Painan, Juni 2015 -- Masyarakat Nagari Limaugadang Pancuangtaba Kecamatan Bayang Utara (Bayu) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), harapkan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (Dispertahorbun) setempat lakukan pembukaan lahan garapan seluas 860 hektar di nagari itu.
Harapan itu disampaikan terkait atas ditemukanya lahan seluas 860 hektar oleh masyarakat di nagari itu, yang bisa dikembangkan untuk budidaya tanaman hortikultura dan lahan perkebunan. Hamparan lahan dengan topografi dan suhu yang nyaris sama dengan Alahan Panjang Kabupaten Solok itu tidak berada di kawasan lindung dan bisa segera digarap.
Hal itu disampaikan Walinagari Limaugadang Pancuangtaba, Azwir kepada pesisirselatan.go.id Jumat (26/6) di Painan.
Dikatakan Azwir bahwa hamparan lahan datar seluas 860 hektare tersebut, berada pada ketinggia 1.000 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Hamparan lahan itu di zaman Belanda sebetulnya pernah jadi pemukiman warga. Namun ditinggalkan oleh warga karena jauhnya jarak yang ditempuh untuk sampai ke pusat pemerintahan nagari ketika itu.
" Disamping jauh dan berada di lokasi ketinggian, sarana transprtasi juga tidak ada. Semua hasil pertanian yang akan dijual ke pasar terpaksa dijujung di atas kepala. Tidak tahan dengan kondisi itu, sehingga warga yang mendiami lokasi itu meninggalkanya. Kampung itu dikenal masyarakat dulunya dengan sebutan Rawanggadang," katanya.
Terkait ditemukannya hamparan lahan yang sudah lama hilang yang bisa dikembangkan untuk pengembangan sayur-mayur dan lahan perkebunan itu, Bupati Pessel Nasrul Abit ketika ditanya pesisirselatan.go.id meminta Pemerintah Nagari (Pemnag) setempat membuat laporan dan grand desain rencana pengelolaan lahan seluas 860 hektare itu.
" Grand desaign itu terkait potensi dan jenis tanaman sayuran apa yang bisa dikembangkan atau dibudidayakan di lokasi itu. Sebab lahan itu bisa digarap karena memang tidak berada pada hutan lindung. Termasuk juga prasarana dasar yang diperlukan. Dalam waktu dekat Kepada Dispertahorbun Pessel, juga diminta untuk segera melakukan kajian komprehensif pada lahan itu," ujarnya.
Disampaikanya bahwa Kecamatan Bayang Utara sebetulnya telah ditetapkan sebagai sentra hortikultura di Pessel. Walau sudah ditetapkan, namun produksi sayur mayur di kecamatan itu masih belum maksimal akibat banyak faktor. Dikatakan demikian, karena Wilayah Bayang Utara memang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai penghasil sayuran dan berbagai tanaman holtikultura lainya.
Dia menyebutkan bahwa kendala utama dalam pengelolaan kawasan pertanian di daerah itu adalah penguasaan tekhnologi pertanian yang masih sederhana. Bahkan pada beberapa tempat, proses poduksi justru jauh dari pelatan dan ilmu pertanian.
" Selain itu petani juga masih dihadapkan dengan masih sulitnya memperoleh benih unggul untuk pengembangan jenis tanaman tertentu. Misalnya bawang merah. Warga disini, kadang tidak mendapatkan bibit bermutu untuk ditanam. Makanya hasil yang diperoleh masih belum memuaskan," katanya.
Keterbatasan kemampuan pengelolaan pertanian secara teknologi itu, diakui oleh Walinagari Limaugadang Pancuangtaba, Azwir.
" Memang kendala utama warga di dalam mengembangakan berbagai tanaman pangan di nagari ini adalah masih rendahnya penguasaan teknologi dan tatalaksana pertanian. Sebab masih cendrung menerapkan pola dan tata cara tradisionil," ungkapnya lagi.
Selain masih terbatasnya penguasaan teknogi, penyembab lambanya pengembangan tanaman pangan dan sayuran di nagari itu adalah akibat beratnya medan dan mahalnya biaya angkut.
" Medan yang berbukit dan jalan sempit salah satu hal yang menyulitkan petani untuk memobilisasi produksi pertanian. Kondisi itu pulalah yang membuat warga yang mendiami Kampung Rawanggadang pada zaman Belanda dulunya pergi meninggalkan pemukiman mereka. Karena besarnya potensi yang bisa dikembangkan di nagari ini, sehingga saya berharap peningkatan sarana dan prasarana seperti jalan dan lainya, juga disejalankan dengan penguasaan teknologi melalui berbagai pelatihan," harapnya.
Harapan itu disampaikanya, karena akibat dari keterbatasan transportasi itu membuat biaya produksi menjadi tinggi.
" Dampaknya membuat usaha-usaha dibidang pertanian yang dilakukan warga setempat menjadi jalan ditempat. Itu akaibat dari berbagai tanaman atau sayuran yang mereka tanam, rata-rata hanya untuk kebvutuhan rumah tangga, bukan untuk dijual. Padahal di nagari ini sangat cocok dikembangkan berbagai jenis sayuran seperti bawang merah, kol, cabai dan lainnya," tutup Azwir. (05)