• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Hilirisasi: Jalan Menuju Nilai Tambah

27 Agustus 2025

24 kali dibaca

Hilirisasi: Jalan Menuju Nilai Tambah

Di balik lebatnya perbukitan Lengayang, Pesisir Selatan, tersimpan harta hijau bernama gambir dan tumbuhan aromatik. Selama ini, kekayaan ini hanya menjadi penghidupan sederhana bagi petani. Namun, kini Uhamka membuka jalan baru membawa hasil riset kampus turun ke tanah, menyatu dengan peluh petani, dan mengubahnya menjadi produk bernilai tinggi.

Selasa (26/8), Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) Jakarta bersama Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kambang meluncurkan program “Teknologi Tepat Guna Alat Ekstraksi Gambir dan Minyak Atsiri” melalui konsep Kampus Berdampak. Acara yang berlangsung di Nagari Kambang Utara ini dihadiri langsung oleh Rektor Uhamka, Prof. Dr. Gunawan Suryoputro, serta sejumlah akademisi dan pimpinan Uhamka. Bahkan hadir pula Prof. Madya Ir. Ts. Dr. Ridwan Bin Yunus dari Universitas Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM), menandai kolaborasi lintas negara dalam mengembangkan potensi lokal.

Hilirisasi adalah proses memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam agar menghasilkan nilai tambah yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program ini fokus pada dua komoditas emas Pesisir Selatan , gambir dan minyak atsiri.

Gambir – Tanaman khas yang selama ini menjadi bahan baku penyamakan kulit, pewarna alami, dan obat tradisional. Mengutip laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Indonesia saat ini menjadi pemasok utama gambir dunia dengan kontribusi mencapai 80?ri total kebutuhan global. Permintaan terbesar datang dari India sebagai negara tujuan utama ekspor, yang setiap tahunnya menyerap sekitar 13–14 ribu ton gambir. Selain India, sejumlah negara lain juga menjadi pasar potensial, seperti Jepang, Pakistan, Filipina, Bangladesh, dan Malaysia, yang menunjukkan bahwa gambir Indonesia memiliki posisi strategis dalam perdagangan internasional.

Minyak Atsiri – Minyak yang diperoleh dari penyulingan tanaman seperti serai wangi, nilam, dan cengkeh. Produk ini digunakan di industri parfum, kosmetik, hingga farmasi. Permintaan globalnya mencapai US$ 8,8 miliar pada 2024 dan terus meningkat seiring tren gaya hidup natural.

Namun, persoalannya sama petani hanya menjual bahan mentah. Nilai tambah hilang di tangan tengkulak atau negara pengolah. Inilah yang ingin diubah Uhamka, petani tidak sekadar produsen, tapi juga pelaku industri kecil berbasis teknologi.

Program ini menghadirkan alat ekstraksi modern yang sederhana, hemat energi, dan mudah dioperasikan oleh petani. Dengan teknologi ini, proses pemisahan zat aktif pada gambir dan penyulingan minyak atsiri bisa lebih cepat dan efisien.

Jika sebelumnya petani membutuhkan waktu 8–10 jam untuk memproses bahan mentah, kini hanya perlu setengahnya. Kualitas produk pun meningkat: gambir lebih bersih, minyak atsiri lebih murni. Artinya, harga jual bisa lebih meningkat.

Dalam sambutannya, Rektor Uhamka menegaskan bahwa kampus harus hadir untuk masyarakat. “Kami ingin hasil riset tidak hanya berhenti di laboratorium, tapi memberi dampak sosial dan ekonomi,” ujarnya.

Senada, Bupati Pesisir Selatan, H. Hendrajoni, SH, MH, yang turut hadir, menyampaikan apresiasi tinggi atas inisiatif Uhamka dan mitranya. Menurutnya, program hilirisasi riset ini sejalan dengan upaya daerah dalam mengembangkan potensi lokal, khususnya gambir dan minyak atsiri sebagai komoditas unggulan Pesisir Selatan. “Kami menyambut baik kerja sama ini. Pemerintah daerah siap mendukung agar inovasi ini benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Hadirnya UTHM Malaysia juga membuka peluang riset bersama dan pasar ekspor regional. Artinya, produk gambir dan minyak atsiri dari Pesisir Selatan bukan hanya untuk pasar lokal, tetapi bisa menembus ASEAN dan dunia.

Melalui hilirisasi, petani tak hanya menghemat waktu produksi hingga 50%, tetapi juga mampu meningkatkan kualitas serta nilai jual produk. Langkah ini membuka peluang usaha baru, mulai dari pengemasan, pemasaran, hingga ekspor. Sehingga diharapkan menjadi penguatan ekonomi yang pada akhirnya berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini petani.

Di era ketika dunia mencari produk alami, Pesisir Selatan punya jawabannya. Gambir dan minyak atsiri bukan sekadar hasil bumi, tetapi identitas daerah dan peluang ekonomi hijau. Hilirisasi riset adalah jembatan yang menghubungkan petani, teknologi, dan pasar global.

Kini, langkah pertama sudah diambil. Tugas berikutnya adalah memastikan program ini berjalan konsisten pelatihan SDM, akses modal, dan jejaring pemasaran. Karena riset tanpa implementasi hanyalah wacana dan implementasi tanpa keberlanjutan hanya akan jadi cerita sesaat.

Dengan sinergi kampus, pemerintah, dan masyarakat, Pesisir Selatan tak hanya menjadi lumbung komoditas, tapi pusat inovasi dari nagari untuk dunia.