• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Dari Rumah ke Alam: Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Bisa Dimulai Hari Ini

02 Juni 2025

12 kali dibaca

Dari Rumah ke Alam: Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Bisa Dimulai Hari Ini

Di tengah krisis iklim yang semakin terasa, kita sering kali merasa bahwa menyelamatkan bumi adalah tugas besar yang hanya bisa dilakukan oleh negara, lembaga internasional, atau para aktivis lingkungan. Padahal, sesungguhnya perubahan besar justru dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan secara konsisten di tempat terdekat: rumah kita sendiri. Gaya hidup ramah lingkungan bukanlah tren sesaat, melainkan kebutuhan mendesak agar kita dan generasi mendatang tetap bisa hidup di bumi yang layak huni. Ketika rumah-rumah tangga mulai peduli, maka satu demi satu, komunitas, desa, kota, bahkan negara akan ikut berubah.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat bahwa timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 69,9 juta ton. Dari jumlah tersebut, jenis sampah yang paling mendominasi adalah sisa makanan, sebesar 41,60%, disusul oleh sampah plastik yang mencapai 18,71%. Jika ditinjau dari sumbernya, sebagian besar sampah—sekitar 44,37%—berasal dari rumah tangga. Fakta ini tentu menjadi perhatian serius bagi kita semua. Sudah saatnya masyarakat mengubah cara pandang terhadap pengelolaan sampah. Pola lama yang hanya mengandalkan sistem kumpul, angkut, dan buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) harus ditinggalkan.

Sebaliknya, paradigma baru perlu diterapkan, yaitu dengan memilah, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah, sehingga hanya residu saja yang akhirnya dibuang ke TPA. Inilah prinsip dari ekonomi sirkular—di mana sampah bukan lagi dilihat sebagai limbah semata, melainkan sebagai sumber daya yang memiliki nilai dan bisa dimanfaatkan kembali.sampah yang tidak tertangani secara baik dan akhirnya mencemari sungai, laut, dan tanah. Sampah plastik menjadi masalah paling serius karena sifatnya yang sulit terurai, bisa bertahan ratusan tahun, dan kini bahkan telah memasuki rantai makanan dalam bentuk mikroplastik. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat bahwa perairan Indonesia mengandung lebih dari 100 ribu partikel mikroplastik per kilometer persegi, yang sebagian besar bersumber dari limbah domestik. Fakta ini membuktikan bahwa aktivitas rumah tangga ternyata memiliki dampak langsung terhadap kualitas lingkungan hidup.

Namun, ada harapan. Setiap keluarga bisa mengambil peran dengan menerapkan kebiasaan sederhana yang ramah lingkungan. Misalnya, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dengan membawa tas belanja sendiri, menggunakan botol minum isi ulang, dan memilih produk rumah tangga yang minim kemasan. Jika satu keluarga saja mampu mengurangi 100 gram sampah plastik per hari, maka dalam setahun keluarga itu menyumbang pengurangan lebih dari 36 kilogram plastik.

Bayangkan jika itu dilakukan oleh ratusan rumah dalam satu kelurahan. Langkah berikutnya adalah memilah sampah di rumah, terutama mengolah sampah organik menjadi kompos. Selain mengurangi volume sampah ke tempat pembuangan akhir, kompos juga bermanfaat menyuburkan tanah dan menambah nilai guna sisa makanan.

Di sisi lain, kebiasaan hemat energi dan air juga sangat penting. Mematikan lampu saat tidak digunakan, mencabut steker, memakai lampu LED, serta menampung air hujan untuk menyiram tanaman adalah kebiasaan kecil yang berdampak besar. Menurut laporan International Energy Agency (IEA), sektor rumah tangga menyumbang 20 hingga 25 persen emisi karbon global, sebagian besar berasal dari konsumsi listrik berbasis energi fosil. Artinya, semakin hemat energi, semakin kecil pula jejak karbon kita.

Gerakan menghijaukan rumah juga dapat dimulai dengan menanam tanaman yang bermanfaat. Tak perlu lahan luas, cukup pot atau botol bekas di sudut pekarangan. Tanaman seperti cabai, pandan, serai, atau bunga telang bukan hanya mempercantik rumah, tetapi juga menyaring udara dan bisa menjadi sumber pangan mandiri. Ini bukan hanya soal menjaga lingkungan, tetapi juga menciptakan kemandirian keluarga di tengah ketidakpastian iklim dan pangan. Dukungan terhadap produk-produk lokal yang ramah lingkungan juga tak kalah penting. Saat kita memilih deterjen, sabun, atau pembersih berbahan alami, kita turut menjaga kualitas air tanah dari pencemaran zat kimia sintetis. Produk-produk semacam ini kini mudah ditemukan dan bahkan diproduksi oleh UMKM lokal yang perlu kita dukung.

Mengubah gaya hidup memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kepedulian terhadap lingkungan bukan soal besar atau kecilnya langkah, melainkan tentang kemauan untuk memulai dan konsistensi dalam menjalankannya. Rumah adalah titik awal perubahan. Dari ruang dapur hingga halaman belakang, semua sudut bisa menjadi ruang praktik hijau yang mendidik, menyehatkan, dan memberi keteladanan. Bayangkan jika setiap rumah mengambil peran sekecil apapun, maka dampaknya akan luar biasa. Jika satu RT yang terdiri dari 100 rumah saja mengurangi satu kantong plastik per hari, maka dalam setahun sudah ada lebih dari 36 ribu kantong plastik yang tidak terbuang ke alam. Ini bukan hal remeh, melainkan bentuk nyata kontribusi terhadap masa depan bumi.

Sudah saatnya kita berhenti bertanya apa yang bisa alam berikan kepada kita, dan mulai bertanya apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga alam. Karena pada akhirnya, bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan bagi anak cucu. Menjaga alam berarti menjaga masa depan. Dan untuk itu, kita tidak perlu menunggu instruksi dari atas. Cukup mulai dari rumah hari ini juga.