• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Belajar Menerima Kritik sebagai Langkah Strategis Memperbaiki Diri

09 November 2025

54 kali dibaca

Belajar Menerima Kritik sebagai Langkah Strategis Memperbaiki Diri

Dalam kehidupan sosial maupun profesional, kritik adalah hal yang tidak dapat dihindari. Kritik muncul dalam berbagai bentuk—evaluasi kinerja di kantor, masukan dari guru, atau komentar dari rekan dan keluarga. Namun, kemampuan seseorang dalam menerima kritik masih menjadi tantangan besar. 

Banyak individu yang merasa tersinggung, diserang, atau dinilai tidak cukup baik ketika menerima masukan. Padahal, menurut Daniel Goleman (1995), penulis Emotional Intelligence, kemampuan mengelola kritik termasuk dalam kecerdasan emosional dan menjadi salah satu indikator kedewasaan seseorang dalam bersosialisasi.

Kritik pada dasarnya memiliki tujuan untuk memperbaiki, bukan menjatuhkan. Ketika seseorang memberikan kritik yang membangun, ia sedang membantu membuka sudut pandang baru yang mungkin tidak terlihat oleh diri kita sendiri. American Psychological Association (APA) dalam jurnal "Feedback Interventions and Performance" menyebutkan bahwa masukan yang konstruktif dapat meningkatkan performa dan kemampuan pengambilan keputusan jika diterima dengan sikap terbuka. Kritik berfungsi seperti cermin: memperlihatkan kenyataan yang mungkin tidak ingin kita lihat, tetapi sangat kita perlukan.

Namun, kritik sering kali ditolak bukan karena isinya, melainkan karena ego. Rasa ingin selalu terlihat benar dan keengganan mengakui kelemahan membuat seseorang menanggapi kritik dengan defensif. Reaksi tersebut wajar secara psikologis. Sebuah studi dari University of California menyatakan bahwa kritik dapat memicu respons yang sama dengan ancaman fisik dalam otak karena bagian yang teraktivasi adalah amigdala, pusat respon “fight or flight”. Artinya, tubuh kita secara alami merespons kritik sebagai ancaman, bukan sebagai peluang.

Meski demikian, ada cara untuk belajar dan mengelola kritik dengan sehat. Langkah pertama adalah mendengarkan secara aktif tanpa menyela. Setelah itu, fokus pada pesan yang disampaikan, bukan pada nada bicara atau siapa yang mengatakannya. Memilah kritik adalah bentuk kedewasaan berpikir: mana yang perlu diperbaiki, mana yang bisa diabaikan. Dengan bersikap objektif, seseorang dapat melihat kritik sebagai informasi, bukan serangan pribadi.

Selain meningkatkan kualitas diri, kemampuan menerima kritik juga memperkuat hubungan sosial. Orang yang mampu menerima masukan dengan lapang dada cenderung lebih disukai dan dipercaya. Lingkungan kerja yang sehat dibangun dengan komunikasi dua arah—memberi umpan balik dan siap untuk menerimanya. Kemampuan ini bukan hanya bermanfaat bagi kehidupan profesional, tetapi juga bagi relasi pribadi seperti pertemanan dan keluarga.

Pada akhirnya, menerima kritik adalah proses menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Kritik mungkin datang dengan rasa tidak nyaman, tetapi di balik rasa itu tersimpan peluang untuk berkembang. Seperti ungkapan yang sering disampaikan dalam dunia psikologi pengembangan diri: Pertumbuhan tidak terjadi di dalam zona nyaman.

Belajar menerima kritik adalah seni mengubah masukan menjadi pembelajaran, dan mengubah keterbatasan menjadi kekuatan. Terkadang, satu kalimat kritik yang diterima dengan hati terbuka dapat menjadi titik awal perubahan besar dalam hidup seseorang.