• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm

24 Oktober 2025

161 kali dibaca

Harmoni Alam dari Amping Parak

Di pesisir selatan Sumatera Barat, tepatnya di Nagari Amping Parak, Kecamatan Sutera, hamparan laut biru berpadu dengan pasir lembut menjadi saksi tumbuhnya kesadaran baru tentang cinta lingkungan. Kawasan yang dikenal sebagai habitat penyu ini bukan hanya tempat wisata, tetapi juga laboratorium alam tentang bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan ekosistem laut.

Amping Parak memiliki kawasan konservasi penyu yang dikelola dengan semangat kebersamaan antara masyarakat dan para relawan. Di sini, pengunjung tak hanya menyaksikan pelepasan tukik ke laut, tetapi juga belajar memahami makna besar di balik langkah kecil anak penyu menuju ombak: simbol harapan untuk laut yang tetap hidup dan bersih.

Menariknya, kawasan konservasi ini dikenal nyaris tanpa sampah. Setiap orang yang datang diajak membawa kembali sampahnya sendiri. Namun, bukan berarti kawasan ini sama sekali tak tersentuh sampah. Sesekali, angin laut dan arus ombak membawa potongan plastik atau sisa limbah dari luar kawasan. Ketika hal itu terjadi, petugas dan relawan konservasi segera bergerak membersihkannya agar tidak mengganggu kenyamanan penyu maupun pengunjung. Kebersihan menjadi bagian dari rutinitas, bukan sekadar kegiatan seremonial.

Berbeda dengan banyak pantai lain yang masih bergelut dengan permasalahan limbah, Amping Parak menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari kesadaran lokal. Tak ada tumpukan plastik di sepanjang garis pantai, tak ada puntung rokok berserakan di pasir. Semua tertata rapi karena warga memahami: laut yang kotor berarti ancaman bagi penyu dan seluruh kehidupan laut di dalamnya.

Penyu merupakan satwa laut yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Seekor penyu bisa salah mengira plastik sebagai ubur-ubur, mangsanya di alam. Akibatnya, banyak penyu mati karena menelan sampah anorganik. Dalam konteks inilah, kebersihan laut menjadi hal mutlak. Penyu bukan hanya ikon satwa lindung, tetapi juga indikator keseimbangan ekosistem laut. Jika penyu berkurang, rantai makanan terganggu, hamparan lamun rusak, dan populasi ubur-ubur melonjak tanpa kendali.

Kesadaran itu tumbuh perlahan di tengah masyarakat Amping Parak. Melalui kegiatan gotong royong dan penyuluhan, warga diajak memahami bahwa kebersihan pantai bukan hanya soal keindahan, tetapi bagian dari tanggung jawab ekologis. Pemerintah nagari bersama kelompok peduli lingkungan juga aktif mengadakan pelatihan pengelolaan sampah, memperkenalkan konsep reduce, reuse, recycle agar masyarakat tidak sekadar membuang, tapi juga mengelola sampah dengan bijak.

Pelatihan yang digelar di sekitar kawasan konservasi menjadi bukti nyata perubahan itu. Sampah anorganik seperti botol plastik dan kemasan bekas diolah menjadi kerajinan bernilai ekonomi. Para ibu rumah tangga dan pemuda kreatif membuat pot bunga, tempat lampu, hingga tas daur ulang yang kini dijual sebagai cendera mata bagi wisatawan. Selain mengurangi limbah, kegiatan ini membuka peluang usaha baru dan memperkuat ekonomi lokal berbasis kreativitas hijau.

“Kami ingin laut ini tetap bersih supaya penyu bisa terus kembali bertelur di sini,” tutur salah satu relawan konservasi. “Kalau pantai kotor, penyu enggan naik ke darat. Karena itu, kami jaga kebersihan setiap hari, termasuk memungut sampah yang terbawa angin atau hanyut dari laut.”

Ucapan sederhana itu menggambarkan semangat masyarakat Amping Parak. Mereka tidak menunggu bantuan besar untuk bergerak. Dengan alat seadanya, mereka rutin membersihkan pantai, memungut sisa plastik yang terbawa arus, dan menata ulang area konservasi agar tetap nyaman. Hasilnya, pantai ini kini menjadi salah satu contoh terbaik harmoni antara manusia dan alam di Pesisir Selatan.

Lebih dari sekadar konservasi penyu, gerakan menjaga laut bersih di Amping Parak telah menjadi bagian dari identitas masyarakat. Dari anak-anak hingga orang tua, semua diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Di sekolah-sekolah sekitar, guru menanamkan nilai cinta lingkungan melalui praktik langsung—mengajak siswa menanam pohon pantai dan mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang.

Kini, Amping Parak bukan hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena keteladanan warganya dalam menjaga lingkungan. Lautnya bersih, udaranya segar, dan masyarakatnya hidup dalam kesadaran ekologis. Semua berpadu menciptakan harmoni antara manusia, laut, dan penyu yang dilindungi.

Ketika tukik-tukik kecil merayap menuju ombak, pemandangan itu seolah menjadi pengingat, menjaga laut tetap bersih bukan hanya soal estetika, tetapi soal keberlanjutan hidup. Dari Amping Parak, pesan itu bergema ke seluruh penjuru Pesisir Selatan bahwa harmoni alam bukan sekadar cita-cita, melainkan sesuatu yang bisa diwujudkan ketika manusia benar-benar menghormati bumi tempatnya berpijak.