Painan, April 2013.Perusakan hutan ternyata tidak saja merusak populasi harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), akan tetapi mempersempit wilayah dan populasi ayam galugo atau dikenal luas dengan sebutan ayam hutan ( sejenis ayam liar yang hidup di hutan - junglefoul ). Perusakan hutan menyebabkan sulitnya menemukan ayam hutan dengan bulu yang berwarna-warni dan indah bagi yang jantan tersebut.
Menurut keterangan Kepala Balai TNKS Pesisir Selatan Kamaruzzaman pekan lalu, berdasarkan data di TNKS di kawasan ini diduga hidup ada dua jenis ayam hutan, mereka menyebar alami di TNKS. Kedua jenis itu ialah ayam-hutan merah, yang menyukai bagian hutan yang relatif tertutup, dan karakteristik hutan seperti ini memang ada di TNKS, selain itu ayam-hutan hijau, yang lebih menyenangi hutan-hutan terbuka dan wilayah berbukit-bukit.
"Diyakini para ahli, ayam hutan merah dan hijau adalah moyang dari ayam piaraan sekarang, sedangkan keturunan F1 dari persilangan antara ayam hutan merah dan ayam hutan hijau menghasilkan ayam bekisar," ujar Kamaruzzaman.
Kedua jenis ayam hutan ini menurutnya, kini kodisi populasi makin terdesak, akibat terjadinya pembabatan hutan di kawasan TNKS Pesisir Selatan. Jumlahnyapun sulit ditaksir.
Sementara berdasar keterangan Aprisal warga Koto Pulai yang tinggal di pinggiran TNKS menyebutkan, dulu masyarakat di pinggir hutan masih sering mendengar kokok ayam hutan di pagi hari. Suaranya tinggi, berlenggek dan melengking.
"Namun kini kami dipinggir hutan tak mendengar lagi suara seperti itu, mungkin salah satu penyebabnya hutan yang layak untuk hidup ayam hutan sudah jauh ketengah TNKS, wilayah TNKS yang memiliki hutan lebat dan tertutup semakin berkurang," ujar Aprisal.
Ayam hutan berbulu merah, memang senang tinggal dalam hutan yang masih lebat. Jika kita menyisir jauh kedalam hutan, maka akan ditemukan ayam hutan jenis ini. "Saat saya mendampingi para peneliti dari berbagai lembaga, ke dalam TNKS saya sering temukan ayam hutan merah, namun dipinggir kampung tidak akan bisa ditemukan lagi," ujarnya.
Dulu menurutnya, ayam hutan sebagai pemakan berbagai jenistidak hanya terdengar suaranya yang merdu akan tetapi sering juga mencari makanan ke pinggir kampung, sambil memakan pucuk-pucuk rumput, serangga dan berbagai hewan kecil lainnya.
Dalam hutan TNKS yang jauh, ayam ini biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Tidur di atas ranting atau semak semak kecil dalam hutan tertutup tidak terlalu jauh dari atas tanah. Pada musim bertelur, betina membuat sarang sederhana di atas tanah dan mengerami telurnya hingga menetas. "Anak-anak ayam hutan diasuh oleh induk betinanya, demikian biasanya ditemukan dalam hutan," ujarnya lagi.
Warga pencari rotan atau hasil hutan lainnya, sering juga menangkap ayam hutan dengan cara menjerat. Namun jarang yang bisa hidup layaknya ayam kampung. "Bahkan, tidak seperti ayam peliharaan, ayam hutan pandai pula terbang, jadi sulit didomestikasi," ujarnya.
Begitu pua halnya dengan ayam hutan hijau, sudah sulit ditemukan di Pesisir Selatan. Kalupun ada, ia berada diketinggian dan hutannya terbuka. Diberbagai literatur ayam hutan jenis ini dikenal sebagai Green Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan asal tempatnya.(09)(09)