• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Tumbuh Sehat, Tumbuh Harapan: Mengakhiri Jejak Stunting di Negeri Ini

08 Oktober 2025

15 kali dibaca

Tumbuh Sehat, Tumbuh Harapan: Mengakhiri Jejak Stunting di Negeri Ini

Stunting masih menjadi persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya dalam upaya membangun generasi masa depan yang sehat, cerdas, dan produktif. Istilah stunting merujuk pada kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, serta pola asuh yang kurang tepat. Anak yang mengalami stunting bukan hanya memiliki postur tubuh lebih pendek dari rata-rata, tetapi juga menghadapi risiko keterlambatan perkembangan kognitif, lemahnya daya tahan tubuh, dan berkurangnya potensi produktivitas di masa depan. Karena itu, penanganan stunting bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga investasi besar untuk masa depan bangsa.

Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka stunting yang cukup tinggi di Asia Tenggara. Meskipun prevalensinya terus menurun berkat berbagai program pemerintah, masih ada daerah-daerah yang berjuang keras menghadapi masalah ini. Faktor penyebab stunting sangat kompleks, mulai dari rendahnya akses masyarakat terhadap pangan bergizi, sanitasi lingkungan yang kurang memadai, keterbatasan pelayanan kesehatan, hingga rendahnya literasi gizi di kalangan keluarga. Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu kebijakan tunggal, melainkan membutuhkan sinergi berbagai sektor—dari kesehatan, pendidikan, hingga pembangunan infrastruktur dasar.

Harapan besar muncul ketika pemerintah Indonesia menargetkan penurunan stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Target ini bukan sekadar angka, melainkan cermin dari tekad untuk menyelamatkan masa depan generasi bangsa. Upaya percepatan penurunan stunting dijalankan melalui program-program strategis, seperti pemberian makanan bergizi seimbang untuk ibu hamil dan balita, peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta kampanye edukasi gizi di tingkat keluarga. Selain itu, pembangunan sanitasi dan penyediaan air bersih juga menjadi langkah penting untuk mencegah penyakit infeksi yang memperburuk kondisi gizi anak.

Di lapangan, berbagai daerah di Indonesia mulai menunjukkan praktik baik dalam menekan angka stunting. Misalnya, ada desa yang membentuk kader posyandu khusus untuk memantau tumbuh kembang anak secara rutin. Ada pula pemerintah daerah yang menggandeng sektor swasta untuk menyediakan pangan bergizi terjangkau bagi masyarakat kurang mampu. Semua langkah tersebut membuktikan bahwa kolaborasi nyata dapat menghasilkan perubahan positif. Stunting tidak akan bisa diatasi jika hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen masyarakat.

Lebih jauh, persoalan stunting juga terkait erat dengan peran keluarga, khususnya ibu. Gizi seimbang sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun merupakan periode emas yang menentukan kualitas hidup anak di masa depan. Inilah yang dikenal sebagai window of opportunity atau 1.000 hari pertama kehidupan. Jika periode ini terlewat tanpa intervensi yang tepat, dampaknya akan sulit diperbaiki. Oleh karena itu, edukasi gizi dan kesehatan reproduksi bagi calon orang tua menjadi bagian penting dari strategi pencegahan stunting. Keluarga yang sadar akan pentingnya gizi akan lebih siap menjaga tumbuh kembang anak.

Selain gizi, stimulasi perkembangan juga sangat penting. Anak yang sehat bukan hanya terhindar dari stunting fisik, tetapi juga mendapatkan dukungan psikososial untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan emosionalnya. Pola asuh yang penuh kasih sayang, pendidikan dini yang tepat, serta lingkungan sosial yang mendukung akan membantu anak tumbuh optimal. Dengan demikian, penanganan stunting harus dilihat secara holistik, tidak hanya dari sisi fisik tetapi juga aspek mental dan sosial anak.

Pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Dunia usaha, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, hingga media massa memiliki peran besar dalam membangun kesadaran kolektif tentang bahaya stunting. Program CSR perusahaan bisa diarahkan pada penyediaan pangan bergizi atau pembangunan sarana sanitasi. Sekolah dapat mengintegrasikan pendidikan gizi dalam kurikulum. Media bisa terus mengangkat kisah inspiratif dari keluarga atau daerah yang berhasil menekan angka stunting, sehingga menjadi motivasi bagi daerah lain. Kolaborasi ini akan menyalakan semangat gotong royong untuk melahirkan generasi sehat.

Dari perspektif pembangunan nasional, menurunkan angka stunting berarti menyiapkan sumber daya manusia yang unggul. Generasi yang bebas dari stunting akan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik, produktivitas kerja yang lebih tinggi, serta ketahanan tubuh yang lebih kuat. Dengan begitu, stunting bukan hanya masalah kesehatan anak, melainkan juga masalah daya saing bangsa. Indonesia tidak akan mampu mencapai visi Indonesia Emas 2045 jika masih banyak generasi mudanya yang terhambat perkembangannya akibat stunting.

Tantangan memang tidak mudah. Masih banyak keluarga miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan gizi harian, masih ada daerah terpencil yang sulit mengakses layanan kesehatan, dan masih terdapat pola pikir masyarakat yang salah kaprah tentang asupan gizi. Namun, di balik semua tantangan itu, ada harapan besar yang terus tumbuh. Gerakan nasional percepatan penurunan stunting telah membawa kesadaran baru bahwa setiap anak Indonesia berhak tumbuh sehat, berhak memiliki masa depan cerah, dan berhak menjadi generasi penerus yang membanggakan.

Kini, momentum untuk menuntaskan masalah stunting sudah di depan mata. Setiap langkah kecil yang dilakukan, mulai dari memberikan ASI eksklusif, menyiapkan makanan bergizi, hingga menjaga kebersihan lingkungan, adalah bagian dari upaya besar melawan stunting. Setiap anak yang tumbuh sehat adalah simbol harapan yang hidup, tanda bahwa perjuangan ini tidak sia-sia. Dengan semangat kebersamaan, kita bisa mengakhiri jejak stunting di negeri ini, dan memastikan bahwa generasi mendatang tumbuh sehat, tumbuh cerdas, dan tumbuh penuh harapan.