• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
POSTUR APBD PESSEL 2026

31 Oktober 2025

184 kali dibaca

POSTUR APBD PESSEL 2026

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pesisir Selatan Tahun Anggaran 2026 mencerminkan arah kebijakan pembangunan yang berorientasi pada efisiensi, keberlanjutan, dan keberpihakan kepada masyarakat. Dengan total pendapatan sebesar Rp1,67 triliun, postur APBD ini menjadi cerminan dari kemampuan fiskal daerah dalam menjawab berbagai kebutuhan dan tantangan pembangunan.

Dari sisi pendapatan, Kabupaten Pesisir Selatan menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp198,55 miliar dan pendapatan transfer dari pusat serta provinsi sebesar Rp1,47 triliun. Struktur ini memperlihatkan bahwa ketergantungan terhadap dana transfer masih cukup tinggi, yakni mencapai lebih dari 85 persen total pendapatan.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, dana transfer merupakan tulang punggung pembiayaan pembangunan. Namun di sisi lain, kemandirian fiskal daerah perlu diperkuat agar Pesisir Selatan tidak sekadar menjadi pelaksana kebijakan pusat, tetapi mampu menggerakkan pembangunan berbasis potensi lokal.

Dari sisi belanja daerah, total anggaran sebesar Rp1,67 triliun terbagi menjadi beberapa komponen utama: belanja operasi Rp1,37 triliun, belanja modal Rp53,16 miliar, belanja tidak terduga Rp6 miliar, dan belanja transfer Rp420,63 miliar. Komposisi ini menunjukkan porsi terbesar masih terserap untuk kebutuhan rutin dan operasional.

Belanja operasi yang mencapai lebih dari 80 persen total anggaran menggambarkan beratnya beban pembiayaan aparatur, terutama belanja pegawai. Saat ini, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki sekitar 9.000 ASN dan 4.250 tenaga PPPK paruh waktu yang menuntut kepastian status dan kesejahteraan.

Kondisi tersebut menuntut kebijakan yang bijak dan berkeadilan. Di satu sisi, ASN dan PPPK adalah motor penggerak pelayanan publik. Namun di sisi lain, komposisi belanja pegawai yang terlalu dominan dapat mengurangi ruang fiskal untuk belanja pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat.

Pemerintah daerah perlu mencari titik keseimbangan antara pemenuhan hak aparatur dengan upaya mendorong investasi, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Inilah esensi dari tata kelola fiskal yang sehat dan berorientasi pada hasil.

Sektor pariwisata menjadi salah satu potensi besar yang bisa memperkuat PAD. Dengan keindahan alam seperti Kawasan Mandeh, Pantai Carocok, Bukit Langkisau, dan Jembatan Akar, Pesisir Selatan memiliki magnet wisata yang luar biasa. Tantangannya adalah bagaimana mengelola potensi ini dengan profesional, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat.

Selain wisata, sektor perikanan dan pertanian juga memiliki peran penting dalam struktur ekonomi daerah. Sebagai daerah pesisir dengan garis pantai lebih dari 143 kilometer, potensi hasil laut Pesisir Selatan sangat besar, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor.

Begitu juga dengan pertanian, khususnya padi, jagung, dan hortikultura yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat di wilayah tengah dan utara. Peningkatan nilai tambah melalui pengolahan hasil pertanian dan pemasaran modern bisa menjadi fokus kebijakan ke depan.

Pemerintah daerah akan memperkuat kolaborasi lintas sektor agar potensi alam ini tidak hanya menjadi cerita keindahan, tetapi juga sumber kesejahteraan masyarakat. Karena sejatinya, pembangunan yang berhasil adalah yang menyentuh kehidupan rakyat secara nyata.

Dari sisi tata kelola, tantangan lain yang dihadapi adalah efisiensi dan disiplin fiskal. Dalam keterbatasan ruang fiskal, setiap rupiah anggaran harus diarahkan untuk kegiatan yang memiliki value for money tinggi — artinya efisien, efektif, dan memberikan manfaat langsung.

Belanja modal sebesar Rp53,16 miliar masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan infrastruktur daerah. Namun dalam keterbatasan itu, prioritas  diberikan pada proyek strategis yang memiliki dampak luas, seperti peningkatan jalan wisata, sarana pendidikan, dan infrastruktur digital.

Belanja tidak terduga sebesar Rp6 miliar menjadi cadangan penting menghadapi risiko bencana atau keadaan darurat. Mengingat Pesisir Selatan merupakan daerah rawan gempa dan banjir, kesiapsiagaan anggaran untuk penanggulangan bencana adalah keniscayaan.

Sementara itu, belanja transfer Rp420,63 miliar untuk nagari menjadi instrumen penting dalam memperkuat otonomi nagari. Pemerintah kabupaten perlu memastikan dana tersebut digunakan secara transparan dan berdampak pada peningkatan pelayanan publik di tingkat akar rumput.

Kunci keberhasilan pelaksanaan APBD 2026 terletak pada sinergi antara kebijakan fiskal dan kebijakan pembangunan daerah. Artinya, setiap anggaran harus dikaitkan dengan sasaran dalam RPJMD dan RKPD, bukan sekadar rutinitas tahunan.

Dengan postur fiskal yang relatif terbatas, inovasi pembiayaan menjadi keniscayaan. Pemerintah sedang menjajaki kemitraan dengan sektor swasta, BUMD, maupun lembaga keuangan untuk memperluas sumber pendanaan pembangunan, tanpa menambah beban utang daerah.

Salah satu peluang yang bisa dikembangkan adalah Public Private Partnership (PPP) di sektor pariwisata dan energi terbarukan. Misalnya, ada usulan dari publik untuk pembangunan jembatan kaca di Bukit Langkisau atau pengelolaan kawasan wisata bahari dengan konsep investasi berbagi manfaat.

Pemerintah juga akan memperkuat digitalisasi tata kelola keuangan daerah, sehimgga perencanaan dan pelaporan APBD semakin transparan dan akuntabel. Digitalisasi bukan sekadar tren, tapi kebutuhan untuk membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan uang rakyat.

Dari sisi aparatur, pembenahan manajemen ASN dan PPPK menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi. Kepastian status dan peningkatan kapasitas harus berjalan seiring dengan produktivitas kerja dan komitmen terhadap pelayanan publik.

Pemerintah kabupaten terus berupaya memberikan kepastian bagi 4.250 PPPK paruh waktu yang selama ini menjadi bagian penting penyelenggaraan pemerintahan, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Kepastian ini bagi Pemda bukan hanya soal gaji, tapi juga penghargaan atas dedikasi mereka. Namun tentu memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

APBD 2026 bukan hanya dokumen keuangan, melainkan kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Setiap rupiah yang dibelanjakan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan administratif, karena di sanalah terletak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

Akhirnya, dengan semangat kolaborasi, transparansi, dan inovasi, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan optimis dapat menjadikan APBD 2026 sebagai instrumen pembangunan yang produktif, berkeadilan, dan berorientasi hasil, demi mewujudkan Pesisir Selatan yang maju, sejahtera, dan berdaya saing.

 

Ditulis oleh: Wendi, S.H., M.Hum.