• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm

01 Maret 2013

1063 kali dibaca

Tradisi Menghidangkan Nasi Dengan Kampia di Pancuang Taba

Bila anda menghadiri perhelatan nikah di Nagari Pancung Taba, Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan, maka anda akan menemukan tradisi khas dan unik. Yakni nasi yang didimpan dan dihidangkan dalam kampie. Kampie (sejenis kantong yang terbuat dari anyaman mendng atau mensiang-red) bukan wadah alternatif, namun sudah menjadi perkakas rumah tangga semenjak dahulunya di Pancung Taba. Saratnya anda tentu harus betah mengikuti aturan makan ala adat.

"Kami disini sudah terbiasa menghidangkan nasi dengan kampie saat baralek. Tradisi ini tetap bertahan hingga kini diseluruh kampung di Nagari Pancung Taba. Para penerus generasi tampaknya tidak malu dengan tradisi ini. Itu yang menyebabkan masih bertahan hingga kini," ungkap Zamzami (57), warga Pancung Taba.

Menghidangkan nasi dengan kampie menurutnya, merupakan tradisi yang dibawa nenek moyang warga Pancung Taba dari negeri asalnya di darek. Meski tidak bisa dijelaskan kapan nenek moyang orang Pancuang Taba membawa tradisi ini, setidaknya ada sejumlah bukti kesamaan antara kampie darek dengan di Pancuang Taba. Baik ukuran maupun seni anyaman rumput agamnya (sebutan untuk bahan pembuat kampie).

Ia menyebutkan, berdasarkan penuturan dari pendahulunya, ada sejumlah manfaat bila menyimpan atau menghidangkan nasi dengan kampie. Manfaat itu berkaitan dengan kualitas nasi dan efektifitas tempat yang digunakan saat menghidangkan nasi.

"Pertama, dari informasi yang kami peroleh turun temurun, bila nasi di taruh dalam kampie, maka aroma nasi tersebut akan bertambah baik dan nikmat. Anda bisa merasakan sendiri. Berbeda jika nasi ditaruh didalam piring atau mangkuk. Nasi dimangkuk atau piring, jika tidak segera dimakan, maka rasa, aroma dan kondisi fisiknya sedikit berubah, apalagi proses sisombah lama," ujar Zamzami.

Namun menurutnya, bila nasi ditaruh dalam kampie justeru sebaliknya. Nasi menjadi harum. Selain itu, dengan menaruh nasi dalam kampie, maka proses menghidangkan makanan dalam perhelatan minangkabau yang begitu lama, akan membuat nasi jadi awet. Berapapun waktu yang terpakan saat basisombah, nasi tidak akan dingin.

"Biasanya bila yang datang dalam perhelatan para ninik mamak, atau orang orang penting dalam nagari petatah petitih akan banyak, maka mengemas nasi dalam kampie adalah salah satu cara yang lebih baik," ungkap Zamzami mengungkapkan alasan mengapa nasi ditaruh dalam kampie.

Selanjutnya kata Zamzami, selain dipergunakan untuk acara adat, maka kampie juga digunakan orang untuk menyimpan nasi ke ladang atau kerimba. Nasi dalam kampie biasanya tidak akan basi selama dua hari. Katanya, pagi berangkat, sore besoknya, nasi tetap aman.

"Alasan selanjutnya adalah, untuk efektifitas tempat. Maknanya ada dua. Pertama tempat menghidangkan nasi dan makanan lain biasanya sangat terbatas dalam menjamu tetamu. Disebabkan rata rata ruang tamu atau rumah tempat menjamu di sini berukuran kecil. Bila menggunakan mangkuk atau piring, maka tempat akan menjadi sempit," kata Zamzami lagi menjelaskan.

Selanjutnya kata Zamzami, efektifitas dalam perawatan dan penyimpanan. Kampie yang jelas tidak memerlukan orang banyak untuk memebersihkannya, sementara piring atau mangkok perawatannya jauh lebih rumit dan memerlukan banyak orang. Diingatkan Zamzami, menuangkan nasi dari kampie perlu keterampilan tersendiri, jika tidak hati hati nasi akan keluar dengan takaran yang tidak diinginkan.

"Setelah digunakan, biasanya kampie dibersihkan atau dicuci sampai bersih hingga tidak ada sisa nasi. Setelah dicuci, kampie dijemur hingga kering sempurna, tujuannya supaya kampie tersebut tidak ditumbuhi jamur atau kapang. Pembersihan kampie perlu diperhatikan dengan seksama, dan tidak semua orang bisa membersihkannya," kata Zamzami lagi.

Lalu katanya, setelah kering sempurna, kampie telah bisa disimpan lagi ditempat yang telah disediakan.Suatu waktu bisa digunakan lagi untuk keperluan yang sama atau keperluan keladang. Tapi yang jelas tempat penyimpanan tidak memerlukan lokasi yang besar.

Terkait membuat kampie, rata rata petani di Pancuang Taba menguasai cara membuatnya. Sementara bahan baku merupa mendong atau mensiang atau juga disebut rumput agam tersebut sengaja dibudidayakan di sawah masyarakat. (haridman)(09)