Dinding terbuat dari serpihan kayu yang disusun membujur, namun akibat jumlah kayu kurang, maka dinding itu dibuat jarang. Kualitas kayu dinding itupun sangat buruk, sehingga mudah lapuk bila terkena air dan bahkan dimakan anai anai. Beberapa lembar papan telah copot dari pakunya. Disisi lain, sejumlah kayu yang berfunggsi sebagai penahan dinding tampak menancap ketanah.
Selanjutnya lantai juga setali tiga uang dengan atap dan dinding. Hanya satu kata, lantai rumah itu jauh dari kesan sehat karena terdiri dari timbunan tanah. Setiap bulan, lantai itu selalu dibanjiri air pasang (banjir rob-red). Ketinggian air pasang bisa mencapai lutut orang dewasa.
"Bila air pasang tiba kami terpaksa menumpang kerumah warga lainnya. Kami tidak bisa memaksakan diri untuk tidur dalam rumah, soalnya selain berbahaya bagi anak anak, banjir pasang juga akan membawa hewan berbahaya lainnya masuk kedalam rumah," kata Julhendri menjelaskan.
Bukannya Julhendri tidak berusaha untuk memperbaiki rumahnya itu. Namun penghasilannya sebagai buruh nelayan tidak mencukupi untuk itu. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari ia sering berhutang ke tetangga. Tidak ada dana yang dapat disisihkan untuk memperrbaiki rumahnya.
"Bila hasil tangkapan bagus, saya bisa berpenghasilan Rp20 ribu hingga Rp40 ribu setiap hari. Namun bila tidak, maka saya harus mengutang kepada tetangga. Tidak ada yang bisa kami tabung dari hasil pekerjaan sebagi nelayan. Sebenarnya saya juga malu kepada tetangga dengan kondisi seperti ini, namun apa boleh buat," katanya lagi menjelaskan.
Tahun 2011 lalu menurut Julhendri, ia pernah mendapat pinjaman modal dari pihak perbankan untuk membeli jaring dan perahu. Dari pinjaman itu beberapa bulan telah mendatangkan hasil dan bahkan sanggup mencicil hutang kepada pihak bank. Sudah terbetik keinginannya untuk memperbaiki tempat tinggalnya itu.
"Akan tetapi di penghujung tahun 2011 perahu saya karam di kawasan Air Haji, Kecamatan Linggo Sari Baganti. Perahu saya diterjang ombak lalu karam. Tidak ada yang dapat diselamatkan saat perahu itu karam, maka semenjak itu saya tidak punya penghasilan tetap dan memadai. Untuk menyambung hidup saya menjadi buruh nelayan dengan mengoperasikan beberapa unit jaring," katanya mengenang kejadian yang dialaminya.
Bazda Pesisir Selatan telah melakukan survei terhadap rumah itu bulan lalu, kemudian memutuskan membantu keluarga miskin ini.(09)