Pesisir Selatan – Kabupaten Pesisir Selatan di Sumatera Barat belakangan semakin menonjol sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. Kawasan ini memiliki garis pantai panjang, gugusan pulau kecil, hingga kekayaan budaya nagari yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Namun, di tengah geliat pariwisata yang terus berkembang, muncul kebutuhan mendesak untuk menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan agar potensi yang dimiliki tidak terkikis oleh dampak negatif pembangunan.
Pariwisata berkelanjutan merupakan pendekatan yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kebermanfaatan bagi masyarakat lokal. Dalam konteks Pesisir Selatan, hal ini menjadi relevan mengingat posisi daerah ini yang memiliki ekosistem rentan sekaligus sumber kehidupan bagi ribuan nelayan dan petani.
Salah satu destinasi yang paling dikenal adalah Kawasan Wisata Mandeh. Dijuluki sebagai “Raja Ampat dari Sumatera”, Mandeh menawarkan panorama laut biru dengan gugusan pulau kecil yang menawan. Kawasan ini tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menjadi magnet investasi. Namun, tanpa pengelolaan berkelanjutan, pesona Mandeh berisiko mengalami degradasi akibat polusi, eksploitasi berlebihan, dan lemahnya kontrol pembangunan.
Selain Mandeh, ada pula Pantai Carocok Painan yang kerap menjadi ikon wisata Pesisir Selatan. Pantai ini ramai dikunjungi saat musim libur dan menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat sekitar. Kehadiran wisatawan memang mendongkrak perputaran uang di daerah, namun pada saat yang sama juga menimbulkan persoalan klasik seperti kebersihan, sampah plastik, dan keterbatasan fasilitas umum.
Tak hanya wisata pantai, Pesisir Selatan juga memiliki kekayaan alam berupa air terjun, kawasan hutan, dan agrowisata yang berpotensi dikembangkan. Nagari-nagari di pedalaman, seperti Taluk dan Limau Gadang Lumpo, mulai dilirik sebagai destinasi desa wisata berbasis budaya. Di sana, wisatawan dapat menikmati suasana pedesaan, pertunjukan seni tradisi, hingga mencicipi kuliner khas nagari.
Potensi besar tersebut tentu menjadi modal berharga. Namun, tantangan di lapangan masih cukup kompleks. Infrastruktur menuju beberapa objek wisata masih minim, membuat aksesibilitas menjadi kendala. Jalan yang sempit dan kurang memadai sering kali membatasi jumlah kunjungan. Padahal, infrastruktur yang baik merupakan syarat mutlak untuk mengembangkan pariwisata berkelas.
Dari sisi lingkungan, ancaman kerusakan ekosistem laut dan pesisir menjadi isu serius. Aktivitas wisata yang tidak terkendali, seperti penggunaan kapal motor tanpa standar ramah lingkungan, dapat merusak terumbu karang. Begitu pula praktik pembuangan sampah sembarangan yang masih sering dijumpai. Jika hal ini tidak ditangani, maka daya tarik wisata alam Pesisir Selatan bisa tergerus perlahan.
Pemberdayaan masyarakat lokal juga menjadi poin penting. Faktanya, belum semua nagari merasakan dampak positif dari pariwisata. Sebagian besar keuntungan masih dinikmati oleh pelaku usaha tertentu, sementara masyarakat sekitar objek wisata hanya memperoleh bagian kecil. Konsep pariwisata berkelanjutan menuntut adanya distribusi manfaat yang adil, sehingga masyarakat benar-benar menjadi tuan rumah di nagarinya sendiri.
Upaya ke arah keberlanjutan sebenarnya sudah mulai terlihat. Pemerintah daerah bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam pembangunan sarana wisata. Selain itu, ada pula dukungan berupa bantuan infrastruktur dan promosi untuk desa wisata. Kehadiran pusat edukasi mangrove di Amping Parak, yang digagas komunitas pemuda peduli lingkungan, menjadi contoh nyata inisiatif lokal dalam menjaga keseimbangan ekologi.
Kesadaran generasi muda juga semakin tumbuh. Komunitas pecinta alam, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dan pelaku UMKM mulai terlibat dalam mempromosikan produk lokal serta menjaga kebersihan lingkungan wisata. Langkah ini patut diapresiasi, sebab tanpa dukungan masyarakat, keberlanjutan pariwisata hanya akan menjadi slogan.
Di sisi lain, wisatawan sebagai pengguna juga punya peran penting. Edukasi tentang wisata bertanggung jawab, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menghargai adat lokal, hingga memilih produk ramah lingkungan, perlu terus disuarakan. Dengan begitu, kunjungan wisata bukan hanya soal menikmati keindahan, tetapi juga meninggalkan jejak positif bagi daerah.
Harapan besar kini tertuju pada bagaimana Pesisir Selatan bisa menyeimbangkan antara promosi wisata dan pelestarian alam. Jika keberlanjutan menjadi prinsip utama, maka pariwisata dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan warisan alam dan budaya.
Ke depan, pemerintah daerah bersama masyarakat perlu memperkuat regulasi, membangun infrastruktur ramah lingkungan, serta memberikan pelatihan berkelanjutan bagi pelaku wisata. Kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, swasta, komunitas, hingga wisatawan, menjadi kunci agar Pesisir Selatan dapat berdiri sejajar dengan destinasi unggulan lain di Indonesia.
Dengan langkah konsisten dan terarah, Pesisir Selatan tidak hanya akan dikenal sebagai daerah dengan panorama indah, tetapi juga sebagai contoh sukses pariwisata berkelanjutan yang mampu menjaga keseimbangan alam, budaya, dan kesejahteraan masyarakat.