Pembangunan ekonomi nasional sejatinya tidak hanya bertumpu pada kekuatan kota besar, industri raksasa, dan investasi asing, tetapi juga pada geliat ekonomi di tingkat akar rumput—yakni di nagari atau desa. Di sinilah Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) hadir sebagai motor penggerak yang berperan penting dalam menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat. BUMNag tidak sekadar lembaga usaha, tetapi juga wadah pemberdayaan, kolaborasi, dan inovasi lokal yang berakar pada semangat gotong royong. Melalui BUMNag, masyarakat nagari diajak untuk menjemput kesejahteraan di tanah mereka sendiri, memanfaatkan sumber daya lokal untuk kesejahteraan bersama, tanpa harus meninggalkan jati diri dan nilai-nilai sosial yang telah diwariskan secara turun-temurun.
BUMNag muncul sebagai jawaban atas kebutuhan nagari untuk mengelola potensi ekonomi secara kolektif dan mandiri. Selama ini, banyak potensi lokal seperti hasil pertanian, perikanan, kerajinan, dan pariwisata yang belum digarap maksimal karena keterbatasan akses modal, pengetahuan, dan manajemen. Dengan adanya BUMNag, potensi tersebut bisa dikelola secara profesional melalui mekanisme yang transparan dan berbasis partisipasi masyarakat. BUMNag bukan milik segelintir orang, melainkan milik seluruh warga nagari yang memiliki hak untuk berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari hasil pengelolaannya.
Konsep dasar BUMNag sejatinya terinspirasi dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berkembang di berbagai daerah Indonesia. Namun, di Sumatera Barat, istilah Nagari lebih tepat digunakan karena mencerminkan struktur sosial dan pemerintahan adat yang khas. Nagari bukan hanya entitas administratif, tetapi juga komunitas adat yang memiliki ikatan sejarah, budaya, dan nilai-nilai sosial yang kuat. Oleh karena itu, BUMNag memiliki ciri khas tersendiri: ia bukan hanya alat ekonomi, tetapi juga instrumen sosial budaya yang menjaga keseimbangan antara keuntungan finansial dan keberlanjutan sosial.
Peran BUMNag dalam pembangunan nagari dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, BUMNag berperan sebagai katalis ekonomi lokal. Melalui unit-unit usaha seperti pengelolaan hasil bumi, jasa keuangan mikro, pariwisata, atau perdagangan lokal, BUMNag membantu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Banyak nagari kini memiliki produk unggulan seperti beras organik, kopi khas nagari, gula aren, atau kerajinan tradisional yang berhasil menembus pasar luar daerah bahkan ekspor. Semua itu menjadi mungkin karena BUMNag mampu mengorganisir potensi masyarakat menjadi kekuatan ekonomi yang nyata.
Kedua, BUMNag juga menjadi sarana edukasi ekonomi bagi masyarakat. Dalam proses pengelolaan usaha, warga dilibatkan dalam pelatihan manajemen, pemasaran, dan literasi keuangan. Mereka belajar bagaimana mengelola keuangan secara efisien, bagaimana berinovasi dalam produk, dan bagaimana beradaptasi dengan perubahan pasar. Proses ini menumbuhkan kesadaran baru bahwa kemajuan ekonomi tidak datang dari luar, melainkan dapat dibangun dari kemampuan sendiri jika dikelola dengan baik dan bersama-sama.
Ketiga, BUMNag berperan sebagai jembatan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dalam konteks pembangunan daerah, sinergi menjadi kunci utama keberhasilan. BUMNag dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi nagari, menjalin kemitraan dengan pihak swasta untuk pemasaran produk, dan menggandeng lembaga pendidikan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kolaborasi seperti ini tidak hanya memperkuat posisi BUMNag, tetapi juga mempercepat proses transformasi ekonomi di tingkat lokal.
Namun demikian, perjalanan BUMNag tentu tidak selalu mulus. Banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia, lemahnya manajemen, hingga minimnya akses modal dan teknologi. Beberapa BUMNag bahkan tidak beroperasi optimal karena kurangnya pengawasan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kepemilikan bersama. Oleh karena itu, pendampingan dan pembinaan dari pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat menjadi sangat penting. Dengan sistem pengawasan yang baik, transparansi keuangan, dan pembagian hasil yang adil, BUMNag dapat tumbuh sebagai lembaga yang dipercaya dan diandalkan masyarakat.
Di era digital saat ini, BUMNag juga dihadapkan pada tantangan dan peluang baru. Transformasi digital membuka ruang bagi BUMNag untuk memperluas pasar melalui platform daring, e-commerce, dan media sosial. Produk-produk lokal nagari kini dapat dipasarkan secara lebih luas, bahkan hingga ke mancanegara. Digitalisasi juga memungkinkan pengelolaan keuangan dan administrasi dilakukan lebih efisien dan transparan. Namun, semua itu memerlukan dukungan sumber daya manusia yang melek teknologi serta infrastruktur digital yang memadai. Oleh karena itu, program literasi digital dan pelatihan e-commerce bagi pengurus BUMNag menjadi kebutuhan mendesak.
Lebih jauh, keberhasilan BUMNag tidak hanya diukur dari besarnya laba yang diperoleh, tetapi juga dari dampak sosial yang ditimbulkannya. BUMNag yang sehat harus mampu meningkatkan kesejahteraan warga, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat solidaritas sosial. Ia harus hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat: membantu petani menjual hasil panen dengan harga layak, memberi peluang usaha bagi pemuda nagari, menyediakan akses modal bagi pelaku UMKM, serta menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Dengan begitu, BUMNag benar-benar menjadi bagian dari denyut kehidupan nagari, bukan sekadar lembaga ekonomi formal.
Ke depan, BUMNag memiliki potensi besar untuk menjadi fondasi pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan. Jika dikelola dengan visi yang jelas, tata kelola yang baik, dan dukungan penuh dari masyarakat serta pemerintah, BUMNag dapat menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru yang mampu bersaing dengan perusahaan besar. BUMNag dapat menjadi contoh nyata bahwa kemajuan tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat tumbuh dari kearifan lokal yang dikelola dengan cinta dan komitmen bersama.
Pada akhirnya, menjemput kesejahteraan di tanah sendiri bukan sekadar slogan, tetapi sebuah cita-cita yang bisa diwujudkan melalui kerja keras, kebersamaan, dan kepercayaan diri. BUMNag hadir sebagai bukti bahwa masyarakat nagari mampu berdiri di atas kaki sendiri, mengelola potensi yang mereka miliki, dan menikmati hasilnya tanpa harus meninggalkan akar budaya mereka. Ketika setiap nagari mampu menggerakkan roda ekonominya secara mandiri, maka Indonesia sejatinya sedang menapaki jalan menuju kemandirian ekonomi nasional yang sejati dimulai dari nagari, untuk nagari, dan demi kesejahteraan bersama.