Penguatan akidah bagi generasi muda agar tidak terjerumus atau terseret kepada paham Ateis, perlu dilakukan secara dini. Sebab jika penanaman nilai-nilai ketuhanan ini lemah, maka kekuatiran bisa terjebak dan terseret dengan paham ateis, akan berpotensi besar bisa terjadi bagi sang anak.
Karena pembentukan karakter dan pemahaman akidah itu tidak bisa diabaikan dan harus dilakukan secara dini, sehingga peran orang tua sangat menentukan.
Banyak cara yang bisa dilakukan bagi orang tua untuk memberikan pemahaman kepada sang anak bahwa kita ini merupakan makluk ciptaannya. Cara itu tentu dengan tetap berpedoman kepada Alquran dan sunah rasul, sebab dua hal ini merupakan tuntunan keselamatan bagi umat Islam baik di dunia maupun akhirat.
Di era milenial dengan informasi sudah berada di telapak tangan saat ini, kita sangat kuatir paham ateis ini bisa menular dan mempengaruhi generasi muda.
Walau demikian, kekuatiran itu bisa diperangi melalui pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga dan dilanjutkan dengan pendalaman ilmu keagamaan sampai tingkat pendidikan dasar.
Pendidikan karakter dan pendalaman akidah dapat dilakukan secara formal dan non formal. Secara formal dapat dilakukan melalui pendidikan Agama Islam di sekolah, sedangkan secara non formal melalui kegiatan ekstrakokurikuler di luar jam sekolah.
"Ini dapat dilakukan pada lingkungan tempat tinggal melalui pendidikan TPA/ TPSA, maupun melalui program yang disusun oleh sekolah itu sendiri dalam bentuk ektrakokurikuler. Sebab sasaran yang harus dicapai itu, bukan saja sekedar bisa menulis dan membaca Alquran. Tapi bagai mana generasi muda itu memahami apa yang terkandung dalam setiap bait yang ada dalam Alquran. Jika itu tercapai, maka kekuatan akidah sang anak tidak akan bisa tergoyahkan oleh pengaruh negatif yang datangnya dari luar, sudah sangat bisa diyakini,".
Berdasarkan pengamatan penulis, pengaruh paham ateis ini memiliki potensi bisa berkembang, bahkan tidak tertutup bisa merebak hingga ke Kabupaten Pesisir Selatan. Sebab paham ini bisa muncul dengan sendirinya bagi diri sang anak bila mereka tidak memiliki dasar agama yang kokoh. Pengaruh ini bisa masuk bukan saja melalui perkumpulan atau kelompok-kelompok yang terbentuk secara tersembunyi. Tapi juga bisa melalui sarana informasi yang sudah berada dalam genggaman atau hp android.
"Sekarang kecanggihan media informasi seperti internet, sudah masuk hingga kepelosok kampung tanpa bisa disaring lagi. Sehingga media ini bisa mereka manfaatkan untuk membentuk jaringan dan saling bertukar pikiran. Jika dasar agama telah kuat bagi sang anak, maka mereka tidak akan terpengaruh,".
Agar kekuatiran ini tidak terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan, sehingga diminta kepada tenaga pendidik mulai dari tingkat dasar hingga SLTA, mengintegrasikan pendidikan karakter dan pemahaman kebesaran Allah pada setiap bidang studi. Disamping juga melalui kegiatan ekstrakokurikuler lainnya.
"Ini harus diperangi, sebab paham ateis ini akan membawah umat manusia keajaran Jahilia yang sangat kita takuti bisa terjadi. Dan ini merupakan bencana besar yang mengintai keselamatan dunia yang tidak bisa diterima di negara manapun di muka bumi, termasuk di Kabupaten Pesisir Selatan,".
Melalui kesempatan ini penulis menghimbau kepada semua masyarakat jika menemui geja-gejala ateis di lingkungan tempat tinggalnya, diminta segera melapor kepada pemerintah dan pihak terkait.
"Sebab paham ini sama halnya dengan wabah yang bisa cepat menular, terutama sekali bagi generai muda yang dangkal ilmu dan tidak memiliki dasar agama,". (05)