• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Legalitas Usaha Farmasi: Fondasi Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat Pesisir Selatan

08 November 2025

106 kali dibaca

Legalitas Usaha Farmasi: Fondasi Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat Pesisir Selatan

Oleh: Yendi, S Sos

Pembangunan daerah tidak hanya diukur dari seberapa banyak investasi yang masuk, tetapi juga dari bagaimana pemerintah menjaga kualitas layanan publik, terutama di bidang kesehatan. Di Kabupaten Pesisir Selatan, kesadaran itu mulai terwujud melalui langkah konkret Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dalam mendorong kepatuhan izin usaha apotek dan toko obat.

Langkah ini mungkin tampak administratif, tetapi memiliki dampak besar terhadap dua hal sekaligus. Diantaranya, peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah. Ketika apotek dan toko obat beroperasi dengan izin resmi serta memenuhi standar teknis, maka kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat. Pada saat yang sama, iklim usaha yang tertib dan sehat akan memacu investasi baru di sektor farmasi.

Legalitas usaha bukan hanya soal memenuhi aturan. Di balik izin yang sah, ada jaminan mutu, tanggung jawab profesional, dan keamanan bagi konsumen. Apotek dan toko obat yang berizin berarti diawasi oleh tenaga ahli yang memahami etika profesi, pengelolaan obat yang benar, serta distribusi produk yang terjamin keasliannya. Inilah yang menjadi pondasi utama dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.

Melalui kegiatan pendampingan Corrective Action and Preventive Action (CAPA), DPMPTSP bersama Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sumatera Barat memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk memperbaiki kekurangan sekaligus mencegah pelanggaran. Pendekatan ini tidak menakut-nakuti, tetapi membina agar pengusaha farmasi memahami bahwa izin bukan beban, melainkan perlindungan bagi usaha mereka sendiri.

Kepala DPMPTSP Pessel, Nuzirwan, (kadis lama red) beberapa waktu lalu menegaskan bahwa perizinan yang tertib akan membawa dampak langsung terhadap peningkatan kualitas layanan publik. Ia menilai bahwa apotek dan toko obat memiliki posisi strategis, karena menjadi ujung tombak masyarakat dalam memperoleh obat yang aman dan bermutu. Jika standar pengelolaan farmasi terjaga, maka masyarakat tidak perlu khawatir terhadap maraknya obat palsu, kadaluarsa, atau tanpa izin edar.

Namun, dalam praktiknya, masih ditemukan sejumlah tantangan. Beberapa pelaku usaha menghadapi kendala pada pemenuhan sumber daya manusia (SDM) kefarmasian, kelengkapan dokumen teknis, dan pembaruan laporan usaha. Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa masih dibutuhkan pembinaan berkelanjutan agar dunia usaha benar-benar memahami pentingnya kepatuhan perizinan.

Untuk itu, DPMPTSP bersama Dinas Kesehatan memperkuat sinergi lintas sektor. Kolaborasi ini diharapkan menciptakan sistem pengawasan yang tidak hanya menindak pelanggaran, tetapi juga memberi solusi agar pelaku usaha dapat memenuhi ketentuan dengan baik. Pendekatan edukatif seperti ini menjadi bentuk nyata pemerintahan yang berpihak kepada rakyat, bukan sekadar birokrasi yang mempersulit.

Lebih dari sekadar kepatuhan, kebijakan ini juga mendorong efisiensi ekonomi. Dengan diterapkannya sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS-RBA), proses perizinan kini lebih cepat, transparan, dan mudah diakses. Pelaku usaha tidak perlu lagi melalui jalur panjang birokrasi. Cukup dengan sistem daring, mereka bisa mengajukan izin dan memantau prosesnya secara mandiri.

Inovasi digital ini bukan hanya mempermudah dunia usaha, tetapi juga mencerminkan arah baru birokrasi yang adaptif terhadap perubahan zaman. Pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator, bukan penghambat. Dengan begitu, sektor usaha kecil dan menengah, termasuk usaha farmasi, dapat tumbuh lebih cepat dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah.

Ketika sektor kesehatan dan ekonomi saling memperkuat, kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Apotek dan toko obat yang beroperasi dengan standar profesional bukan hanya menyediakan obat, tetapi juga menjadi bagian dari rantai ekonomi yang menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan memperluas peluang usaha baru di bidang kesehatan.

Masyarakat juga perlu menyadari bahwa membeli obat di tempat yang legal berarti ikut menjaga keamanan diri sendiri. Obat yang berasal dari sumber tidak resmi bisa membahayakan kesehatan, bahkan nyawa. Kesadaran konsumen untuk memilih layanan kesehatan yang terpercaya harus menjadi bagian dari budaya literasi kesehatan yang terus dibangun di Pesisir Selatan.

Sementara itu, bagi pemerintah daerah, kepatuhan perizinan merupakan bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Regulasi yang jelas, pengawasan yang transparan, dan pelayanan publik yang efisien akan memperkuat kepercayaan investor terhadap daerah. Kepercayaan itulah yang menjadi modal utama dalam membangun ekonomi berbasis kesehatan dan kesejahteraan.

Kegiatan seperti CAPA menunjukkan bahwa pembinaan usaha bisa dilakukan secara humanis dan produktif. Alih-alih menunggu pelanggaran, pemerintah memilih untuk mendampingi dan mengarahkan. Pendekatan ini mencerminkan semangat kolaboratif antara regulator dan pelaku usaha dalam mencapai tujuan bersama masyarakat sehat, ekonomi kuat, dan lingkungan usaha yang berdaya saing.

Pesisir Selatan kini berada pada jalur yang tepat. Upaya memperkuat legalitas usaha farmasi bukan hanya tentang mematuhi aturan, melainkan bagian dari visi besar membangun masyarakat yang sehat, mandiri, dan berdaya ekonomi. Dengan kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, cita-cita itu bukan hal yang mustahil.

Pada akhirnya, kepatuhan terhadap izin usaha bukan sekadar urusan administratif, melainkan bentuk tanggung jawab moral. Dari toko obat kecil di nagari hingga apotek besar di kota, semuanya memiliki peran penting dalam menjaga denyut kehidupan masyarakat. Ketika usaha dijalankan dengan jujur dan profesional, maka bukan hanya ekonomi yang tumbuh, tetapi juga martabat daerah yang ikut terangkat.