Pilkada serentak 27 November 2024 kini tinggal menghitung hari, membawa kita pada fase yang paling krusial, yakni masa tenang. Hiruk-pikuk kampanye, seruan janji politik, dan dinamika kompetisi calon telah mendekati titik akhir. Inilah saat di mana panggung politik perlahan menutup tirainya, memberi ruang bagi rakyat untuk merefleksikan pilihan tanpa distraksi atau tekanan. Masa tenang bukan sekadar penanda akhir dari rangkaian kampanye, melainkan momen penting bagi kita semua untuk meneguhkan komitmen terhadap demokrasi yang jujur dan bermartabat.
Di tengah atmosfer yang sempat memanas, masa tenang hadir untuk memulihkan ketenangan. Ia adalah waktu untuk menjauhkan diri dari janji-janji yang bersahutan, mengesampingkan pengaruh eksternal, dan mendengar suara hati. Sebagai bagian tak terpisahkan dari proses demokrasi, masa tenang adalah pilar yang menjamin pemilu berjalan dengan adil dan bebas. Namun, mampukah kita sebagai bangsa benar-benar menjaga momen sakral ini?
Saat masa tenang tiba, bukan hanya peserta pilkada yang diharapkan patuh pada aturan. Kita semua, sebagai masyarakat, memiliki peran untuk menjaga integritasnya. Sebab di ujung masa tenang ini, ada masa depan yang sedang kita pilih. Mari kita jalani masa tenang dengan kesadaran dan tanggung jawab, demi memastikan bahwa pilkada ini bukan hanya sekadar prosedur, tetapi juga cerminan kedewasaan demokrasi kita.
Masa tenang menjadi perhatian penting dalam menjaga netralitas proses pemilu. Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur tentang masa tenang menjelang pemilu, secara lebih spesifik terkait dengan masa tenang kampanye Pilkada 2024 juga telah diatur secara resmi di melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.
Masa tenang berlangsung selama tiga hari sebelum pemungutan suara. Pada periode ini, pasangan calon (paslon), tim kampanye, dan pendukung dilarang melakukan aktivitas kampanye dalam bentuk apa pun. Larangan ini mencakup penyebaran alat peraga, iklan politik, hingga unggahan di media sosial. Tujuannya adalah memberikan waktu bagi masyarakat untuk merenungkan pilihan secara objektif tanpa tekanan atau pengaruh kampanye.
Pada momen ini pemilih dapat menilai kembali rekam jejak, visi, dan misi para calon. Masa tenang menjadi waktu untuk mendengar suara hati dan mengambil keputusan yang bebas dari tekanan eksternal. Dengan demikian, masa tenang bukan hanya aturan administratif, tetapi juga upaya untuk mengembalikan kedaulatan kepada pemilih.
Diskursus tentang masa tenang juga membawa kita pada pertanyaan mendasar, apakah aturan ini sudah dijalankan dengan maksimal? Pelanggaran yang terjadi, seperti kampanye terselubung atau politik uang, seringkali menguji efektivitas pengawasan.
Peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sangat sentral dalam masa ini. Bawaslu diberikan wewenang untuk mengawasi implementasi aturan masa tenang, menerima laporan pelanggaran, dan menindaklanjuti kasus sesuai ketentuan hukum. Mereka juga memiliki tugas edukatif untuk memastikan masyarakat memahami pentingnya masa tenang bagi integritas pemilu. Mekanisme pelaporan pelanggaran juga dipermudah, memungkinkan masyarakat ikut terlibat aktif dalam menjaga kualitas demokrasi.
KPU bersama Bawaslu akan mengawasi ketat pelanggaran yang dapat mencederai prinsip demokrasi. Pelanggar berisiko menghadapi sanksi administratif hingga pidana, sesuai peraturan yang berlaku. Masa tenang bukan sekadar formalitas, tetapi ruang penting untuk memastikan pemilu berlangsung jujur dan adil.
Pada akhirnya, masa tenang bukan hanya soal aturan hukum, tetapi juga wujud kedewasaan demokrasi kita, dalam ketenangan ini kita diberi kesempatan untuk membangun demokrasi yang lebih adil dan bermartabat. Sebab, pemilu yang berkualitas dimulai dari masa tenang yang dihormati dan dijalani dengan penuh kesadaran.
Masa tenang merupakan pengingat bahwa suara rakyat adalah suara yang paling berharga. Dengan memberikan waktu untuk merenung dan memilih dengan jernih, demokrasi kita tidak hanya dijaga, tetapi juga diperkuat. Karena masa tenang bukan sekadar waktu hening, tetapi fondasi dari keadilan pemilu yang sejati.
Patuhi aturan, wujudkan Pilkada yang bermartabat!