• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Masa Depan Uang Tunai: Menuju Dunia yang Semakin Cashless

18 November 2025

6 kali dibaca

Masa Depan Uang Tunai: Menuju Dunia yang Semakin Cashless

Oleh Riri  Tri Utami

Dunia saat ini berada di persimpangan besar dalam hal cara masyarakat melakukan pembayaran. Uang tunai yang selama ratusan tahun menjadi pusat transaksi mulai kehilangan dominasinya. Pergeseran ini terjadi seiring berkembangnya teknologi digital, perubahan perilaku generasi muda, serta dorongan dari lembaga keuangan dan penyedia layanan pembayaran. Fenomena global menunjukkan bahwa uang fisik perlahan tersisih oleh transaksi elektronik yang lebih cepat, efisien, dan mudah diakses.

Menurut analisis global PwC dan Strategy&, volume transaksi non-tunai pada 2020 yang berada di kisaran 1 triliun justru diperkirakan hampir mendekati 1,9 triliun transaksi pada tahun 2025 sebelum kemudian kembali meningkat pada 2030. Wilayah Asia-Pasifik menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat dalam transformasi menuju cashless. Proyeksi tersebut memperlihatkan betapa kuatnya pergeseran struktur ekonomi dunia ke arah digital. Sumber ini menunjukkan bahwa perubahan bukan lagi prediksi, melainkan realitas yang sedang berlangsung.

Di Indonesia, perubahan ini terasa semakin nyata. Survei Visa menunjukkan bahwa sekitar 67% masyarakat Indonesia siap meninggalkan uang tunai, terutama didorong oleh Gen Z dan Gen Y yang tumbuh dalam ekosistem dominan digital. Temuan ini memperkuat laporan media nasional yang menyebut bahwa penggunaan dompet digital semakin meningkat, sementara transaksi tunai terus menurun. Visa Indonesia juga menegaskan bahwa pembayaran nirsentuh dan digital menciptakan efisiensi yang lebih besar serta menjadi fondasi transaksi masa depan. Informasi ini memperlihatkan bahwa arus perubahan tidak hanya datang dari global, tetapi juga mengakar dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia sehari-hari.

Beberapa faktor utama mendorong pesatnya pertumbuhan transaksi non-tunai. Kemudahan dan keamanan menjadi alasan dominan, terutama setelah berkembangnya teknologi pembayaran berbasis QR code, kartu contactless, dan dompet digital. Lembaga keuangan melihat efisiensi besar dalam manajemen keuangan karena biaya pencetakan dan distribusi uang tunai dapat ditekan. Sementara itu, banyak akademisi menilai bahwa sistem pembayaran digital memperluas inklusi keuangan karena membuka akses layanan finansial bagi kelompok masyarakat yang selama ini sulit terjangkau oleh sistem perbankan tradisional.

Meski demikian, dunia yang semakin cashless tidak bebas dari tantangan. Kesenjangan digital masih menjadi persoalan utama, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan yang tinggal di wilayah terpencil. Jika uang tunai benar-benar ditinggalkan, kelompok ini menghadapi risiko keterpinggiran. Selain itu, persoalan privasi dan keamanan data menjadi kekhawatiran global. Setiap transaksi digital menyimpan jejak informasi pengguna, sehingga para pakar menyoroti perlunya tata kelola data yang transparan. Menurut laporan PwC Australia, ketergantungan total pada sistem digital juga membuka potensi masalah ketika terjadi gangguan jaringan, pemadaman listrik, atau serangan siber.

Di sisi lain, terdapat pula temuan akademik yang mengingatkan bahwa kemudahan akses pembayaran digital berpotensi membuat sebagian masyarakat lebih rentan terhadap utang, terutama dengan maraknya layanan kredit instan seperti “buy now, pay later”. Studi yang dipublikasikan melalui arsip akademik menyebut bahwa masyarakat perlu diberi literasi keuangan yang memadai agar dapat mengelola fasilitas digital secara bijak. Kekhawatiran ini menjadi penyeimbang optimisme terhadap percepatan ekonomi digital.

Namun, era cashless juga membuka peluang signifikan. Banyak negara kini mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC), yaitu mata uang digital resmi yang diterbitkan oleh bank sentral untuk memastikan stabilitas moneter tetap terjaga di tengah arus digitalisasi. Fintech juga berkembang pesat, menghadirkan inovasi yang membuat transaksi lebih aman, cepat, dan inklusif. Pemerintah dan lembaga keuangan memiliki kesempatan besar meningkatkan literasi keuangan digital sebagai kunci keberhasilan transformasi ini.

Secara keseluruhan, masa depan uang tunai tampak semakin terbatas perannya. Perubahan ini didorong oleh perkembangan teknologi, efisiensi ekonomi, dan penerimaan luas dari generasi muda. Walaupun demikian, transisi menuju masyarakat cashless harus dilaksanakan secara seimbang agar tidak meninggalkan kelompok rentan. Dengan kebijakan yang tepat, inovasi yang bertanggung jawab, serta literasi yang terus ditingkatkan, dunia dapat memasuki era pembayaran digital yang lebih inklusif dan berkelanjutan tanpa mengorbankan hak dan kenyamanan masyarakat.