• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Menakar Potensi Sawit Rakyat Pesisir Selatan di Tengah Upaya Peremajaan

09 November 2025

59 kali dibaca

Menakar Potensi Sawit Rakyat Pesisir Selatan di Tengah Upaya Peremajaan

Oleh: Yoni Syafrizal

Pesisir Selatan dikenal sebagai salah satu daerah dengan potensi besar di sektor perkebunan, terutama kelapa sawit. Luas perkebunan sawit rakyat di kabupaten ini mencapai ribuan hektare, tersebar di beberapa kecamatan seperti Silaut, Lunang, Basa Ampek Balai Tapan, dan Pancungsoal. Potensi tersebut tidak hanya menjadi tumpuan ekonomi petani, tetapi juga menjadi bagian penting dalam menjaga ketahanan ekonomi daerah berbasis komoditas unggulan.

Upaya peremajaan sawit rakyat atau Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi langkah strategis dalam memperkuat keberlanjutan sektor ini. Melalui program tersebut, pemerintah daerah berupaya memastikan bahwa kebun sawit rakyat dapat kembali produktif dengan standar budidaya yang lebih baik. Salah satu bentuknya ialah kegiatan penilaian fisik kebun yang dilakukan di beberapa wilayah seperti Nagari Sungai Pulai, Kecamatan Silaut.

Kegiatan penilaian ini bertujuan memastikan tanaman sawit hasil peremajaan tumbuh optimal dan memenuhi kriteria produktivitas yang diharapkan. Dalam prosesnya, tim lapangan melakukan evaluasi terhadap jumlah tanaman, kesehatan pohon, serta perkembangan tandan buah segar (TBS) sebagai indikator produktivitas. Langkah ini menjadi bagian penting untuk mengukur keberhasilan peremajaan yang dijalankan oleh kelembagaan pekebun.

Hasil sementara menunjukkan bahwa kebun sawit di wilayah peremajaan seperti Koperasi Langgeng Jaya sudah menunjukkan tren positif. Rata-rata berat tandan buah segar mencapai sekitar 3,5 kilogram per tandan, sesuai standar minimum produktivitas PSR. Capaian ini menjadi sinyal baik bahwa upaya peremajaan yang dilakukan mulai membuahkan hasil, sekaligus menjadi motivasi bagi petani lain untuk menjaga kualitas kebunnya.

Dari sisi ekonomi, sektor kelapa sawit memiliki dampak berantai (multiplier effect) yang besar bagi masyarakat. Peningkatan produktivitas satu hektare kebun sawit rakyat dapat mendorong kenaikan pendapatan petani, memperluas lapangan kerja di sektor hilir, serta menggerakkan roda perekonomian daerah. Di Pesisir Selatan, banyak keluarga yang menggantungkan hidup dari aktivitas perkebunan ini—baik sebagai petani, buruh, maupun pelaku usaha kecil di sektor penunjang.

Namun, keberlanjutan produksi sawit tidak semata bergantung pada kuantitas hasil panen, melainkan juga pada kualitas dan tata kelola. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian lingkungan. Pengendalian hama terpadu, pemupukan berimbang, serta penggunaan bibit unggul merupakan langkah nyata agar kebun sawit tetap produktif tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.

Program peremajaan sawit rakyat juga menjadi wadah pemberdayaan bagi koperasi dan kelompok tani. Melalui sistem kelembagaan yang kuat, petani dapat memperoleh akses terhadap pembiayaan, bibit bersertifikat, serta jaringan pemasaran yang lebih luas. Pendekatan kolektif seperti ini diharapkan dapat memperkuat posisi tawar petani dalam rantai pasok industri sawit nasional yang sangat kompetitif.

Meski begitu, tantangan tetap hadir. Fluktuasi harga di pasar global, isu lingkungan, dan ketergantungan terhadap ekspor membuat petani sawit rakyat kerap berada dalam posisi yang tidak stabil. Data menunjukkan bahwa harga TBS di beberapa provinsi di Indonesia pada awal 2025 berada di kisaran Rp3.500 hingga Rp3.600 per kilogram. 

Sementara itu, potensi kerugian akibat produktivitas kebun yang rendah diperkirakan mencapai triliunan rupiah per tahun. Oleh karena itu, pembinaan teknis dan diversifikasi produk turunan sawit menjadi langkah strategis yang perlu dikembangkan.

Pemerintah daerah juga terus mendorong peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan teknis dan pembinaan kelembagaan. Tujuannya agar para pekebun tidak hanya memahami aspek budidaya, tetapi juga mampu mengelola usahanya secara berkelanjutan. 

Dengan pendampingan yang tepat, koperasi sawit rakyat dapat menjadi pusat inovasi dan pembelajaran bagi wilayah lain di Pesisir Selatan. Sebagai contoh, pada tahun 2023 program PSR di Pesisir Selatan menargetkan sekitar 550 hektar lahan sawit rakyat menerima peremajaan. 

Apabila program peremajaan sawit rakyat berjalan konsisten dan harga tandan buah segar di pasar tetap stabil, maka Pesisir Selatan berpeluang besar menjadi model pengelolaan sawit berkelanjutan di Sumatera Barat. Dukungan pemerintah, kesadaran petani, dan tata kelola koperasi yang baik akan menjadikan sawit bukan sekadar komoditas, melainkan sumber kesejahteraan jangka panjang bagi masyarakat.

Keberhasilan sektor sawit rakyat ke depan tidak hanya akan diukur dari hasil panen semata, tetapi juga dari sejauh mana sektor ini mampu menciptakan kemandirian ekonomi di tingkat pedesaan. Sawit yang berkualitas, dikelola dengan prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, akan menjadi warisan penting bagi generasi mendatang, serta menjadi simbol kemakmuran yang tumbuh dari bumi Pesisir Selatan.