• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Jejak bertuah: kiprah dan amanah penghulu

01 Oktober 2025

141 kali dibaca

Jejak bertuah: kiprah dan amanah penghulu

Bagian 1: Penghulu, Pemimpin Kaum di Minangkabau

“Elok nagari dek penghulu, elok musajik dek tuangku, elok tapian dek nan mudo.” Pepatah adat ini menegaskan betapa besar peran seorang penghulu dalam menentukan wajah sebuah nagari. Jika penghulu tegak lurus menjalankan amanah adat, maka kaum akan rukun, nagari pun tenteram. Sebaliknya, jika penghulu lalai, rapuhlah sendi kehidupan anak-kemenakan.

Dalam adat Minangkabau, penghulu adalah kapalo kaum pemimpin tertinggi dalam sebuah suku atau keluarga besar. Ia bukan sekadar figur yang dihormati dalam upacara adat, melainkan pemegang tanggung jawab yang nyata dalam kehidupan sehari-hari anak-kemenakannya. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu menulis, “Penghulu itu adalah pemimpin di dalam masyarakat yang harus bertanggung jawab terhadap anak-kemenakan dan masyarakat yang dipimpinnya.”

Kalimat sederhana itu sarat makna. Penghulu menjadi sandaran utama, tempat pulang ketika anak-kemenakan dilanda persoalan, tempat bertanya saat menghadapi kebingungan, serta benteng terakhir dalam menjaga kehormatan kaum. Kepemimpinan penghulu melekat sepanjang hidupnya, karena gelar itu bukan sekadar tanda kebesaran, tetapi amanah yang tak bisa ditanggalkan.

Kepemimpinan penghulu tidak berhenti di lingkup kaum. Ia juga memiliki tanggung jawab di tingkat nagari melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN), lembaga tertinggi adat yang berfungsi menampung, membahas, dan menyelesaikan segala persoalan masyarakat. Idrus Hakimy menegaskan, “Dan sebagai penghulu dia adalah seorang anggota perwakilan di dalam Kerapatan Adat Nagari. Kerapatan Adat Nagari adalah suatu lembaga tertinggi di dalam adat di setiap nagari di Minangkabau, yang bertugas menampung segala permasalahan dalam masyarakat, diajukan atau tidak diajukan oleh masyarakat nagarinya.”

Artinya, penghulu tidak hanya memimpin keluarga besarnya, tetapi juga menjadi jembatan suara masyarakat. Ia harus menyuarakan aspirasi anak-kemenakan di forum adat, menjaga keseimbangan antara kepentingan kaum, suku, dan nagari. Dari sinilah tampak bahwa tugas penghulu sesungguhnya adalah kepemimpinan kolektif mengayomi yang kecil, menyeimbangkan yang besar, serta menjaga harmoni di tengah perbedaan.

Jabatan penghulu lahir dari prosesi adat yang disebut palewaan. Gelar ini bukan warisan pribadi, melainkan warisan kaum. Karena itu, penghulu disebut panghulu pusako tinggi gelar yang disematkan bukan untuk dibanggakan, melainkan untuk dijalankan. Seorang penghulu harus menegakkan keadilan, memperjuangkan musyawarah, dan menjaga adat agar tidak tergerus zaman.

Idrus Hakimy mengingatkan, semua tugas penghulu akan berujung pada satu pepatah besar: “Apabila setiap tugas pokok ini kita laksanakan di dalam nagari di Minangkabau, semenjak dari lingkungan anak-kemenakan, koroang kampung, pesukuan dan nagari secara keseluruhan, akan terwujudlah tujuan pepatah "Elok nagari dek penghulu, elok musajik dek tuangku, elok tapian dek nan mudo.”

Makna palewaan penghulu ini tampak nyata dalam prosesi sakral yang digelar di Nagari Kambang, Kecamatan Lengayang, Minggu (28/9/2025). Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni Dt. Bando Basau bersama istri yang juga Anggota DPR-RI, Dr. Lisda Hendrajoni, turut hadir menyaksikan pelewaan penghulu, imam, dan khatib dari enam suku. Upacara adat yang dipimpin Raja Adat Rahma Dianto Dt. Rajo Bagindo Sati ini berlangsung khidmat meski diguyur hujan lebat, seakan menegaskan bahwa adat Minangkabau tetap tegak di tengah segala keadaan.

Dalam sambutannya, Raja Adat menegaskan bahwa penghulu adalah tokoh panutan, tempat bertanya, sekaligus penengah dalam persoalan kaum.

Ketua LKAAM Pessel, Syafrizal Ucok Dt. Nan Batuah, menambahkan bahwa penghulu akan duduk sama rendah, tegak sama tinggi di Kerapatan Adat Nagari, serta menjadi mitra pemerintah dalam menjaga adat.

Bupati Hendrajoni sendiri memberi pesan tegas “Jadilah panutan dalam keseharian, selesaikan persoalan sako jo pusako, pelihara adat, serta berkolaborasi dengan pemerintah nagari untuk menyukseskan pembangunan.” Pesan ini menggarisbawahi harapan besar pemerintah kepada penghulu yakni bukan hanya menjaga adat, tetapi juga ikut mendorong pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.

Kehadiran pemerintah bersama tokoh adat dan masyarakat dalam prosesi pelewaan penghulu di Kambang menunjukkan kuatnya sinergi antara adat dan pemerintahan. Adat memberikan legitimasi moral, sementara pemerintah menghadirkan dukungan struktural. Keduanya berpadu demi tujuan bersama: membangun nagari yang kokoh, sejahtera, dan tetap berakar pada kearifan lokal.

Jika kita renungkan, penghulu adalah cermin keberlangsungan hidup Minangkabau. Dari kebijaksanaannya lahir keputusan-keputusan penting bagi kaum, dari ketegasannya terselesaikan perkara adat, dan dari kasih sayangnya tumbuh rasa cinta anak-kemenakan kepada mamaknya. Pelewaan penghulu di Kambang adalah bukti bahwa amanah adat itu masih dijaga, diwariskan, dan ditegakkan.

Maka, ketika seorang penghulu menjalankan amanahnya dengan tulus dan ikhlas, ia sesungguhnya sedang menjaga keberlangsungan hidup nagari. Sebaliknya, jika ia lalai, anak-kemenakan kehilangan sandaran, adat kehilangan penuntun, dan nagari kehilangan arah. Pepatah lama kembali mengingatkan: “Elok nagari dek penghulu, elok musajik dek tuangku, elok tapian dek nan mudo.”