Pesisir Selatan--Camat Koto XI Tarusan, Nurlaini, lakukan mediasi penyelesaian sengketa tanah antara warga Nagari Kapuh Kecamatan Koto XI Tarusan, dengan warga Bayang. Mdiasi yang dilakukan pada 25 September 2025 lalu di ruang kerja camat itu, melibatkan unsur pemerintahan nagari, lembaga adat, dan perwakilan masyarakat dari masing-masing pihak.
Camat Koto XI Tarusan, Nurlaini, ketika dihubungi beberapa waktu lalu, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga suasana tetap kondusif dan memastikan seluruh proses penyelesaian mengikuti aturan adat dan ketentuan administrasi yang berlaku.
"Kami ingin masyarakat merasa tenang. Masalah ini tidak boleh menjadi pemicu konflik, karena semuanya bisa diselesaikan dengan musyawarah," ujarnya.
Nurlaini juga menjelaskan bahwa pemerintah kecamatan hanya bertindak sebagai fasilitator untuk menghadirkan ruang dialog yang jernih dan adil.
Ia menyampaikan bahwa informasi, dokumen, dan keterangan adat dikumpulkan dari seluruh pihak sehingga keputusan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Menurutnya, mediasi berjalan dengan baik dan masyarakat menunjukkan itikad positif untuk mencari jalan tengah.
Sengketa bermula dari riwayat tanah yang sejak tahun 1978 dikelola oleh Kijok, warga Kapuh, setelah sebelumnya merupakan lahan kosong tanpa tanda kepemilikan.
Warga Kapuh mengakui bahwa Kijok adalah pengelola sah, sehingga ketika ia menjual tanah tersebut, Wali Nagari Kapuh dan Ketua KAN melakukan penelusuran ulang. Hasil penelusuran menyebutkan bahwa sebelum 1978 tanah tersebut memang belum memiliki pemilik yang jelas.
Masalah muncul ketika salah seorang warga Bayang menyatakan tanah itu adalah miliknya berdasarkan surat jual beli ladang dari tahun 1980 an dan meminta camat menghentikan pengerjaan program Pamsimas di wilayah tersebut karena dianggap berada di atas ladang yang diklaim miliknya. Perbedaan data dan catatan inilah yang kemudian dibawa ke meja mediasi.
Dalam musyawarah itu, pemerintah nagari dan lembaga adat mengacu pada ketentuan adat yang telah lama berlaku, yaitu bahwa tanah atau ladang yang ditinggalkan lama tanpa jejak kepemilikan dapat dikelola dan diakui oleh pihak yang merawat serta menggunakannya secara berkelanjutan. Hal ini kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pembahasan.
Sebagai tindak lanjut, Camat Nurlaini meminta Wali Nagari Kapuh menyiapkan surat pernyataan resmi mengenai riwayat pengelolaan tanah oleh Kijok sejak 1978 untuk memperjelas data administrasi.
Ia menekankan bahwa langkah itu bukan untuk memihak salah satu pihak, tetapi untuk memastikan keputusan yang diambil berdasarkan fakta, adat, dan hukum administrasi yang saling mendukung.
Camat Nurlaini memastikan bahwa proses selanjutnya akan tetap diawasi pemerintah kecamatan demi menjaga suasana tetap damai.
"Harapan kami, masyarakat kedua nagari dapat menerima hasil musyawarah ini dengan lapang dada. Penyelesaian sengketa tanah bukan hanya soal hak atas lahan, tetapi juga tentang menjaga hubungan baik antarsesama," tuturnya.
Dengan upaya mediasi yang terbuka, terukur, dan melibatkan seluruh unsur masyarakat, pemerintah Kecamatan Koto XI Tarusan berharap persoalan tanah tersebut tidak lagi menjadi sumber kegelisahan. Keputusan final nantinya diharapkan mampu memberikan kepastian serta mengembalikan ketenangan bagi warga Kapuh maupun Bayang.