Dalam beberapa tahun terakhir, istilah workation semakin sering terdengar, terutama di kalangan profesional muda, pekerja kreatif, dan pelaku industri digital. Istilah ini merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Inggris: work (bekerja) dan vacation (liburan). Secara sederhana, workation berarti bekerja sambil berlibur atau liburan yang diselingi pekerjaan. Namun, di balik kesan santainya, workation sebenarnya mencerminkan perubahan besar dalam paradigma dunia kerja modern. Perpaduan antara pekerjaan dan perjalanan ini telah menjadi gaya hidup baru yang tidak hanya memberikan penyegaran mental, tetapi juga meningkatkan kreativitas, produktivitas, dan keseimbangan hidup.
Dulu, bekerja identik dengan rutinitas kantor, meja kerja, dan jam operasional yang ketat. Namun, setelah pandemi COVID-19, cara pandang terhadap pekerjaan berubah drastis. Banyak perusahaan mulai memahami bahwa kinerja tidak selalu ditentukan oleh kehadiran fisik di kantor. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan kerja jarak jauh, seperti Zoom, Slack, dan Google Workspace, pekerjaan kini bisa dilakukan dari mana saja. Dari sinilah workation menemukan momentumnya. Orang-orang kini menyadari bahwa bekerja tidak harus selalu terjebak di balik meja di kota besar; mereka bisa tetap produktif sambil menikmati keindahan pantai, pegunungan, atau suasana pedesaan yang tenang.
Lebih dari sekadar tren gaya hidup, workation menjadi cara baru untuk menggali potensi diri dan memperkaya pengalaman hidup. Ketika seseorang berada di lingkungan yang berbeda, otak secara alami akan terstimulasi untuk berpikir lebih kreatif. Pemandangan baru, budaya yang berbeda, dan interaksi sosial di tempat yang asing dapat memunculkan ide-ide segar yang mungkin sulit muncul ketika seseorang terjebak dalam rutinitas monoton. Inilah mengapa banyak pekerja kreatif—seperti desainer, penulis, programmer, hingga pebisnis rintisan—memilih melakukan workation untuk mencari inspirasi dan memperluas perspektif mereka terhadap dunia.
Selain itu, workation juga membantu menjaga keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi (work-life balance). Banyak orang yang bekerja terlalu keras tanpa memberi waktu bagi diri mereka untuk beristirahat atau menikmati hidup. Akibatnya, mereka mudah stres dan kehilangan semangat kerja. Dengan melakukan workation, seseorang dapat menggabungkan produktivitas dengan relaksasi. Misalnya, pagi hari digunakan untuk bekerja secara fokus di penginapan dengan pemandangan laut, sementara sore hingga malam digunakan untuk menjelajahi tempat wisata lokal, mencoba kuliner khas, atau sekadar menikmati matahari terbenam. Pola seperti ini terbukti mampu mengurangi stres dan meningkatkan kebahagiaan dalam bekerja.
Bagi perusahaan, mendukung budaya workation juga dapat menjadi strategi untuk meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan. Di era kompetisi global yang ketat, mempertahankan karyawan yang berprestasi bukan hanya soal gaji, tetapi juga soal memberikan fleksibilitas dan kualitas hidup. Beberapa perusahaan besar dunia seperti Google, Airbnb, dan Spotify bahkan telah mengadopsi kebijakan kerja fleksibel yang memungkinkan karyawan mereka bekerja dari mana saja, termasuk destinasi wisata. Di Indonesia, fenomena ini juga mulai berkembang, terutama di kalangan startup dan industri kreatif. Kota-kota seperti Bali, Yogyakarta, dan Lombok kini menjadi destinasi workation favorit bagi para profesional digital karena infrastruktur internet yang memadai dan lingkungan yang inspiratif.
Namun demikian, workation bukan tanpa tantangan. Salah satu kesulitan yang sering dihadapi adalah menjaga disiplin dan manajemen waktu. Lingkungan baru yang menarik bisa membuat seseorang tergoda untuk lebih banyak berlibur daripada bekerja. Karena itu, kunci utama keberhasilan workation terletak pada kemampuan individu dalam mengatur jadwal dan tanggung jawabnya. Memiliki target kerja yang jelas dan waktu khusus untuk produktivitas akan membantu menjaga keseimbangan antara kesenangan dan tanggung jawab profesional. Selain itu, memilih lokasi workation juga harus mempertimbangkan faktor konektivitas internet, keamanan, dan fasilitas kerja yang memadai seperti ruang kerja bersama (coworking space).
Dari sisi sosial, workation juga membuka peluang untuk memperluas jaringan profesional. Banyak destinasi workation populer kini menyediakan komunitas digital nomad atau ruang kerja bersama yang mempertemukan orang-orang dari berbagai negara dan latar belakang industri. Pertemuan semacam ini sering kali menjadi sumber kolaborasi baru yang menghasilkan proyek-proyek kreatif dan inovatif. Seorang freelancer desain grafis asal Indonesia, misalnya, bisa bertemu dengan pengusaha asal Jerman di Bali dan akhirnya bekerja sama mengembangkan proyek internasional. Jaringan global seperti ini sulit terbentuk jika seseorang hanya bekerja di kantor yang sama setiap hari.
Lebih jauh lagi, workation memiliki dampak ekonomi positif bagi daerah wisata. Tren ini menciptakan peluang baru bagi pelaku pariwisata lokal untuk beradaptasi dengan kebutuhan wisatawan digital. Penginapan yang awalnya berfokus pada turis biasa kini mulai menyediakan fasilitas yang ramah pekerja, seperti meja kerja ergonomis, koneksi internet cepat, dan layanan jangka panjang. Pemerintah daerah pun bisa mengambil peran dengan mengembangkan konsep digital tourism yang mendukung keberlanjutan ekonomi lokal. Bali, misalnya, telah menjadi contoh sukses dengan komunitas digital nomad yang memberikan kontribusi besar terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Meski demikian, penting untuk diingat bahwa workation tidak berarti mencampur aduk antara kerja dan liburan tanpa batas. Justru keberhasilannya terletak pada kemampuan seseorang untuk menjaga keseimbangan dua hal tersebut. Ketika seseorang terlalu fokus bekerja tanpa menikmati liburannya, maka esensi workation hilang. Sebaliknya, jika hanya berlibur tanpa menyelesaikan tanggung jawab kerja, maka kepercayaan profesional bisa dipertaruhkan. Oleh karena itu, keberhasilan workation membutuhkan kedewasaan dalam mengelola waktu, disiplin diri, dan kemampuan menjaga fokus.
Fenomena workation juga membawa pesan penting bagi generasi pekerja masa kini: bahwa produktivitas tidak harus lahir dari tekanan, melainkan bisa tumbuh dari kebebasan dan kebahagiaan. Dengan menggabungkan pekerjaan dan perjalanan, seseorang bisa menemukan kembali makna bekerja yang sesungguhnya—yakni berkarya dengan semangat, menemukan inspirasi, dan menikmati hidup dalam waktu yang sama. Dunia kerja modern menuntut fleksibilitas dan inovasi, dan workation menjadi salah satu bentuk nyata dari perubahan paradigma tersebut.
Ke depan, workation diperkirakan bukan hanya menjadi gaya hidup sementara, tetapi bagian dari ekosistem kerja global. Dengan kemajuan teknologi dan pola kerja jarak jauh yang semakin diterima, semakin banyak orang yang akan memilih bekerja dari tempat-tempat yang memberi ketenangan dan inspirasi. Bagi Indonesia, ini menjadi peluang besar untuk mengembangkan destinasi wisata ramah pekerja digital, yang tidak hanya menarik turis tetapi juga talenta global. Dengan pendekatan yang tepat, workation dapat menjadi motor baru bagi ekonomi kreatif sekaligus sarana untuk meningkatkan kualitas hidup para pekerja modern.
Pada akhirnya, workation bukan sekadar tren, melainkan cara baru manusia menyeimbangkan antara produktivitas dan kebahagiaan. Ia mengajarkan bahwa bekerja tidak harus berarti terkurung di balik dinding kantor, dan berlibur tidak harus berarti meninggalkan tanggung jawab. Dalam harmoni keduanya, lahirlah semangat baru untuk bekerja lebih baik, berpikir lebih jernih, dan hidup lebih bermakna.