• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Mampu Kurangi  Angka Pengangguuran di Pessel, Bank Sampah Higempama Pincuran Boga Miliki 109 Kelompok Binaan

15 Desember 2022

302 kali dibaca

Mampu Kurangi Angka Pengangguuran di Pessel, Bank Sampah Higempama Pincuran Boga Miliki 109 Kelompok Binaan

Pesisir Selatan--Sampah yang tidak terurus bisa menimbulkan persoalan serius bagi lingkungan, dampak lainnya juga besar karena bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat.  Karena dampak itu, sehingga penangananya perlu dilakukan secara serius agar apa yang dikhawatirkan itu tidak terjadi.

Namun disisi lain sampah juga memiliki dampak ekonomi bila dilakukan pengelolaan dengan baik. Tapi peluang itu tidak seluruh masyarakat mampu membacanya, sehingga potensi itu dibiarkan begitu saja yang pada akhirnya bisa berujung kepada persoalan sosial lingkungan.  

Karena produksi sampah yang bersumber dari limbah rumah tangga pasti terjadi dan tidak bisa terkendali, sehingga ini dijadikan sebagai salah satu peluang ekonomi bagi Edison 54, warga Painan, Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel).

Edison yang merupakan salah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu perangkat daerah di Pemkab Pessel itu, mengaku mulai mengolah sampah sejak 17 tahun lalu, atau sekitar tahun 2006.

"Saya melihat sampah yang berasal dari limbah rumah tangga yang tidak terkendali 17 tahun lalu itu, akan bisa mendatangkan uang bila dikelola dengan baik. Sebab saya melihat banyak barang-barang bekas yang bisa didaur ulang namun dibiarkan begitu saja. Agar tidak menimbulkan persoalan lingkungan, sehingga sampah-sampah yang memiliki nilai ekonomi itu saya beli dengan cara mengajak orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan sebagai pemulung untuk mencari dan mengumpulkannya," kata Edison, ketika ditemui Selasa (6/12) lalu.

Edison yang merupakan pendiri Bank Sampah Higempama yang beralamat di Pincuran Boga, Nagari Painan Selatan itu mengaku bahwa melalui upaya yang dia lakukan itu ternyata sangat membantu masyarakat miskin yang tidak memiliki pekerjaan tetap secara ekonomi.

"Ini menjadi kepuasan tersendiri bagi saya. Sehingga usaha yang saya rintis secara mandiri sejak tahun 2006 itu terus saya kembangkan yang pada akhirnya bisa menjadi sumber ekonomi alternatif bagi sebagian masyarakat," ucapnya.

Dia menyampaikan bahwa Higempama yang merupakan kependekkan dari Himpunan Generasi Muda Pincuran Madam itu, resmi berdiri sejak tahun 2015 lalu di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sekarang Dinas Perkimtan LH.  

"Sebelum resmi berdiri tahun 2015, saya bersama istri saya melakukan pengelolaan sampah secara mandiri pada Bank Sampah milik keluarga di Rawang Nagari Painan Utara. Bahkan sempat pindah alamat sampai tiga kali sebelum memiliki Bank Sampah Induk di Pincuran Boga saat ini," katanya.

Hal itu diakui Direktur Bank Sampah Higempama Pincuran Boga, Asni, ketika ditanya.

Dijelaskannya bahwa saat ini di gudang Bank Sampah Induk itu dia mempekerjakan enam orang karyawan setiap hari yang bertugas memilah dan mengolah sampah yang masuk setiap hari.

"Sebelum sampah yang berasal dari limbah rumah tangga ini dijual ke Padang atau ke Medan, terlebih dahulu digiling setelah dipisahkan sesuai dengan jenisnya. Sampah berbagai jenis ini saya beli dari lapak-lapak yang tersebar di 15 kecamatan yang ada di Pessel. Sebab kita memang memiliki kelompok binaan di setiap kecamatan," ungkap Asni.

Ditambahkannya bahwa untuk Pessel ada sebanyak 109 orang yang menjadi binaan Bank Sampah Higempama Pincuran Boga tersebut.

"Mereka itu tidak saja menjadi pengumpul sampah, namun juga menjadi agen-agen perubahan perilaku bagi masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah agar tidak menimbulkan persoalan lingkungan," ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan bahwa seiring perjalanan waktu profesi sebagai pemulung semakin hari semakin meningkat di daerah itu.

"Karena meningkat sehingga jumlah sampah yang dijual ke Bank Sampah juga semakin bertambah pula. Karena keterbatasan modal, sehingga tidak semuanya bisa tertampung. Diantaranya ada yang saya tolak walaupun sebenarnya sangat disayangkan. Namun itu merupakan salah satu kendala yang saya alami saat ini," ujarnya.

Di satu sisi ada rasa kasihan, tapi disisi lain pilihan itu tidak bisa dielakkan.

"Makanya saya berharap kepada pemerintah daerah untuk bisa memfasilitasi saya melalui keberadaan bank sampah ini mendapatkan bantuan kredit lunak sebagai modal. Karena melalui pinjaman modal itu, ada sebanyak 109 kelompok binaan yang akan menggantungkan kehidupannya di Bank Sampah Induk Higempama Pincuran Boga ini," ujarnya.

Dijelaskan lagi bahwa saat ini salam satu bulan rata peredaran uang dari usaha Bank Sampah itu mencapai Rp 75 juta.

"Namun angka Rp 75 juta itu akan bisa bertambah menjadi Rp 500 juta per bulan bila kita mendapatkan modal. Ini tentu akan membawa angin segar bagi 109 orang kelompok binaan yang bernaung. Sebab dengan modal cukup itu, kita akan bisa menampung semua sampah limbah rumah tangga yang mereka jual kesini," ucapnya.    

Selain itu dia juga berharap bantuan alat pres agar sampah yang sudah dipisahkan itu bisa dipadatkan sebelum dijual.

"Dengan menggunakan alat pres itu, maka sampah yang akan dijual ke Padang dan ke Medan bisa terlebih dahulu di padatkan. Tentu tidak akan memakan tempat yang luas di mobil yang pada akhirnya juga menguntungkan dari segi biaya mobilisasi," ujarnya.

Kepala Dinas Perumahan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup (Perkimtan LH) Pessel, Mukhridal, ketika dihubungi mengatakan bahwa kehadiran Bank Sampah Induk Higempama Pincuran Boga Painan, dinilai sangat membantu dari itu dalam melakukan pemilahan sampah, dan mengurangi penumpukkan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terdapat di Gunung Bungkuak Lumpo.  
 
Dijelaskannya bahwa saat ini produksi sampah di Kota Painan dalam satu hari mencapai 15 ton, sehingga untuk menanganinya memerlukan tenaga yang banyak yang dikenal dengan sebutan pasukan kuning.

"Rata-rata dalam sehari sampah yang diangkut ke TPA sebanyak 15 ton, jumlah itu setelah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk disalurkan ke Bank Sampah," katanya.

Tingginya produksi sampah yang selama ini dianggap tidak memiliki nilai ekonomi itu, ternyata  menjadi inspirasi bagi Edison, mendirikan bank sampah mandiri.

"Pengelolaan sampah yang dilakukan secara profesional agar barang yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomi itu, sekarang terus berkembang di Pessel. Berbagai kendala dan keluhan yang dialami, akan kita jadikan sebagai masukan," timpalnya.