• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Sinyal Sebagai Jalan Baru Peradaban Pessel

16 Oktober 2025

113 kali dibaca

Sinyal Sebagai Jalan Baru Peradaban Pessel

Dalam satu dekade terakhir, kebutuhan masyarakat terhadap akses telekomunikasi meningkat tajam. Di banyak daerah, sinyal bukan lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi kebutuhan primer.

Di Kabupaten Pesisir Selatan, situasi ini terasa nyata. Dengan bentang wilayah yang panjang, dari perbatasan Padang hingga Lunang Silaut, kebutuhan akan jaringan seluler menjadi penentu hidupnya denyut komunikasi dan ekonomi masyarakat.

Data terbaru mencatat, saat ini di Pesisir Selatan berdiri 240 unit Base Transceiver Station (BTS) yang menopang jaringan seluler di berbagai kecamatan. Dari jumlah itu, 170 unit dibangun oleh PT Telkomsel, yang menjadi operator dengan cakupan terluas.

Selain Telkomsel, hadir pula operator lain seperti Indosat Ooredoo Hutchison, XL Axiata, Smartfren, dan 3 (Tri) yang turut memberikan kontribusi dalam membuka akses komunikasi di wilayah ini. Pemerintah daerah memberikan apresiasi tinggi kepada seluruh operator yang telah berpartisipasi membangun infrastruktur digital.

Namun, dari sisi persebaran, tidak semua titik di Pesisir Selatan bisa menikmati kualitas sinyal yang sama. Sebagian daerah pegunungan dan kawasan perbatasan masih masuk kategori blankspot atau lemah sinyal.

Tantangan ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Ketika sinyal hilang, komunikasi lumpuh, dan ketika komunikasi lumpuh, aktivitas ekonomi pun ikut tersendat.

Di banyak nagari, masyarakat kini lebih memilih sinyal daripada aspal. Suatu waktu, dalam diskusi bersama warga, ada pertanyaan sederhana: “Jika hanya boleh memilih satu, antara jalan beraspal atau sinyal seluler, mana yang lebih dibutuhkan?”

Jawabannya mengejutkan, karena sebagian besar warga memilih sinyal seluler. Pilihan ini mencerminkan kesadaran baru: bahwa informasi adalah sumber daya yang tidak kalah penting dibandingkan infrastruktur fisik.

Dari sinyal, masyarakat mendapatkan akses harga komoditi, peluang kerja, kabar keluarga, hingga berita tentang dunia luar. Sinyal membuka jendela dunia, sementara ketiadaannya menutup mata terhadap perubahan zaman.

Maka, kebutuhan akan jaringan bukan lagi hanya urusan teknologi, melainkan sudah menjadi hak sosial warga negara. Sebagaimana listrik dan air bersih, akses informasi juga menjadi indikator kesejahteraan.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan telah berupaya keras mengentaskan daerah blankspot melalui koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemen Komdigi), serta menggandeng pihak operator.

Saat ini, masih terdapat 47 titik lokasi blankspot dan sinyal lemah yang secara bertahap terus diupayakan penyelesaiannya. Pemerintah daerah berharap dukungan penuh dari seluruh penyedia layanan untuk percepatan pemerataan jaringan.

Namun, harus diakui bahwa investasi infrastruktur digital tidaklah murah. Operator tentu berhitung cermat mengenai potensi pasar, jumlah pengguna, dan keuntungan yang bisa diperoleh.

Di sisi lain, keterbatasan anggaran daerah juga menjadi kendala besar dalam memberikan dukungan langsung terhadap digitalisasi, terutama untuk pembangunan menara baru di daerah terpencil.

Pemerintah daerah berkomitmen memfasilitasi kemudahan perizinan, ketersediaan lahan, serta sinkronisasi data wilayah prioritas bagi operator yang hendak melakukan pembangunan BTS baru.

Digitalisasi tidak bisa berjalan sendiri. Ia memerlukan sinergi kuat antara pemerintah, operator, dan masyarakat. Tanpa koordinasi yang baik, percepatan konektivitas hanya akan menjadi jargon tanpa hasil nyata.

Sinyal dan jaringan bukan sekadar alat komunikasi, melainkan fondasi utama dari ekonomi digital. Transaksi online, pemasaran produk UMKM, layanan publik berbasis elektronik—semuanya bergantung pada stabilitas jaringan.

Di sektor pendidikan, sinyal menjadi penghubung utama antara guru dan murid. Di sektor kesehatan, sinyal membuka peluang layanan telemedisin. Di pemerintahan, sinyal adalah jalan menuju birokrasi digital yang efisien.

Oleh karena itu, pembangunan sinyal sejatinya adalah pembangunan manusia. Ia menyentuh nalar, memperluas wawasan, dan menghidupkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Ketika masyarakat memiliki akses informasi, maka mereka memiliki daya tawar. Mereka tahu harga, tahu hak, dan tahu bagaimana memanfaatkan peluang. Inilah inti dari kemerdekaan digital.

Pemerintah daerah menyadari, tugas besar ini tidak bisa diselesaikan dalam satu waktu. Tetapi dengan kerja sama dan komitmen yang konsisten, Pesisir Selatan dapat menjadi kabupaten yang benar-benar terhubung dari pesisir hingga puncak bukit.

Sinyal yang kuat akan melahirkan ekonomi yang hidup, pemerintahan yang transparan, dan masyarakat yang cerdas. Sebaliknya, tanpa sinyal, pembangunan digital hanya akan menjadi mimpi yang terputus di udara.

Karena itu, perjuangan menghadirkan sinyal bukan semata urusan jaringan telekomunikasi. Ini adalah ikhtiar untuk membuka jalan baru peradaban peradaban informasi yang adil, inklusif, dan berkeadilan di Pesisir Selatan.